Hypeprofil Ario Bayu: Dedikasi & Komitmen untuk Perfilman Indonesia
13 May 2024 |
18:08 WIB
Setelah berakhirnya kepemimpinan Reza Rahadian, Festival Film Indonesia (FFI) memiliki nahkoda baru, yakni Ario Bayu. Aktor sekaligus model di dalam negeri itu akan membawa festival penghargaan bagi para sineas Indonesia dengan gaya kepemimpian yang adaptif dan menjadi caranya berkontribusi terhadap industri yang membesarkan namanya.
Ario terpilih sebagai ketua komite Festival Film Indonesia periode 2024-2026 setelah melewati proses yang tidak pendek. Pemeran Soeraja dalam serial berjudul Gadis Kretek itu harus menjawab berbagai pertanyaan terkait banyak hal sebelum mengemban amanah sebagai ketua komite.
Baca juga: Begini Proses Pemilihan Ario Bayu Sebagai Ketua Komite FFI 2024
Tugas Ario sebagai ketua komite tidak mudah. Industri perfilman Indonesia memiliki dinamika yang begitu kompleks dan memajukannya lewat Festival Film Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bagaimana juga, festival ini merupakan salah satu tolok ukur kesuksesan suatu film sebagai sebuah karya. Puluhan tahun yang lalu, Usmar Ismail bersama Djamaluddin Malik menyelenggarakan festival ini guna mengembangkan industri film Indonesia, memperbaiki mutu seni dan teknik film, dan menjalin hubungan baik dengan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Memasuki penyelenggaraan Festival Film Indonesia ke-70 pada 2025 nanti, Ario memiliki amanah dari para stakeholder, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi (Kemendikbud) serta Badan Perfilman Indonesia untuk lebih mendekatkan festival tersebut ke masyarakat.
Pemilik nama lengkap Ario Bayu Wicaksono itu mengungkapkan bahwa ada rasa kekhawatiran saat pertama kali dicalonkan menjadi salah satu kandidat ketua komite FFI 2024-2026. Namun, setelah melakukan diskusi dengan beberapa kawan, dia menyadari bahwa bahwa industri film telah berkontribusi terhadap kariernya.
“Saya sangat beruntung ada film, ada Festival Film Indonesia, dan ekosistem film, saya bisa menjadi manusia yang berfungsi dalam masyarakat, punya arti dalam masyarakat,” katanya.
Dengan melihat kenyataan-kenyataan itu, Ario berpikir tidak ada alasan untuk tidak berkontribusi kembali terhadap perfilman Indonesia dengan menjadi ketua komite Festival Film Indonesia periode 2024-2026. Keputusan mengambil jabatan ini diharapkannya dapat menjadi inspirasi dan wadah bagi orang-orang seperti diri pada saat dahulu sebagai kontribusi terhadap industri perfilman di dalam negeri.
Ario mengaku akan menggunakan pengalamannya terkait adminstratif dan organisatorial yang dimiliki untuk menjalankan amanah sebagai ketua komite. Pengalaman itu juga yang membuatnya hanya tinggal melakukan konsolidasi agar semua dapat berjalan dengan mulus.
Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin, dia mengaku akan lebih mengedepankan adaptabilitas mengingat FFI bukan lembaga seperti perusahaan. Cara memimpin yang adaptif diperlukan lantaran setiap masalah memiliki ruang dan solusi yang berbeda-beda.
Tidak hanya pada diri sendiri. Dia juga memiliki harapan para ketua bidang yang ada dalam komite FFI memiliki gaya adaptif ketika menjalankan fungsinya. “Kita bisa adaptif melihat situasi masalah yang ada,” ujarnya.
Bagi pria pemeran sosok Soekarno dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka! yang mendapatkan arahan dari sutradara Hanung Bramantyo itu, sejumlah tantangan akan dihadapi dalam menjalankan peran sebagai ketua komite.
Salah satu di antaranya adalah menjalankan sejumlah kegiatan strategis. Namun, beberapa anggota komite merupakan anggota baru dan harus beradaptasi. Sementara itu, tantangan yang lebih luas adalah komite ingin terus menjadikan FFI sebagai fasilitator bagi sineas Indonesia agar dapat tetap terus bangkit, sehingga mereka bisa meraih berbagai pencapaian yang baru.
Tidak hanya itu, komite juga ingin berkontribusi terhadap kemajuan ekosistem perfilman Indonesia pada saat ini. “Itu yang harus dikaji dan pastinya saya tidak bisa sendiri, dan kami komite tidak bisa sendiri. Perlu saran dan prespektif agar memiliki cara berpikir yang tidak singular,” katanya.
Ario mengaku meminta masukan dari beberapa pihak, termasuk ketua komite FFI yang pernah menjabat terkait dengan amanah yang diembannya. Dari mereka, dia memperoleh masukan-masukan dan perspektif yang akan berguna dalam menentukan arah FFI pada masa kepemimpinannya.
Dia mengungkapkan bahwa dirinya bersama anggota komite lain akan membuat beberapa program yang bisa mendekatkan Festival Film Indonesia kepada masyarakat luas. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mencintai film-film Indonesia.
Selain itu, program-program yang akan dibuat juga diharapkan dapat menjadikan dialog-dialog, cerita Indonesia, dan pihak-pihak marjinal bisa tetap disuarakan. Dia menekankan bahwa FFI adalah milik semua pihak sehingga diri ingin mengedepankan netralitas, akuntabilitas, dan juga transparansi.
Pada saat ini, festiva yang telah ada selama puluhan tahun itu memiliki fungsi sebagai festival film yang demokratis. Jadi, ajang ini menampung semua karya anak bangsa. Dengan begitu, tidak ada diskriminasi antara film populer dan tidak populer karena mengutamakan karya dan intrinsik dalam film.
Festival menjadi platform atau ruang demokratis bagi para pembuat film, masyarakat, atau penikmat film yang ingin menonton karya yang mungkin tidak bisa ditampilkan di ruang eksebisi populer seperti bioskop atau bioskop yang lebih terkenal.
Terkait dengan anggapan bahwa film festival tidak populer di mayarakat, dia menilai bahwa karya yang ditonton adalah cerminan minat masyarakat pada saat ini. Baginya, selera publik terhadap genre tertentu – seperti horor pada saat ini – tidak bisa disalahkan.
“Kami ingin terus mengedepankan dan menaikkan karya sinema dan cerita-cerita anak bangsa,” ujar pria yang mengaku tugas sebagai ketua komite FFI sebagai tantangan yang menggairahkan.
Baca juga: Garin Nugroho Gaet Ario Bayu Untuk Pertunjukan Cine-Concert Samsara di Singapura 10 Mei 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Ario terpilih sebagai ketua komite Festival Film Indonesia periode 2024-2026 setelah melewati proses yang tidak pendek. Pemeran Soeraja dalam serial berjudul Gadis Kretek itu harus menjawab berbagai pertanyaan terkait banyak hal sebelum mengemban amanah sebagai ketua komite.
Baca juga: Begini Proses Pemilihan Ario Bayu Sebagai Ketua Komite FFI 2024
Tugas Ario sebagai ketua komite tidak mudah. Industri perfilman Indonesia memiliki dinamika yang begitu kompleks dan memajukannya lewat Festival Film Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bagaimana juga, festival ini merupakan salah satu tolok ukur kesuksesan suatu film sebagai sebuah karya. Puluhan tahun yang lalu, Usmar Ismail bersama Djamaluddin Malik menyelenggarakan festival ini guna mengembangkan industri film Indonesia, memperbaiki mutu seni dan teknik film, dan menjalin hubungan baik dengan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Memasuki penyelenggaraan Festival Film Indonesia ke-70 pada 2025 nanti, Ario memiliki amanah dari para stakeholder, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi (Kemendikbud) serta Badan Perfilman Indonesia untuk lebih mendekatkan festival tersebut ke masyarakat.
Pemilik nama lengkap Ario Bayu Wicaksono itu mengungkapkan bahwa ada rasa kekhawatiran saat pertama kali dicalonkan menjadi salah satu kandidat ketua komite FFI 2024-2026. Namun, setelah melakukan diskusi dengan beberapa kawan, dia menyadari bahwa bahwa industri film telah berkontribusi terhadap kariernya.
“Saya sangat beruntung ada film, ada Festival Film Indonesia, dan ekosistem film, saya bisa menjadi manusia yang berfungsi dalam masyarakat, punya arti dalam masyarakat,” katanya.
Dengan melihat kenyataan-kenyataan itu, Ario berpikir tidak ada alasan untuk tidak berkontribusi kembali terhadap perfilman Indonesia dengan menjadi ketua komite Festival Film Indonesia periode 2024-2026. Keputusan mengambil jabatan ini diharapkannya dapat menjadi inspirasi dan wadah bagi orang-orang seperti diri pada saat dahulu sebagai kontribusi terhadap industri perfilman di dalam negeri.
Ario mengaku akan menggunakan pengalamannya terkait adminstratif dan organisatorial yang dimiliki untuk menjalankan amanah sebagai ketua komite. Pengalaman itu juga yang membuatnya hanya tinggal melakukan konsolidasi agar semua dapat berjalan dengan mulus.
Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin, dia mengaku akan lebih mengedepankan adaptabilitas mengingat FFI bukan lembaga seperti perusahaan. Cara memimpin yang adaptif diperlukan lantaran setiap masalah memiliki ruang dan solusi yang berbeda-beda.
Tidak hanya pada diri sendiri. Dia juga memiliki harapan para ketua bidang yang ada dalam komite FFI memiliki gaya adaptif ketika menjalankan fungsinya. “Kita bisa adaptif melihat situasi masalah yang ada,” ujarnya.
Bagi pria pemeran sosok Soekarno dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka! yang mendapatkan arahan dari sutradara Hanung Bramantyo itu, sejumlah tantangan akan dihadapi dalam menjalankan peran sebagai ketua komite.
Salah satu di antaranya adalah menjalankan sejumlah kegiatan strategis. Namun, beberapa anggota komite merupakan anggota baru dan harus beradaptasi. Sementara itu, tantangan yang lebih luas adalah komite ingin terus menjadikan FFI sebagai fasilitator bagi sineas Indonesia agar dapat tetap terus bangkit, sehingga mereka bisa meraih berbagai pencapaian yang baru.
Tidak hanya itu, komite juga ingin berkontribusi terhadap kemajuan ekosistem perfilman Indonesia pada saat ini. “Itu yang harus dikaji dan pastinya saya tidak bisa sendiri, dan kami komite tidak bisa sendiri. Perlu saran dan prespektif agar memiliki cara berpikir yang tidak singular,” katanya.
Ario mengaku meminta masukan dari beberapa pihak, termasuk ketua komite FFI yang pernah menjabat terkait dengan amanah yang diembannya. Dari mereka, dia memperoleh masukan-masukan dan perspektif yang akan berguna dalam menentukan arah FFI pada masa kepemimpinannya.
Dia mengungkapkan bahwa dirinya bersama anggota komite lain akan membuat beberapa program yang bisa mendekatkan Festival Film Indonesia kepada masyarakat luas. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mencintai film-film Indonesia.
Selain itu, program-program yang akan dibuat juga diharapkan dapat menjadikan dialog-dialog, cerita Indonesia, dan pihak-pihak marjinal bisa tetap disuarakan. Dia menekankan bahwa FFI adalah milik semua pihak sehingga diri ingin mengedepankan netralitas, akuntabilitas, dan juga transparansi.
Pada saat ini, festiva yang telah ada selama puluhan tahun itu memiliki fungsi sebagai festival film yang demokratis. Jadi, ajang ini menampung semua karya anak bangsa. Dengan begitu, tidak ada diskriminasi antara film populer dan tidak populer karena mengutamakan karya dan intrinsik dalam film.
Festival menjadi platform atau ruang demokratis bagi para pembuat film, masyarakat, atau penikmat film yang ingin menonton karya yang mungkin tidak bisa ditampilkan di ruang eksebisi populer seperti bioskop atau bioskop yang lebih terkenal.
Terkait dengan anggapan bahwa film festival tidak populer di mayarakat, dia menilai bahwa karya yang ditonton adalah cerminan minat masyarakat pada saat ini. Baginya, selera publik terhadap genre tertentu – seperti horor pada saat ini – tidak bisa disalahkan.
“Kami ingin terus mengedepankan dan menaikkan karya sinema dan cerita-cerita anak bangsa,” ujar pria yang mengaku tugas sebagai ketua komite FFI sebagai tantangan yang menggairahkan.
Baca juga: Garin Nugroho Gaet Ario Bayu Untuk Pertunjukan Cine-Concert Samsara di Singapura 10 Mei 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.