Buku puisi Akhirnya Kita Seperti Dedaun. (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Resensi Buku Puisi Akhirnya Kita Seperti Dedaun, Abstraksi Yudhistira Massardi dalam Memaknai Hidup

20 May 2024   |   19:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Bagi penikmat sastra Indonesia, nama Yudhistira ANM Massardi, sepertinya sudah tidak asing di telinga. Penyair yang kerap berkolaborasi dengan Franky Sahilatua itu, memang piawai dalam menulis syair-syair puitis yang kelak juga dinyanyikan oleh musisi asal Surabaya itu.

Mulai nyastra sejak dekade 1970-an di Yogyakarta, menulis puisi bagi Yudhis memang sudah jadi laku hidup. Kebijaksanaan tutur dan lelakunya pun meresap dalam metafora kata. Abadi dalam buku kumpulan puisi terakhirnya, Akhirnya Kita Seperti Dedaun yang belum lama ini dirilis.

Baca juga: Resensi The Art of Letting Go, Belajar Seni untuk Melepaskan

Perkenalan saya dengan puisi-puisi Yudhis adalah saat mengikuti kelas kritik sastra, dan membaca sajak Sikat Giginya yang cukup surreal. Tahun berlalu, dan untuk kali pertama dan terakhir, saya bertemu dengan sastrawan serba bisa itu pada peringatan ulang tahunnya yang ke-70.

Bersama saudara kembarnya, Noorca Marendra Massardi, mereka meluncurkan buku puisi berjudul Dari Paris untuk Cinta, dan Akhirnya Kita Seperti Dedaun pada 28 Februari 2024. Namun, satu bulan berselang, Yudhis wafat tepatnya pada 2 April 2024.

Satu hari berselang, penulis mencoba membolak-balik antologi puisi terbarunya dan mencerap kristalisasi kata dari sastrawan sekaligus jurnalis  itu. Terdiri dari 70 puisi yang dibuat pada 2022-2023, kita akan menyelami kepekaan Yudhis merefleksikan sangkan paran, atau dari dan menuju ke mana hidup berakhir.

Ada nuansa liris saat membaca puisi-puisi di dalam buku ini. Terutama saat penyair mengungkai 70 tahun kehidupannya. Ada refleksi yang kadangkala tenang, tapi kerap juga tegas. Atau visual-visual yang terbayang samar saat membaca sajak-sajaknya yang pendek, seperti kota Paris hingga padang sabana yang jauh.

Misalnya lewat puisi, Akhirnya Kita (hlm 30) yang digunakan sebagai pembuka buku ini. Terdiri dari empat bait dan satu baris puisi di bagian akhir, kita seolah diajak untuk memasuki jalan spiritual, mengenai hubungan antara kehidupan dan kematian yang tersebar sebagai tema sejumlah puisinya.
 

Sastrawan Maman S. Mahayana mengatakan, kumpulan puisi Akhirnya Kita Seperti Dedaun Karya Yudhistira A.N.M. Massardi merupakan riak-riak kritik sosial. Kendati kritik tersebut tidak lantang disuarakan, tapi pembaca akan terpanggil untuk turut menyuarakan pesan kemanusiaan dari beberapa puisi di dalamnya.

Laiknya penyair-penyair sufi, Yudhis juga kerap memainkan metafora alih-alih menyampaikan pesan secara letterlijk. Namun, perlambang yang digunakan oleh sastrawan yang juga jurnalis itu tampak sederhana, seperti lewat metafora daun, embun, hujan, langit, musim, cicak, atau waktu dengan 'W' kapital.

Adapun, hal itu terefleksi lewat puisi seperti Rindu Seperti Maut (hlmn 57), Kalau Hujan Tiba (hlm 67), Di Sabana Seekor Kuda (hlm 96-97), atau Di Pantai Angke (hlm 104-105). Membaca larik-larik puisi di muka juga seperti diajak berbincang dari hati ke hati karena Yudhis lebih sering menggunakan bentuk jamak, kita bukan aku.

Keunikan dari puisi-puisi ini juga disusun lewat larik-larik pendek, dan sebagian lainnya dengan larik-larik panjang. Bahkan, sang penyair juga melakukan enjambemen, atau pemenggalan kalimat dan frasa untuk membangun kekuatan bunyi bunyi atau sengaja bersiasat, menyembunyikan pesannya, dan sekadar bermain tipografi.

"Sang penyair mencoba mempertemukan misteri kehidupan dan kematian; yang dapat dibayangkan dan yang entah, yang fana dan yang hendak abadi atau yang tampak sederhana, tetapi menyimpan kedalaman," kata pengamat sastra Maman S Mahayana saat diskusi peluncuran buku pada Kamis, (28/2/24) di Jakarta.

Akhir kata, membaca karya-karya Yudhis, kita akan diajak untuk kembali melihat bahwa puisi bukan semata klangenan tentang curahan hati atau kisah percintaan. Lebih dari itu, dalam karya terakhirnya ini kita diajak menikmati sublimasi berbagai peristiwa personal hingga umum yang memberi katarsis bagi pembaca dalam waktu yang singkat.
 
Data Buku
Judul: Akhirnya Kita Seperti Dedaun
Penulis:  Yudhistira ANM Massardi
Penyunting: Nizar Machyuzaar
Penata Letak: Tim Kreatif Mata Pelajar Indonesia
Tahun Terbit: Februari 2024
Jumlah Halaman: 156 halaman
Penerbit: Mata Pelajar Indonesia
ISBN:978-623-88670-4-2

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Sebentar Lagi, Cek Jadwal & Tiket BNI Java Jazz Festival 2024 Hari Pertama

BERIKUTNYA

STAYC Bersiap untuk Comeback Awal Juli 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: