Hypereport: Jaminan Produk Kuliner Halal di Destinasi Wisata Ramah Muslim
14 April 2024 |
15:40 WIB
Selama bertahun-tahun wisata halal selalu menjadi destinasi favorit umat muslim di seluruh dunia untuk berlibur. Mengutip Kemenparekraf RI, wisata halal atau halal tourism merupakan paket layanan tambahan atau extended services amenitas yang ditunjukkan dan diberikan untuk memenuhi pengalaman dan keinginan wisatawan muslim.
Adapun layanan tambahan tersebut meliputi need to have, seperti makanan halal dan fasilitas untuk salat, dan good to have seperti toilet yang ramah bagi wisatawan umat muslim.
“Wisata halal atau halal tourism memfokuskan pada layanan tambahan yang disediakan oleh pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif agar bisa sesuai dengan kategori halal," ujar Alexander Reyaan, Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Potensi Indonesia Kembangkan Desa Wisata & Pariwisata Ramah Muslim
2. Hypereport: Negara-negara Populer Tujuan Wisatawan Muslim Dunia
3. Hypereport: Sejarah Wisata Halal Dunia & Indonesia, Pariwisata Ramah Pelancong Muslim
4. Hypereport: Menengok Potensi Bisnis Hotel Syariah di Indonesia
5. Hypereport: Menengok Potensi Bisnis Hotel Syariah di Indonesia
Berdasarkan data yang dirilis oleh Global Islamic Economy 2019, Indonesia dan Malaysia berada di peringkat satu sebagai negara dengan potensi wisata halal terbaik dunia. Indonesia disebut memiliki dua keunggulan di bidang wisata halal, yaitu komunikasi seperti publikasi dan promosi dan services atau layanan. Kedua poin ini bisa menjadi modal Indonesia untuk bisa terus mengoptimalkan potensi wisata halal.
Sebagai upaya mewujudkan kawasan wisata halal di berbagai daerah di Indonesia, Kemenparekraf menggandeng LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) untuk memastikan produk makanan dan minuman di daerah tujuan wisata benar-benar terjamin kehalalannya.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Pertama adalah pembekalan dan sosialisasi terhadap para pelaku usaha kuliner tentang pentingnya produk halal. Kedua, tersedianya fasilitas penginapan atau hotel yang berkonsep syariah.
Khusus untuk kuliner, LPPOM MUI memebrikan sosialisasi dan edukasi untuk pelaku usaha kuliner supaya mau mengurus sertifikat halal MUI. Langkah berikutnya adalah memetakan sektor bisnis yang perlu dilakukan sertifikasi halal, yakni kuliner yang selama ini menjadi unggulan di setiap daerah tujuan wisata.
Misalnya di Yogyakarta, kuliner yang paling populer adalah gudeg dan bakpia dan di Palembang ada pempek dan tekwan. Oleh karena itu, sasaran sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI adalah produk-produk kuliner tersebut.
"Apalagi sampai Oktober 2026 nanti, MUI mewajibkan barang gunaan telah memiliki srtifikasi halal," kata Adie.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), barang gunaan termasuk dalam kategori produk yang wajib disertifikasi halal. Barang gunaan yang wajib disertifikasi halal, yakni sesuatu yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan yang berasal dari unsur hewan atau mengandung unsur hewan.
"Khusus untuk UMKM, pemerintah melalui BPJH telah memulai program 10 juta sertifikat halal gratis untuk pelaku UMKM dan pendampingan proses produk halal self declare," katanya.
Self Declare adalah pernyataan status halal produk oleh pelaku usaha. Namun, mereka tidak serta merta dapat menyatakan produknya halal. Tetap ada mekanisme yang mengaturnya, yakni wajib dilakukan pendampingan oleh pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang terdaftar serta proses penetapan halal oleh Komisi Fatwa MUI.
Lebih lanjut Chef Adie memaparkan, bisa dibilang Indonesia cukup tertinggal dengan negara-negara yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Mereka sangat totalitas merancang pariwisata ramah muslim yang di dalamnya ada kuliner halal seperti halal food street, sementara negara kita masih mengejar target sertifikasi.
"Padahal setelah mendapatkan sertifikasi halal, belum selesai sampai di sana. Sekarang banyak yang melakukan sertifikasi atas dasar keharusan saja, padahal dalam pelaksanaannya belum tentu menggunakan bahan-bahan yang dihalalkan," ujarnya.
Chef Adie lantas menekankan pentingnya kehadiran halal chef yang memang paham mengenai bahan makanan dan proses pengolahannya yang menerapkan jaminan halal sesuai syariat Islam. Sebab, walaupun bahan makanannya sudah tersertifikasi halal, apabila cara pengolahannya sembarangan maka belum tentu aman dikonsumsi umat muslim.
“Jadi belum tentu (bahan makanan) yang tersertifikasi halal itu benar-benar halal kalau cara produksinya tidak sesuai, karena memang ada beberapa yang najis, ini yang harus dihindari,” jelas chef Adie.
Seorang halal chef minimal harus tahu tentang penyelia halal, yakni adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Proses Produk Halal. Mereka akan menentukan kehalalan bahan baku makanan yang akan digunakan. Misalnya daging, dari mana kita tahu bahwa dagingnya halal sementara kita tidak melihat proses pemotongannya, apakah dilakukan sesuai syariat Islam atau tidak.
"Haram dan halal itu harus jelas, jika masih samar artinya syubhat, kalau dalam Al-Qur'an sendiri apapun itu yang masih samar-samar, bisa dikategorikan haram," kata Chef Adie.
Selain itu, halal chef juga harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan menu makanan halal yang lezat dan cocok dengan lidah semua orang. Apalagi kini sudah banyak substitusi bahan baku nonhalal yang dipakai untuk memasak seperti minyak babi, sake, mirin, dan lainnya.
"Mereka bisa membuat versi halal dari bahan-bahan tersebut tanpa mengurangi rasanya, di situlah tingkat kreativitas tertinggi seorang halal chef," ujarnya.
“Kawasan kuliner halal ini diharapkan akan menjadi daya tarik warga untuk berkunjung, karena menyajikan makanan dan minuman yang halal,” kata Ahmad Abubakar dari Baznas, dikutip dari laman resmi LPPOM MUI.
Seluruh UMKM yang menawarkan produknya di area tersebut, telah mendapatkan bimbingan teknis sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM MUI. Kegiatan pelatihan sertifikasi halal ini tujuannya untuk membimbing dan membina para UMKM agar mereka dapat mengikuti regulasi sehubungan dengan kehalalan produk yang dipasarkan.
Selain di Jakarya, KKH juga ada di Bandung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menginisiasi pengembangan zona kuliner halal, berkolaborasi dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Bandung. Diharapkan zona kuliner halal dapat meningkatkan perekonomian dan pariwisata Kota Bandung.
Kawasan Kuliner Halal Kota Bandung berlokasi di Tamansari dan sekitarnya yang diperuntukkan sebagai zona wisata halal yang terintegrasi. Pada kawasan Tamansari dan sekitarnya banyak sekali tempat-tempat menarik yang bisa jadi jalur wisata, seperti Masjid Salman ITB, dan pusat perbelanjaan lainnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Adapun layanan tambahan tersebut meliputi need to have, seperti makanan halal dan fasilitas untuk salat, dan good to have seperti toilet yang ramah bagi wisatawan umat muslim.
“Wisata halal atau halal tourism memfokuskan pada layanan tambahan yang disediakan oleh pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif agar bisa sesuai dengan kategori halal," ujar Alexander Reyaan, Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Potensi Indonesia Kembangkan Desa Wisata & Pariwisata Ramah Muslim
2. Hypereport: Negara-negara Populer Tujuan Wisatawan Muslim Dunia
3. Hypereport: Sejarah Wisata Halal Dunia & Indonesia, Pariwisata Ramah Pelancong Muslim
4. Hypereport: Menengok Potensi Bisnis Hotel Syariah di Indonesia
5. Hypereport: Menengok Potensi Bisnis Hotel Syariah di Indonesia
Berdasarkan data yang dirilis oleh Global Islamic Economy 2019, Indonesia dan Malaysia berada di peringkat satu sebagai negara dengan potensi wisata halal terbaik dunia. Indonesia disebut memiliki dua keunggulan di bidang wisata halal, yaitu komunikasi seperti publikasi dan promosi dan services atau layanan. Kedua poin ini bisa menjadi modal Indonesia untuk bisa terus mengoptimalkan potensi wisata halal.
Sebagai upaya mewujudkan kawasan wisata halal di berbagai daerah di Indonesia, Kemenparekraf menggandeng LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) untuk memastikan produk makanan dan minuman di daerah tujuan wisata benar-benar terjamin kehalalannya.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Pertama adalah pembekalan dan sosialisasi terhadap para pelaku usaha kuliner tentang pentingnya produk halal. Kedua, tersedianya fasilitas penginapan atau hotel yang berkonsep syariah.
Khusus untuk kuliner, LPPOM MUI memebrikan sosialisasi dan edukasi untuk pelaku usaha kuliner supaya mau mengurus sertifikat halal MUI. Langkah berikutnya adalah memetakan sektor bisnis yang perlu dilakukan sertifikasi halal, yakni kuliner yang selama ini menjadi unggulan di setiap daerah tujuan wisata.
Misalnya di Yogyakarta, kuliner yang paling populer adalah gudeg dan bakpia dan di Palembang ada pempek dan tekwan. Oleh karena itu, sasaran sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI adalah produk-produk kuliner tersebut.
Jaminan Produk Halal di Kawasan Kuliner Halal
Chef Adie Miartadi, ketua ICCI (Islamic Chef and Culinary Indonesia) memaparkan, orang-orang makin jeli memastikan ada atau tidak adnya label halal pada makanan. Oleh karenanya, keberadaan kawasan kuliner halal di destinasi wisata akan sangat memudahkan umat muslim."Apalagi sampai Oktober 2026 nanti, MUI mewajibkan barang gunaan telah memiliki srtifikasi halal," kata Adie.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), barang gunaan termasuk dalam kategori produk yang wajib disertifikasi halal. Barang gunaan yang wajib disertifikasi halal, yakni sesuatu yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan yang berasal dari unsur hewan atau mengandung unsur hewan.
"Khusus untuk UMKM, pemerintah melalui BPJH telah memulai program 10 juta sertifikat halal gratis untuk pelaku UMKM dan pendampingan proses produk halal self declare," katanya.
Self Declare adalah pernyataan status halal produk oleh pelaku usaha. Namun, mereka tidak serta merta dapat menyatakan produknya halal. Tetap ada mekanisme yang mengaturnya, yakni wajib dilakukan pendampingan oleh pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang terdaftar serta proses penetapan halal oleh Komisi Fatwa MUI.
Lebih lanjut Chef Adie memaparkan, bisa dibilang Indonesia cukup tertinggal dengan negara-negara yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Mereka sangat totalitas merancang pariwisata ramah muslim yang di dalamnya ada kuliner halal seperti halal food street, sementara negara kita masih mengejar target sertifikasi.
"Padahal setelah mendapatkan sertifikasi halal, belum selesai sampai di sana. Sekarang banyak yang melakukan sertifikasi atas dasar keharusan saja, padahal dalam pelaksanaannya belum tentu menggunakan bahan-bahan yang dihalalkan," ujarnya.
Chef Adie lantas menekankan pentingnya kehadiran halal chef yang memang paham mengenai bahan makanan dan proses pengolahannya yang menerapkan jaminan halal sesuai syariat Islam. Sebab, walaupun bahan makanannya sudah tersertifikasi halal, apabila cara pengolahannya sembarangan maka belum tentu aman dikonsumsi umat muslim.
“Jadi belum tentu (bahan makanan) yang tersertifikasi halal itu benar-benar halal kalau cara produksinya tidak sesuai, karena memang ada beberapa yang najis, ini yang harus dihindari,” jelas chef Adie.
Seorang halal chef minimal harus tahu tentang penyelia halal, yakni adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Proses Produk Halal. Mereka akan menentukan kehalalan bahan baku makanan yang akan digunakan. Misalnya daging, dari mana kita tahu bahwa dagingnya halal sementara kita tidak melihat proses pemotongannya, apakah dilakukan sesuai syariat Islam atau tidak.
"Haram dan halal itu harus jelas, jika masih samar artinya syubhat, kalau dalam Al-Qur'an sendiri apapun itu yang masih samar-samar, bisa dikategorikan haram," kata Chef Adie.
Selain itu, halal chef juga harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan menu makanan halal yang lezat dan cocok dengan lidah semua orang. Apalagi kini sudah banyak substitusi bahan baku nonhalal yang dipakai untuk memasak seperti minyak babi, sake, mirin, dan lainnya.
"Mereka bisa membuat versi halal dari bahan-bahan tersebut tanpa mengurangi rasanya, di situlah tingkat kreativitas tertinggi seorang halal chef," ujarnya.
Kawasan Kuliner Halal di Indonesia
Kawasan Kuliner Halal (KKH) yang menjadi destinasi wisata umat muslim di Jakarta berlokasi di daerah Matraman, Jakarta Pusat, tepatnya di dekat Masjid Matraman yang bersejarah. Dimotori oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kawasan ini memiliki lebih dari 42 pelaku UMKM.“Kawasan kuliner halal ini diharapkan akan menjadi daya tarik warga untuk berkunjung, karena menyajikan makanan dan minuman yang halal,” kata Ahmad Abubakar dari Baznas, dikutip dari laman resmi LPPOM MUI.
Seluruh UMKM yang menawarkan produknya di area tersebut, telah mendapatkan bimbingan teknis sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM MUI. Kegiatan pelatihan sertifikasi halal ini tujuannya untuk membimbing dan membina para UMKM agar mereka dapat mengikuti regulasi sehubungan dengan kehalalan produk yang dipasarkan.
Selain di Jakarya, KKH juga ada di Bandung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menginisiasi pengembangan zona kuliner halal, berkolaborasi dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Bandung. Diharapkan zona kuliner halal dapat meningkatkan perekonomian dan pariwisata Kota Bandung.
Kawasan Kuliner Halal Kota Bandung berlokasi di Tamansari dan sekitarnya yang diperuntukkan sebagai zona wisata halal yang terintegrasi. Pada kawasan Tamansari dan sekitarnya banyak sekali tempat-tempat menarik yang bisa jadi jalur wisata, seperti Masjid Salman ITB, dan pusat perbelanjaan lainnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.