Beberapa buku sastra yang menarik untuk menjadi bahan diskusi di sekolah. (Sumber gambar: Mizan Store/Gramedia/KPG)

8 Buku Sastra yang Menarik untuk Jadi Bahan Diskusi di Sekolah

21 May 2024   |   17:16 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Sastra telah resmi masuk dalam Kurikulum Merdeka. Hal ini dilakukan oleh Kemendikbudristek RI guna memperkuat kompetensi dan budaya literasi pelajar dengan memakai buku sastra untuk meningkatkan minat baca, empati, kreativitas, dan nalar kritis sehingga siswa dapat menjadi pembaca kritis sekaligus reflektif. 

Program Sastra Masuk Kurikulum diinisiasi oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan sejak 2023 dengan mengumpulkan beberapa sastrawan, akademisi, dan pendidik yang memiliki perhatian khusus terhadap pemanfaatan sastra dalam pembelajaran di sekolah.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, mengatakan karya sastra adalah media pembelajaran yang sangat potensial. Karya sastra, katanya, mengundang pembaca untuk menghayati dunia batin tokoh-tokoh yang melihat dan mengalami sesuatu dengan caranya masing-masing.

"Karya-karya sastra terbaik juga mengupas isu-isu kompleks dan menyajikan perdebatan moral yang mendorong pembaca keluar dari pemikiran hitam-putih, dan memikirkan ulang opini serta prasangka-prasangka yang mungkin tak disadari sebelumnya," katanya dikutip dari buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek RI. 

Baca juga: Kemendikbudristek Masukkan Sastra ke Kurikulum Merdeka, 177 Buku Jadi Rujukan Bacaan

Anindito menambahkan agar murid mendapat pengalaman transformatif, tidak cukup meminta mereka sekadar membaca karya sastra. Mereka juga perlu mendiskusikan dan memperdebatkan beragam tafsir terhadap sebuah karya. Mereka perlu dipandu mengubah tafsir yang mereka pilih ke wahana yang berbeda, dari prosa ke puisi atau sebaliknya; dari teks menjadi gambar, drama, atau film; serta dari fiksi menjadi kritik sastra atau karya ilmiah.

"Model pembelajaran seperti ini terbuka lebar di Kurikulum Merdeka. Harapan saya, suatu saat nanti penggunaan karya sastra menjadi bagian normal dari pembelajaran di sekolah seluruh Indonesia, sehingga melahirkan generasi baru pembaca sastra yang kritis dan reflektif," imbuhnya.

Seiring dengan peresmian tersebut, Kemendikbudristek RI juga telah merilis buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra yang berisikan panduan untuk membantu pendidik dalam mengimplementasi pemanfaatan buku sastra di kelas. Termasuk, panduan menyiapkan diri untuk dapat membawa pengalaman bersastra di sekolah.

Selain itu, panduan tersebut juga berisikan daftar rekomendasi buku untuk menjadi pertimbangan bagi para pendidik dalam memilih buku sastra agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Sebanyak 177 buku telah dipilih sebagai rekomendasi oleh tim kurator yang terdiri dari penulis serta akademisi, seperti Eka Kurniawan, Okky Puspa Madasari, dan Zen Hae.

Dari seluruh jumlah itu, beberapa buku diantaranya menarik untuk menjadi rekomendasi bacaan. Berikut adalah sejumlah buku sastra yang menarik untuk Genhype baca dan menjadi bahan diskusi di sekolah. 
 

1. Kisah Pak Supi, Kakek Pengungsi-S. Rukiah Kertapati

Kisah Pak Supi, Kakek Pengungsi merupakan novel yang terbit pertama kali pada 1961 karya penulis asal Purwakarta, S. Rukiah Kertapati. Buku ini berisi cerita mengharukan tentang hubungan Pak Supi dengan bocah-bocah pemberani yang diam-diam mengamatinya.

Pak Supi dikenal sebagai sosok kakek gelandangan yang dikucilkan oleh tetangganya. Mereka hanya punya cerita buruk tentang kakek gelandangan itu.

Namun, sekelompok bocah justru penasaran dan ingin tahu lebih tentang sosok Pak Supi. Akhirnya, mereka pun diam-diam menguntit sang kakek. Sejak itu, mereka justru bisa melihat sisi lain dari Pak Supi yang ternyata berhati baik. 
 

Sumber gambar: Ultimus

(Sumber gambar: Ultimus) 

2. Student Hidjo-Mas Marco Kartodikromo

Student Hidjo adalah novel terbitan 1981 karya penulis sekaligus wartawan Mas Marco Kartodikromo. Novel itu akhirnya diterbitkan ulang oleh Penerbit Narasi pada 2018. Student Hidjo bercerita tentang Hidjo, seorang anak saudagar pribumi yang bersekolah di Belanda atas keinginan orang tuanya dengan latar masa pergerakan menuju kemerdekaan.

Dalam perjalanannya belajar di Belanda, kehidupan yang dia tinggalkan di Tanah Air berjalan dengan ritmenya sendiri, mulai dari kehidupan tunangannya, kenalannya, sampai keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh kedua orang tuanya.

Hidjo sempat terbawa arus pergaulan kaum modern di Belanda. Namun, keteguhan hatinya akhirnya membawanya pada keputusan besar saat dia kembali ke Indonesia. 
 

3. Semua untuk Hindia-Iksaka Banu

Iksaka Banu adalah penulis yang karya-karyanya kerap menyoroti topik sejarah yang terlupakan atau terpinggirkan dalam narasi sejarah resmi. Semua untuk Hindia, yang terbit pada 2014, adalah kumpulan cerpen yang menggambarkan perjuangan sekelompok pemuda Hindia Belanda yang berjuang melawan penjajah.

Cerita-cerita pendek dalam buku ini mengungkapkan kisah heroik, cinta, dan pengorbanan dalam perjuangan mereka mencapai kemerdekaan. Setiap cerpen memperlihatkan semangat nasionalisme yang kuat di tengah kesulitan zaman penjajah. 
 

4. Saksi Mata-Seno Gumira Ajidarma

Seno Gumira Ajidarma merupakan penulis sekaligus jurnalis yang dikenal piawai merangkai kisah fiksi dengan kondisi sosial nyata, yang dilengkapi dengan pandangan kritisnya. Salah satu bukunya yang paling terkenal ialah Saksi Mata, yang diterbitkan pertama kali pada 2002.

Saksi Mata adalah kumpulan cerpen yang menggambarkan bentuk-bentuk penindasan, kekerasan, penderitaan, dan ketakutan yang berlatar belakang insiden Dili pada 12 November 1991.

Melalui karyanya ini, Seno menuliskan perjuangan para tokoh melewati berbagai peristiwa berdarah yang tidak mudah untuk dilalui. Cerita-cerita dalam cerpen ini juga berkaitan erat dengan zaman Orde Baru di mana banyak masyarakat tidak dapat bersuara.  

Baca juga: 5 Rekomendasi Novel Fiksi Sejarah Karya Sastrawan Populer Indonesia
 

Sumber gambar: Gramedia

(Sumber gambar: Gramedia)

5. Cintaku di Kampus Biru-Ashadi Siregar

Cintaku di Kampus Biru merupakan novel karya Ashadi Siregar yang semula berupa cerita bersambung dalam surat kabar Kompas pada 1972. Cerita bersambung itu akhirnya diterbitkan sebagai buku pada 1974 oleh Penerbit Gramedia Jakarta. 

Mengambil setting di Yogyakarta tepatnya di Universitas Gadjah Mada, Cintaku di Kampus Biru mengikuti kisah tentang Anton, mahasiswa yang tampan, periang, aktif, kocak, dan pintar.

Pembaca akan diajak menyelami kisah kehidupan Anton yang menghadapi sejumlah masalah di masa terakhir studinya, mulai dari kesulitan membiayai kuliahnya, hingga kisah cintanya yang pelik dengan Marini dan dosennya yang bernama Bu Yusnita.


6. Bumi Manusia-Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer adalah sastrawan terkemuka Indonesia yang dikenal berkat karya-karyanya yang menggambarkan kehidupan sosial-politik di bumi Nusantara. Novelnya yang berjudul Bumi Manusia merupakan bagian pertama dari serial Kuartet Buku yang ditulisnya selama berada di penjara pada masa Orde Baru.

Bumi Manusia menggambarkan kehidupan di Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, yang berfokus soal penindasan kolonial dan perjuangan kemerdekaan. Lewat novel yang diterbitkan pertama kali pada 1980 oleh Hasta Mitra itu, Pramoedya menggambarkan dengan jelas dan tajam perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme lewat tokoh bernama Minke.


7. Hikayat Kadiroen-Semaoen

Hikayat Kadiroen adalah novel yang ditulis oleh Semaoen pada 1918, saat dia dipenjara karena menggerakkan pemogokan buruh. Pria kelahiran Mojokerto itu memang dikenal sebagai pemuda yang aktif berorganisasi, sekaligus rajin turun ke jalan untuk menentang imperialisme yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. 

Buku ini adalah satu dari sedikit novel-politik yang pernah terbit di masa kolonial. Novel Hikayat Kadiroen yang terbagi dalam 7 bab ini berkisah tentang perjuangan anak muda bernama Kadiroen dalam usahanya membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan. Sebagai seorang mantri polisi yang notabene sebagai bagian dari pegawai kolonial, Kadiroen justru sangat peduli dan selalu berpihak pada rakyat kecil, miskin, dan menderita. 
 

8. Laut Bercerita-Leila Chudori

Laut Bercerita adalah novel karya penulis Leila Chudori yang terbit 2017. Pada 2020, novel itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan meraih penghargaan SEA Write Awards. Berlatar tahun 1990-an dan 2000-an, novel ini mengangkat kisah perjuangan sekelompok mahasiswa untuk menentang pemerintahan Orde Baru yang diktator dan antikritik.

Novel ini juga menceritakan bagaimana para mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Wirasena dan Winatra mendapatkan perlakuan kejam dan bengis dari aparat pemerintahan. Tidak hanya itu, novel ini pun merenungkan kembali akan hilangnya 13 aktivis yang sampai saat ini belum tak kunjung mendapatkan keadilan. 

Selain menceritakan tentang perlawanan mahasiswa pada masa Orde Baru, novel ini juga diwarnai dengan drama kehidupan anak muda mahasiswa tentang percintaan, persahabatan dan pengkhianatan. 

Baca juga: Abdul Hadi W.M. dan Pentingnya Kritikus dalam Ekosistem Sastra

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

5 Ide Seru & Hemat Menikmati Momen Long Weekend Waisak 2024

BERIKUTNYA

20 Kereta Api Tambahan Dikerahkan Periode Libur Panjang Waisak 2024, Cek Rutenya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: