Sebagai seniman yang kerap bersinggungan dengan ragam kolektif seni, Jay juga memiliki klangenan mengoleksi piringan hitam (vinyl). (sumber gambar JIBI/Eusebio Chrysnamurti)

Hypereport: Cerita Jay Subyakto Jadi Kolektor Vinyl & Kekagumannya pada Album Guruh Gipsy

20 April 2024   |   14:04 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Bagi kalangan publik seni, nama Jay Subyakto tidak bisa dipandang sebelah mata. Lelaki kelahiran 24 Oktober 1960 merupakan fotografer sekaligus produser kenamaan Indonesia. Jay, telah malang melintang di lanskap kerja kreatif dengan beragam karya seperti foto, pertunjukan, hingga film.

Dikenal sebagai seniman multitalenta, Jay merupakan lulusan pendidikan arsitektur Universitas Indonesia. Kiprahnya di bidang seni dimulai saat menggarap video klip bertajuk Pergilah Kasih milik alm. Chrisye yang menjadi video musik Indonesia pertama, yang ditayangkan di channel MTV Asia. 

Baca juga: Hypereport: 20 Toko Tempat Berburu Rilisan Fisik Eksklusif Record Store Day Indonesia 20 April 2024

Pada 2008, Jay juga menyutradarai video musik Anggun yang berjudul Berganti Hati. Video tersebut merupakan video pertama di Indonesia yang menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex). Pada 2017, Jay juga menggarap film dokumenter Banda: The Dark Forgotten Trail yang dirilis di Netflix.

Sebagai seniman yang kerap bersinggungan dengan ragam kolektif seni, Jay juga memiliki klangenan mengoleksi piringan hitam (vinyl). Salah satunya adalah album Guruh Gipsy yang dibuat ada dekade 70-an. Album ini merupakan salah satu album musik terbaik ke-2 sepanjang masa di Indonesia menurut majalah Rolling Stone.
 

ahaha

Jay Subyakto saat ditemui Hypeabis.id di Yayasan Matawaktu Jakarta. (sumber gambar JIBI/Eusebio Chrysnamurti)

Meski hobi mengoleksi vinyl, tapi ada pengalaman yang cukup lucu bagi Jay. Sebab, saat mulai mengoleksi piringan hitam, dia belum memiliki turntable atau alat pemutar vinyl. Oleh karena itu, dia hanya memburu rilisan album fisik berupa kaset atau compact disk (CD) yang harganya juga lebih ekonomis.

"Kalau cerita Guruh Gipsy ini, saya memang beli kasetnya. Karena album ini hebat banget baik dari segi musikalitas hingga packaging-nya. Bahkan udah dipikirin ada buku dan pembuatan grafis yang bagus. Tapi entah kenapa kaset itu hilang," katanya saat ditemui Hypeabis.id.

Namun karena Jay juga sering berkolaborasi dengan Guruh, akhirnya dia mendapat lagi kaset yang sama dari sang musisi. Kendati begitu niatnya untuk mengoleksi piringan hitam dari album yang direkam di Laboratorium Pengembangan dan Penelitian Audio Visual Tri Angkasa juga tidak surut, dan terus berburu di berbagai tempat di Jakarta.

Syahdan, Jay berkeliling Blok M untuk mencari album-album rilisan fisik. Untung tak dapat ditolak, ternyata dia mendapatkan album Guruh Gipsy dengan harga Rp5 juta yang sudah diinginkan dari dulu. Padahal, dia sempat melihat rilisan album ini dibanderol dua kali lipat di salah satu loka pasar.

"Ini baru sebenarnya belinya. Baru beberapa bulanlah. Karena saya lihat di salah satu marketplace kan harganya sekitar Rp10 jutaan. Akhirnya saya dapatkan apa yang selama ini saya cari," katanya.

Baca juga: Hypereport: Menilik Sejarah Record Store Day, Pesta Rilisan Fisik Album Musik Digelar 20 April 2024


Cerita Unik Album Guruh Gipsy

Menurut Jay, album Guruh Gipsy juga memiliki cerita unik tersendiri baginya. Salah satunya saat dia ingin memainkan repertoar tersebut di Candi Prambanan dengan mengundang hampir semua personel Guruh Gipsy pada 1986. Sayangnya, karena waktu itu masih zaman Orde Baru, Guruh dilarang untuk ikut tampil di atas panggung.

Selain entitas Guruh Gipsy, Jay juga mengundang Kompiang Raka yang ikut andil dalam pembuatan album tersebut. Kompiang Raka adalah maestro seni musik tradisional gamelan dan tari Bali, yang telah kolaborasi dengan berbagai musisi dan seniman dari berbagai genre, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

"Guruh hanya pernah main sekali secara live di album yang dia buat ini. Yaitu pagelaran Untukmu Indonesiaku, meski komposisi-komposisi yang dimainkan tidak sebanyak saat konser Candi Prambanan," terangnya.
 

Koleksi album Guruh Gipsy milik Jay Subyakto yang akan dipamerkan dalam ekshibisi No Music, Noise! di Matawaktu (sumber gambar

Koleksi album Guruh Gipsy milik Jay Subyakto yang akan dipamerkan dalam ekshibisi No Music, Noise! di Matawaktu (sumber gambar JIBI/Eusebio Chrysnamurti)
 

Kendati album Guruh Gipsy terus diburu kolektor dan harganya makin selangit, ironisnya album vinyl yang beredar saat ini merupakan album bajakan. Sebab menurut penulis dan pengamat musik Denny Sakrie, saat pertama kali rilis album ini hanya dicetak sebanyak 5.000 kaset beserta buklet pengantar yang terdiri atas 32 halaman.

Jay juga mengkonfirmasi hal tersebut. Pasalnya, saat dia dan Erwin Gutawa meminta izin sang musisi untuk merekam kembali album Guruh Gipsy dengan memakai rekaman aslinya, Guruh memberi tahu bahwa master dari album tersebut hilang tidak diketahui rimbanya. 

Dari sinilah proyek yang Jay gagas pada dekade 90-an itu tidak berlanjut. Sebab, jika memanfaatkan kaset yang ada hasilnya tidak akan maksimal. Namun, pada 2006 Shadoks Record, sebuah label kecil yang menetap di Jerman justru merilis album Guruh Gipsy dalam format piringan hitam tanpa seizin sang empu. 

Baca juga: Hypereport: Record Store Day Indonesia Luncurkan 43 Rilisan Album Fisik Eksklusif, Cek Daftarnya

"Saya kagum banget dengan Guruh Gipsy. Sebab, Guruh waktu itu baru umur 25 tahun saat membuat album ini. Ironisnya, album vinyl yang sekarang beredar itu hasil bajakan record label dari Jerman. Jadi vinyl ini ilegal sebenarnya. Guruh juga tidak mendapat apa-apa." katanya.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Hypereport: SORE Rilis Album Piringan Hitam di Record Store Day Indonesia

BERIKUTNYA

Hypereport: Perjalanan Record Store Day Indonesia, Pesta Rilisan Fisik Album Musik Paling Dinanti Kolektor

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: