Komikus Is Yuniarto. (Sumber gambar: dokumen pribadi)

Hypeprofil Komikus Is Yuniarto: Setia Menghidupkan Komik Wayang dengan Sentuhan Kekinian

25 May 2024   |   11:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Is Yuniarto tengah bungah. Dia baru saja menyelesaikan volume kedelapan alias terakhir dari komik Grand Legend Ramayana, yang telah ditulisnya sejak 2013. Is tengah menanti jadwal terbit bukunya itu dari penerbit Reon Comics. Sudah 11 tahun lamanya komik itu mendapatkan tempat di kalangan pembaca.
 
Sebagai komikus, Is memang dikenal berkat karya-karya cerita bergambarnya yang mengangkat tema-tema Nusantara khususnya pewayangan. Salah satu karyanya yang paling monumental ialah Grand Legend Ramayana yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Jepang, Korea, Inggris, hingga Italia, baik dalam bentuk cetak maupun komik digital.

Baca juga: Hypereport: Berselancar di Platform Webtoon dan Mengintip Ladang Cuan Komikus Digital
 
Karakter-karakter pewayangan yang unik hasil gambarnya dalam karya-karya komiknya memikat publik hingga menciptakan berbagai kerja sama lisensi. Salah satunya ialah karakter desain Gatotkaca dari komik Garudayana yang dilisensi oleh gim Mobile Legends: Bang Bang.
 
Selain itu, pria berusia 42 tahun itu juga mengembangkan Wayangverse, sebuah eksplorasi desain wayang kulit yang menampilkan karakter modern dalam bentuk tradisional. Termasuk, telah bekerja sama dengan Disney dalam pembuatan wayang The Avengers, The Lion King, dan Raya and the Last Dragon.
 
Selain membuat komik sendiri, Is juga kini menjabat sebagai General Manager Bumilangit Comic Media, di mana dia menciptakan Virgo and the Sparklings bersama Oyasujiwo Poetranto.
 

F

Sampul komik Grand Legend Ramayana. (Sumber gambar: dokumen pribadi)

Is mengatakan sepanjang kariernya, dia telah menerbitkan sekitar 20 judul komik yang masing-masing judulnya hadir sekitar 6-8 volume. Dari seluruh judul tersebut, katanya, Garudayana menjadi komik yang paling laris dan diminati oleh pembaca.
 
Pertama kali terbit pada 2009, Garudayana ialah komik hasil adaptasi bebas dari kisah klasik Mahabharata. Komik itu telah diterbitkan sebanyak 6 volume, yang tiap bagiannya terjual sekitar 5.000-10.000 eksemplar.
 
"Karena Garudayana ceritanya lebih ringan dan lebih banyak humornya. Selain itu karena ceritanya mengangkat Mahabharata jadi lebih populer ketimbang Ramayana. Di kalangan pembaca lebih mengenal karakter-karakter dari Mahabharata," katanya kepada Hypeabis.id.
 

Awal Mula Terjun ke Dunia Komik

Ketertarikan Is terhadap dunia komik dimulai ketika dia gemar menggambar sejak kecil. Lebih tepatnya, bercerita sambil menggambar. Sama seperti kebanyakan anak generasi 1980-an, Is juga gemar menonton film-film kartun. Dari situ, dia justru terinspirasi untuk membuat cerita sekaligus gambar versinya sendiri.
 
"Jadi saya justru menemukan komik itu tidak dari baca komik, tapi dari lihat film kartun kemudian saya bikin versi saya sendiri yang ternyata itu adalah gambar bercerita yaitu komik," katanya.
 
Sejak itu, Is mulai tertarik untuk membaca komik dari berbagai gaya cerita mulai dari komil lokal, Amerika, Jepang, Hong Kong, hingga Eropa. Dari semuanya, komik-komik Indonesia klasik tentang pewayangan seperti karya RA Kosasih dan Ardisoma lah yang paling memikatnya. Secara tidak langsung, karya-karya itulah yang menginspirasinya untuk membuat komik dengan cerita pewayangan.
 
Keterampilannya dalam menggambar diperolehnya secara autodidak. Tidak ada orang tua maupun anggota keluarganya yang menekuni dunia ilustrasi ataupun komik. Meskipun, pada prosesnya, dia juga sempat melakoni les menggambar untuk semakin mengasah bakatnya.
 
Is akhirnya mulai membuat komik sejak masih duduk di bangku SD, terus konsisten dia tekuni saat SMP hingga SMA. Begitupun ketika kuliah, dia memutuskan untuk mengambil studi Desain Komunikasi Visual di Universitas Kristen Petra, Surabaya. Saat kuliah, Is sangat aktif dalam mengikuti berbagai pameran dan kompetisi menggambar komik.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Is Yuniarto (@is.yuniarto)


 
Lulus kuliah, Is langsung memberanikan diri menawarkan karya komiknya ke penerbit Elex Media Komputindo yang masih satu grup dengan Gramedia. Komik pertamanya yang diterbitkan adalah Wind Rider. Komik yang terbit pada 2005 itu merupakan karyanya hasil kolaborasi dengan John G Reinhart.
 
Debut karya Is itu pun disambut antusias oleh pencinta komik. Menerima banyak pujian dari penggemar komik lokal, Wind Rider bahkan dinominasikan dalam penghargaan Komikasia Award 2005 dalam tiga kategori yang berbeda yakni Best Cover, Best Character dan Best Comic.
 
Kemudian pada 2007-2009, Is menerbitkan komik trilogi Knights of Apocalypse bersama John G Reinhart dan Aswin Agastya, serta serial komik fenomenal Garudayana. Sejak itu, Is konsisten menggarap komik bertema pewayangan, seperti Grand Legend Ramayana, Garudayana Saga, dan Gundala Son of Ligthning.
 
Termasuk membuat Tiger Dance Spirit of Nusantara, komik manga pertama tentang pejuang dari berbagai penjuru Indonesia, serta komik Si Buta dari Gua Hantu ‘Ajal di Penghujung Hujan’ yang terbit pada 2021.
 

Konsisten dengan Komik Wayang

Selain terinspirasi dari komik-komik klasik legendaris, Is tertarik untuk mengeksplorasi komik bertemakan pewayangan lantaran ingin membuat karya yang unik. Pasalnya, menurutnya, pada era 1990-an hingga awal 2000, dunia komik Indonesia didominasi oleh karya-karya impor terjemahan dari berbagai negara, terutama dari Jepang.
 
"Sementara komik Indonesia yang terbit itu bahkan enggak sampai 5 persennya dari jumlah yang ada. Jadi memang sangat jauh banget ketimpangan jumlah cetaknya," katanya.
 
Seiring waktu, Is makin getol untuk menciptakan komik tentang wayang karena menurutnya saat ini cerita bergambar dengan tema tersebut kian minim dieksplorasi oleh komikus. Padahal, komik Indonesia dengan tema-tema Nusantara pernah mengalami era keemasannya pada 1960-an hingga 1970-an.
 
"Karena itulah saya memutuskan ingin mengolah [komik] gaya wayang ini dengan cita rasa yang saya kembangkan," ucap pria penerima penghargaan Wacom Asia Featured Artist of the Month 2010 itu.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Is Yuniarto (@is.yuniarto)


 
Dalam membuat komik, Is mengatakan dia mengadaptasi komik manga di Jepang dan memgembangkannya dengan gayanya ceritanya sendiri. Menurutnya, manga adalah sebuah cara untuk untuk bercerita baik itu lewat narasi ataupun gambar, alih-alih hanya dipandang sebagai komik dari Jepang.
 
"Jadi saya menciptakan komik wayang dengan style manga untuk target audiens remaja hari ini. Jadi itulah yang menjadi cita rasa atau gaya bercerita saya," ujarnya.
 
Diakui oleh Is, salah satu tantangan utama yang dihadapinya sebagai komikus ialah mendapatkan tempat di penerbit dan audiens. Menurutnya, di Indonesia, masih sedikit penerbit yang memfokuskan diri untuk menerbitkan komik. Belum lagi, para kreator harus bersaing dengah komik-komik impor terjemahan yang masih cukup mendominasi baik di kalangan penerbit maupun toko buku.
 
Dia menambahkan komikus harus berusaha mendapatkan peluang untuk menerbitkan karyanya dan posisi di toko buku, yang nantinya beberapa hal itu bakal menentukan kreator untuk memenangkan pasar pembaca. "Kami harus bersaing dengan komik-komik impor yang tidak ada regulasinya, sehingga jumlahnya memang sangat banyak," kata dia.
 
Oleh karena itu, dia memandang diperlukan dukungan serta regulasi dari pemerintah untuk mendorong perkembangan dunia komik di Indonesia. Dia membandingkan dengan di Malaysia. Negeri Jiran itu, kata Is, saat ini tengah maju industri komik lokalnya ditandai dengan masih banyaknya jumlah terbitan komik cetak. 
 
Belajar dari Malaysia, Is menilai Indonesia bisa memberikan dukungan salah satunya berupa dana produksi untuk mencetak komik lokal secara lebih masif lagi, serta memperluas distribusi. "Karena di Malaysia ada regulasi-regulasi pemerintah dan dukungan-dukungan khususnya dana produksi," ucapnya.
 
Contoh dukungan lain yang bisa menjadi opsi, menurut Is ialah adanya regulasi dari pemerintah untuk memberikan porsi yang lebih besar bagi kreator lokal di kalangan penerbit. Hal ini juga bisa diterapkan di platform komik digital dari luar negeri. Dengan begitu, pasar bisa lebih banyak memberikan ruang bagi kreator lokal untuk mengenalkan karya-karyanya ke pembaca.
 
"Kalau tidak ada regulasi seperti sekarang jadinya bebas saja, mau menerbitkan 1.000 komik Jepang versus 1 komik Indonesia, enggak ada yang mengatur," kata komikus kelahiran Semarang itu. 
 
Baca juga: Hypereport: Cerita Komikus Indonesia Tertatih di Industri Komik Digital

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Tren Skincare: Perempuan dan Laki-laki Butuh Produk Perawatan Kulit Simpel untuk Sehari-hari

BERIKUTNYA

Petenis Putri Indonesia, Aldila Sutjiadi Maju ke Final Turnamen WTA 500 Strasbourg

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: