Merebak di Singapura, Cek Gejala Varian Covid-19 KP.1 & KP.2
24 May 2024 |
10:30 WIB
Covid-19 terus berevolusi dan menghasilkan varian baru. Paling anyar adalah KP.1 dan KP.2 yang berasal dari Singapura. Virus yang tercatat telah menimbulkan banyak kasus di negeri jiran itu berpotensi masuk ke Indonesia dan memiliki gejala yang tidak jauh berbeda dengan varian Omicron.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Singapura atau Ministry of Health (MoH), varian JN.1 dan sub-garis keturunannya, termasuk KP.1 dan KP.2 menjadi varian Covid-19 yang dominan. Sementara itu, secara lokal, gabungan proporsi KP.1 dan KP.2 menyumbang lebih dari dua per tiga kasus di Singapura.
Baca juga: Jangan Panik, Ini Bedanya Flu Biasa & Flu Singapura
Per 3 Mei 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (Wolrd Health Organization/WHO) mengklasifikasikan KP.2 sebagai varian dalam pemantauan atau Variant Under Monitoring (VUM). Dengan kata lain, penetapan itu membuat virus mendapatkan pengawasan yang ketat guna mengetahui potensi risiko terhadap kesehatan masyarakat.
Sementara itu, MoH mengungkapkan bahwa tidak ada indikasi – baik secara global maupun lokal – bahwa KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah jika dibandingkan varian lain yang beredar.
Dikutip dari laman CNA, gejala yang dimiliki oleh individu dengan virus KP.1 dan KP.2 sama dengan varian sebelumnya.
Seperti JN.1 dan varian Omicron sebelumnya, seseorang mulai mengalami gejala dalam waktu lima atau lebih setelah terpapar. Adapun, gejala yang mungkin lebih cepat muncul akibat varian tersebut seperti demam, pilek, dan sebagainya.
Beberapa orang disebutkan mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman. Namun, jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang terkena virus ini pada awal pandemi. Sementara itu, sejumlah penderita lainnya dapat mengalami gejala gastrointestinal, seperti diare atau mual.
Andy Pekosz, professor Molecular Microbiology and Immunology dalam laman John Hopkins Bloomberg School of Public Health, mengatakan bahwa virus seperti SARS-CoV-2 sering bermutasi untuk menghindari antibodi.
“Hal ini sering kali melemahkan kemampuannya untuk berikatan dengan sel yang ingin mereka infeksi. Kami kemudian melihat munculnya mutasi yang meningkatkan kemampuan mengikat itu,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, langkah itu adalah siklus yang sering terlihat pada SARS-CoV-2. Fakta bahwa varian-varian berbeda ini mengalami mutasi yang sama memberi tahu para ahli virologi bahwa kombinasi mutasi ini membantu virus mencapai tujuannya dengan paling efisien.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Singapura atau Ministry of Health (MoH), varian JN.1 dan sub-garis keturunannya, termasuk KP.1 dan KP.2 menjadi varian Covid-19 yang dominan. Sementara itu, secara lokal, gabungan proporsi KP.1 dan KP.2 menyumbang lebih dari dua per tiga kasus di Singapura.
Baca juga: Jangan Panik, Ini Bedanya Flu Biasa & Flu Singapura
Per 3 Mei 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (Wolrd Health Organization/WHO) mengklasifikasikan KP.2 sebagai varian dalam pemantauan atau Variant Under Monitoring (VUM). Dengan kata lain, penetapan itu membuat virus mendapatkan pengawasan yang ketat guna mengetahui potensi risiko terhadap kesehatan masyarakat.
Sementara itu, MoH mengungkapkan bahwa tidak ada indikasi – baik secara global maupun lokal – bahwa KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah jika dibandingkan varian lain yang beredar.
Dikutip dari laman CNA, gejala yang dimiliki oleh individu dengan virus KP.1 dan KP.2 sama dengan varian sebelumnya.
Seperti JN.1 dan varian Omicron sebelumnya, seseorang mulai mengalami gejala dalam waktu lima atau lebih setelah terpapar. Adapun, gejala yang mungkin lebih cepat muncul akibat varian tersebut seperti demam, pilek, dan sebagainya.
Beberapa orang disebutkan mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman. Namun, jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang terkena virus ini pada awal pandemi. Sementara itu, sejumlah penderita lainnya dapat mengalami gejala gastrointestinal, seperti diare atau mual.
Mutasi
Andy Pekosz, professor Molecular Microbiology and Immunology dalam laman John Hopkins Bloomberg School of Public Health, mengatakan bahwa virus seperti SARS-CoV-2 sering bermutasi untuk menghindari antibodi.“Hal ini sering kali melemahkan kemampuannya untuk berikatan dengan sel yang ingin mereka infeksi. Kami kemudian melihat munculnya mutasi yang meningkatkan kemampuan mengikat itu,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, langkah itu adalah siklus yang sering terlihat pada SARS-CoV-2. Fakta bahwa varian-varian berbeda ini mengalami mutasi yang sama memberi tahu para ahli virologi bahwa kombinasi mutasi ini membantu virus mencapai tujuannya dengan paling efisien.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.