Sederet sampul album musik yang dipacak dalam pameran No Music, Noise! di Matawaktu (Sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Hypereport: Pameran No Music, Noise! Hadirkan Sampul Vinyl Album Populer Dunia

20 April 2024   |   23:07 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Yayasan Riset Visual Matawaktu resmi membuka pameran No Music, Noise! dalam rangka menyambut Record Store Day (RSD) pada Sabtu, (20/4/2024). Berkolaborasi dengan Getback Parlour, ekshibisi ini memacak sederet sampul piringan hitam (vinyl) dari album musisi dunia dan Indonesia.

Pameran bernuansa audio seni rupa ini memfokuskan pada kelahiran subkultur lagu-lagu pop dunia yang awalnya dirilis dalam format fisik. Ini diwakili dengan peredaran album Beatles, Sgt.Peppers Lonely Heart Club Band, pada Mei 1967 yang kelak mempengaruhi generasi bunga global. 

Baca juga: Hypereport: Perjalanan Record Store Day Indonesia, Pesta Rilisan Fisik Album Musik Paling Dinanti Kolektor

Founder Matawaktu, Oscar Motuloh mengatakan, musik sebagai medium ekspresi, telah menjadi bagian penting dalam perkembangan budaya yang turut membangun peradaban modern. Oleh karena itu, publik perlu untuk terus merawat dan mengapresiasi segala bentuk rilisan fisik yang dibuat oleh para musisi agar tetap lestari.

Tak hanya itu, sejak digulirkan pada 2007 di Amerika, momentum RSD juga terus meluas ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Hal inilah yang memengaruhi pasang surut penjualan album musik dalam berbagai medium fisik seperti compact disk (CD), kaset, dan piringan hitam di berbagai toko musik. 
 
 

Menurut Oscar, pengelanaan musik pop Indonesia juga berlangsung penuh drama. Ini bermula dari kebijakan pemerintahan Orde Lama yang anti musik barat, karena dianggap sebagai bentuk penjajahan budaya kapitalis-kolonialisme. Sampai musik pop Indonesia kelak menemukan jati dirinya sendiri. 

Salah satu tonggak penting dari sejarah tersebut adalah hadirnya album Guruh Gipsy pada 1977. Sebab, sajian musikalitas fine-dining yang diprakarsai Guruh Soekarnoputra dan Geng Pegangsaan dengan pusat etno musik itu cukup banyak mempengaruhi perkembangan budaya musik pop hari ini.

"Pameran ini juga untuk mengingatkan kembali bahwa generasi milenial telah membangkitkan kembali vinyl bagan dari budaya populer kita. Sebab, mereka beranggapan vinyl menawarkan eksplorasi pengalaman alami yang berbeda ketimbang menikmati medium yang lebih modern seperti kaset dan CD," katanya.
 

hah

Founder Matawaktu Oscar Motuloh saat membuka pameranNo Music, Noise!  (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Selaras, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengatakan, pameran sampul album ini juga mengingatkan kembali bahwa karya musik merupakan konsep kerja kolaboratif. Sebab, dalam perilisan album, musisi juga bekerja sama dengan fotografer, desainer, dan yang lain hingga diapresiasi masyarakat. 

Di samping itu, ekshibisi ini juga bukan sekadar membuka ingatan publik terhadap ekspresi yang luar biasa dari seni musik. Pasalnya sampul album vinyl juga memberi nuansa tersendiri lewat ukurannya yang cukup, sehingga bisa dieksplorasi oleh pekerja kreatif sebagai medium ekspresi dari sudut pandang seni rupa secara spesifik.

"Ini juga mengindikasikan bahwa musik dulunya telah menjadi bagian dari living bukan hanya lifestyle. Jadi satu cara hidup, di mana musik juga berkolaborasi dengan radio swasta, seniman-senimannya juga lokal. Inilah yang mungkin jarang diketahui publik pada era industri streaming ini," katanya.

Selain pameran dan penjualan koleksi vinyl, ekshibisi ini juga akan meneroka lebih jauh mengenai tradisi sejarah perilisan album fisik di Tanah Air. Salah satunya lewat diskusi publik dengan mengundang musisi hingga pekerja kreatif lain untuk membagikan pengalaman mereka dalam berkarya. 

Baca juga: Hypereport: Cerita Jay Subyakto Jadi Kolektor Vinyl & Kekagumannya pada Album Guruh Gipsy

Adapun, pameran ini turut menghadirkan koleksi dari Awan Simatupang, Hari Pochang, Indra Ameng, Indra Malaon, dan Jay Subyakto. Selain itu, ada pula koleksi Oscar Motuloh, Ridho Hafiedz, Tony Prabowo, Zaindra Zainal, dan Zummar Muzammil yang dipacak untuk menyibak jalan dengan pelita lintas budaya audio Indonesia. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Rekomendasi 5 Pet Cafe di Jakarta, Cocok Jadi Tempat Nongkrong Bareng Anabul

BERIKUTNYA

Hypereport: Kunci Sukses Berbisnis dari Para Pengusaha Perempuan Muda Inspiratif

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: