Ilustrasi kota (Sumber gambar: Muhammad Rizki/Unsplash)

Penduduk Kota Padat Rentan Terkena Gangguan Stres, Ini Kata Psikolog

16 May 2024   |   10:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Baru-baru ini, perusahaan asuransi ekspatriat William Russell merilis daftar kota dengan tingkat stres paling tinggi di dunia. Dari 8 kota teratas, 4 kota diantaranya berasal dari India. Posisi pertama dan kedua masing-masing dipegang oleh Mumbai (India) dan Bangalore (India).

Kemudian posisi ketiga ditempati Nairobi (Kenya), disusul dengan Delhi (India) pada posisi keempat. Kairo (Mesir) menduduki posisi kelima, sementara Karachi (Pakistan) bertengger di posisi keenam.

Posisi ketujuh kembali ditempati oleh salah satu kota di India yakni Kolkata, dan Baghdad (Irak) duduk di posisi kedelapan. Sebanyak 8 kota teratas yang dinilai memiliki tingkat stres terpadat di dunia memiliki rentang poin stres 6,85 (tertinggi) hngga 6,44. Semakin mendekati 10 poin, maka tingkat stres dinilai makin tinggi.

Baca Juga: Pekerja Urban Wajib Tahu Penyebab dan Cara Mengatasi Commuting Stress

Adapun survei ini disusun berdasarkan pada estimasi baya hidup individu per bulan, persentase penduduk yang berbelanja lebih dari 10% pendapatan rumah tangga untuk biaya kesehatan, persentase penduduk di bawah garis kemiskinan, hingga pertimbangan lain seperti tingkat bunuh diri, kebersihan dan kerapihan kota, hingga kualitas taman.

Diketahui, daftar kota dengan tingkat stres tertinggi ini terkenal sebagai kota dengan penduduk terpadat dan mobilitas tinggi di dunia. Misalnya saja Mumbai (India) dengan populasi 21,2 juta, Kairo (Mesir) dengan jumlah penduduk 22,1 juta, hingga Delhi (India) dengan populasi 32,9 juta yang menempatkan mereka sebagai kota-kota terpadat di dunia.

Tingginya kepadatan penduduk tampak berkaitan dengan kondisi stress masyarakatnya. Lantas apa kaitannya?

Psikolog Klinik di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan & Anak (UPTD PPA) Depok Rolla Apnoza menjelaskan, faktor utama yang membuat tingkat stres melonjak di kota-kota terpadat adalah kepadatannya itu sendiri. Dengan kepadatan yang tinggi, orang-orang di dalamnya sendiri memiliki ruang gerak yang terbatas.

Faktor tata kota yang buruk, hingga stimulus yang berlebihan seperti polusi, suara berisik dari kendaraan, konstruksi bangunan, cahaya yag terlalu terang, dan sebagainya ikut mempengaruhi tingkat stres ini.

“Rumah-rumah warga dan gedung-gedung yang berdempetan juga membuat ruang terbuka yang makin sedikit. Selain itu, pastinya ada efek domino dari padatnya penduduk. Salah satunya adalah jumlah kendaraan yang terus bertambah di tengah ruas jalan yang masih segitu-segitu saja,” kata Rolla.

Rolla melanjutkan, dengan situasi ini, orang dengan mobilitas tinggi pada akhirnya tidak leluasa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sehingga, kondisi ini meningkatkan tingkat stres masyarakat kota-kota padat. Faktor tersembunyi seperti gaya hidup, mobilitas super cepat, ketersediaan tempat wisata, persaingan kerja, hingga rantai distribusi ketersediaan bahan pangan juga memicu stress yang kian inggi dan berdampak pada kesehatan mental.

“Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa kepadatan penduduk kota berkontribusi meningkatkan permasalahan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, bahkan bunuh diri,” imbuh Rolla.

Di kota-kota dengan populasi padat, masyarakat pun cenderung terbatas dalam efisiensi waktu. Banyak dari mereka yang waktunya abis di jalanan akibat kemacetan, ditambah faktor personal lain seperti keletihan bekerja. Tanpa disadari, Rolla menilai hal ini membuat masyarakat kota mengalami diskoneksi antara satu sama lain.

Mereka cenderung tidak memilik energi tambahan untuk berkomunikasi dengan orang lain dan memilih beristirahat. Mereka akhirnya memilih komunikasi secukupnya dan banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat saja.

“Ketika seseorang mengalami disconnect dengan orang lain, bahkan bisa jadi merasa terisolasi, merasa sendiri atau kesepian, pastinya juga meningkatkan stres dan permasalahan kesehatan mental,” jelas Rolla.


Kelola Stres Secara Mandiri

Meski Jakarta masih duduk di peringkat ke-41 dalam survei kota paling stres versi William Russell ini, upaya preventif mendorong masyarakat dalam pengelolaan stres sangat diperlukan. Menurut Rolla, masyarakat harus cermat beradaptasi menyeimbangkan diri dan memiliki kesadaran tinggi akan kesehatan mental.

Mereka disarankan lebih banyak terpapar dengan alam, berada di ruang-ruang hijau, dan membuat rumah menjadi nyaman dengan aneka tumbuhan kaya oksigen. Selain itu, masyarakat jua disarankan memperbaiki gaya hidup yang sehat, seperti berolahraga, dan menjaga asupan dengan makanan-makanan sehat.

Masyarakat direkomendasikan melatih pengendalian stres, misalnya dengan mempelajari relaksasi secara mandiri, hingga menyematkan menciptakan momentum positif di waktu terbatas. Misalnya dengan bercerita dengan pasangan atau keluarga, hingga bermain bersama anak.

Dari sisi pemerintah, Rolla berpendapat diperlukannya gerak masif dala menciptakan ruang-ruang terbuka yang lebh banyak di kota padat penduduk. Regulasi mengenai jumlah kendaraan pribadi dan mendorong masyarakat menggunakan kendaraan umum juga diperlukan di samping pentingnya menata ulang kota padat penduduk agar lebih ramah dan nyaman.

Baca Juga: Sering Terjebak Macet? Hati-hati dengan Traffic Stress Syndrome

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Alan Walker Bagikan Nomor WhatsApp Indonesia, Langsung Dibanjiri 15 Ribu Pesan

BERIKUTNYA

Catat, 3 Hal Ini Mesti Dikuasai Gen Z untuk Sukses di Dunia Kerja

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: