Bisa Kurangi Polusi Udara, Yuk Lihat Potensi Indonesia Jadi Surga Energi Hijau Dunia
30 April 2024 |
12:12 WIB
Permasalahan polusi udara menjadi pembicaraan hangat masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak sedikit yang kemudian mengusulkan berbagai upaya untuk menekan polusi tersebut, salah satunya dengan mulai beralih ke energi hijau.
Penggunaan energi hijau bisa membuat penggunaan energi fosil, yang cenderung menghasilkan polusi dan masalah lain, bisa lebih berkurang.
Baca juga: Mengintip 4 Langkah Menuju Transisi Energi Ramah Lingkungan
Sayangnya, transisi energi masih menjadi ambisi yang tak mudah diwujudkan, tak terkecuali oleh Indonesia. Sebab, sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah surganya energi hijau karena beragamnya alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi Indonesia mengatakan potensi Indonesia untuk memanfaatkan energi hijau atau energi baru terbarukan (EBT) sangatlah besar. Namun, tantangannya juga besar.
“Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam, untuk mendukung ketahanan energi nasional,” ungkap Agus Cahyono dalam Bisnis Indonesia BUMN Forum 2024 bertema Penguatan Kontribusi BUMN untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Menurut Agus, Indonesia bisa memanfaatkan energi hijau di banyak pulau di Indonesia. Misalnya, untuk energi surya, Indonesia bisa mendapatkanna di daerah NTT, Kalbar, dan Riau yang memiliki radiasi cukup tinggi. Potensi energi surya di Indonesia bisa mencapai 3.294 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 573,8 MW.
Sementara itu, untuk energi hidro telah tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, utamanya Kaltara, NAD, SUmbar, Sumut, dan Papua. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 95 GW dan pemanfaatannya mencapai 6.784,2 MW.
Untuk bioenergi juga tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik berupa produk utama, limbah lahan perhutanan atau perkebunan, limbah di industri. Jenis potensinya meliputi biofuel, biomassa, dan biogas. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 57 GW dan pemanfaatannya mencapai 3.195,4 MW.
Lalu, untuk energi angin, Indonesia bisa memanfaatkan daerah seperti NTT, Kalsel, Jabar, Sulses, NAD, dan Papua. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 155 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 154 MW.
Kemudian, untuk energi panas bumi, beberapa wilayah yang merupakan ring of fie, seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Yogyakarta bisa menjadi lumbung energi ini. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 23 GW dan pemanfaatannya mencapai 2.417,7 MW.
Terakhir, untuk energi laut lebih tersebar lagi di berbagai wilayah Indonesia, terutama Yogyakarta, NTT, NTB, dan Bali. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 63 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 0 MW.
Agus mengatakan selama ini tantangan dalam pemanfaatan energi hijau adalah inovasi dan good engineering practices yang perlu ditingkatkan, ketersediaan infrastruktur, supply & demand, pendanaan, dan dinamika sosial.
“Namun, saat ini berkomitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat,” imbuhnya.
AVP Perencanaan Sistem Kelistrikan PLN Warsono mengatakan pihaknya juga terus melakukan monitoring agar pemanfaatan energi hijau, khususnya yang berkaitan dengan perusahananya bisa lebih dimanfaatkan.
Sejauh ini, kata Warsono, PLN telah mencapai pengurangan 39 Mton emisi CO2 melalui penerapan inisiatif-inisiatif utama perusahaannya. “PLN juga masih akan membangun lebih banyak kapasitas pembangkit energi terbarukan, dengan total 21 GW yang direncanakan pada 2023-2030,” terangnya.
Sementara itu, komitmen serupa juga diungkap oleh Direktur Utama Pertamina New & Renewable Energy John Anis. Dia mengatakan Pertamina berupaya untuk menjaga ketahanan energi dengan membangun kapasitas pasokan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, pihaknya juga ingin terus mengurangi defisit neraca perdangangan migas dengan meningkatkan penggunaan sumber energi dalam negeri. Lalu, terus melakukan dekarbonisasi dengan efisiensi energi dan transisi.
“Mengantisipasi bauran energi EBT yang lebih tinggi dari 9,2 persen pada 2019 menjadi 17,7 persen pada 2030, Pertamina menambah dan memperluas portofolio Energi Hijau dalam negeri, antaralain bioenergi, gas bumi, panas bumi. Alokasi investasi untuk Bisnis Ramah Lingkungan mencapai 14,5 persen dari total belanja modal (2022-2030),” ungkapnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Penggunaan energi hijau bisa membuat penggunaan energi fosil, yang cenderung menghasilkan polusi dan masalah lain, bisa lebih berkurang.
Baca juga: Mengintip 4 Langkah Menuju Transisi Energi Ramah Lingkungan
Sayangnya, transisi energi masih menjadi ambisi yang tak mudah diwujudkan, tak terkecuali oleh Indonesia. Sebab, sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah surganya energi hijau karena beragamnya alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi Indonesia mengatakan potensi Indonesia untuk memanfaatkan energi hijau atau energi baru terbarukan (EBT) sangatlah besar. Namun, tantangannya juga besar.
“Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam, untuk mendukung ketahanan energi nasional,” ungkap Agus Cahyono dalam Bisnis Indonesia BUMN Forum 2024 bertema Penguatan Kontribusi BUMN untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Menurut Agus, Indonesia bisa memanfaatkan energi hijau di banyak pulau di Indonesia. Misalnya, untuk energi surya, Indonesia bisa mendapatkanna di daerah NTT, Kalbar, dan Riau yang memiliki radiasi cukup tinggi. Potensi energi surya di Indonesia bisa mencapai 3.294 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 573,8 MW.
Sementara itu, untuk energi hidro telah tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, utamanya Kaltara, NAD, SUmbar, Sumut, dan Papua. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 95 GW dan pemanfaatannya mencapai 6.784,2 MW.
Untuk bioenergi juga tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik berupa produk utama, limbah lahan perhutanan atau perkebunan, limbah di industri. Jenis potensinya meliputi biofuel, biomassa, dan biogas. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 57 GW dan pemanfaatannya mencapai 3.195,4 MW.
Lalu, untuk energi angin, Indonesia bisa memanfaatkan daerah seperti NTT, Kalsel, Jabar, Sulses, NAD, dan Papua. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 155 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 154 MW.
Kemudian, untuk energi panas bumi, beberapa wilayah yang merupakan ring of fie, seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Yogyakarta bisa menjadi lumbung energi ini. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 23 GW dan pemanfaatannya mencapai 2.417,7 MW.
Terakhir, untuk energi laut lebih tersebar lagi di berbagai wilayah Indonesia, terutama Yogyakarta, NTT, NTB, dan Bali. Potensi energi ini di Indonesia bisa mencapai 63 GW, tetapi sayangnya pemanfaatannya baru 0 MW.
Agus mengatakan selama ini tantangan dalam pemanfaatan energi hijau adalah inovasi dan good engineering practices yang perlu ditingkatkan, ketersediaan infrastruktur, supply & demand, pendanaan, dan dinamika sosial.
“Namun, saat ini berkomitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat,” imbuhnya.
AVP Perencanaan Sistem Kelistrikan PLN Warsono mengatakan pihaknya juga terus melakukan monitoring agar pemanfaatan energi hijau, khususnya yang berkaitan dengan perusahananya bisa lebih dimanfaatkan.
Sejauh ini, kata Warsono, PLN telah mencapai pengurangan 39 Mton emisi CO2 melalui penerapan inisiatif-inisiatif utama perusahaannya. “PLN juga masih akan membangun lebih banyak kapasitas pembangkit energi terbarukan, dengan total 21 GW yang direncanakan pada 2023-2030,” terangnya.
Sementara itu, komitmen serupa juga diungkap oleh Direktur Utama Pertamina New & Renewable Energy John Anis. Dia mengatakan Pertamina berupaya untuk menjaga ketahanan energi dengan membangun kapasitas pasokan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, pihaknya juga ingin terus mengurangi defisit neraca perdangangan migas dengan meningkatkan penggunaan sumber energi dalam negeri. Lalu, terus melakukan dekarbonisasi dengan efisiensi energi dan transisi.
“Mengantisipasi bauran energi EBT yang lebih tinggi dari 9,2 persen pada 2019 menjadi 17,7 persen pada 2030, Pertamina menambah dan memperluas portofolio Energi Hijau dalam negeri, antaralain bioenergi, gas bumi, panas bumi. Alokasi investasi untuk Bisnis Ramah Lingkungan mencapai 14,5 persen dari total belanja modal (2022-2030),” ungkapnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.