Pameran Harmony in Hues dihelet di WTC 3 Jakarta pada 12 Maret sampai 31 Mei 2024. (sumber gambar Hypeabus.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Cermin Elastisitas Budaya & Agama dalam Pameran Harmony in Hues di WTC Jakarta

08 April 2024   |   10:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sejarah masuknya Islam di Nusantara tidak terlepas dari akulturasi budaya. Peran para alim ulama yang menyebarkan syiar dengan metode kesenian, membuat corak keislaman di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain. Ada sistem nilai yang khas yang saat ini masih dipegang oleh masyarakat dalam mengamalkan ajaran tersebut.

Momen inilah sekiranya yang ingin ditampilkan kembali dalam pameran Harmony in Hues di WTC Jakarta pada 12 Maret-31 Mei 2024 yang diprakarsai ISA Art Gallery. Ekshibisi ini mencoba memaknai keterhubungan dan kesatuan yang melekat dalam warisan budaya dan Islam Indonesia, khususnya lewat seni rupa.

Total terdapat tujuh seniman ternama yang ikut meramaikan pameran seni yang berani melampaui batas-batas konvensional itu. Mereka adalah Agus Zimo, Arahmaiani, Carla Agustina, Faisal Kamandobat, Nasirun, dan Prihatmoko Moki yang menghadirkan perspektif dan kreasi unik pada karya-karya yang dipamerkan. 

Baca juga: Kritik Ekologi & Ekspresi Seni Bagus Pandega di Pameran O
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Isa Art (@isaart.id)


Misalnya lewat karya Prihatmoko Moki, Sajadah Primbon Betaljemur Adammakna (batik, 115x75 cm, 2021). Karya ini merupakan seri turunan dari proyek Moki saat menyelami sejarah syiar Islam di Jawa. Berusaha mendedah elastisitas agama yang cair, seri karya ini merupakan turunan dari proyek cerita bergambar yang dikerjaan bersama mendiang Gunawan Maryanto.

Bermula pada 2015 usai menjalani residensi naik haji, Moki mempelajari bagaimana agama dapat bersifat cair, atau menyatu dengan kepribadian masyarakat. Arkian, Gunawan Maryanto menyodorkan sebuah naskah yang ditulis oleh Ki Carik Narawita yang dikenal sebagai kitab Primbon Jawa. Dari sinilah lahir cergam Prajurit Yogya dan Betaljemur Adammakna.

"Jadi semua sajadah ini menggambarkan penggalan cerita dalam cergam tersebut. Ada beberapa adegan tersirat juga yang saya gambarkan untuk mengkritik politisasi agama hingga polarisasi yang belakangan ini marak kita jumpai" katanya.

Seniman Nasirun lain lagi. Dia memacak lukisan berjudul Sujud – Wirid Kendang (mixed media on canvas, 140x180 cm, 2016). Menampilkan ciri khas gaya lukisannya yang bercorak sureal ekspresif, sang perupa seolah memberi penghormatan atau mengenang mendiang Sujud Kendang.

Bagi masyarakat Yogyakarta, Sujud Kendang merupakan sosok legendaris yang oleh Butet Kertaradjasa dijuluki Pengamen Agung. Namun, sebagai seniman jalanan, Sujud cenderung lebih suka menganggap dirinya sebagai 'PPRT' atau Pemungut Pajak Rumah Tangga, sembari menyanyikan lagu dari rumah ke rumah.
 

Karya Nasirun Berjudul  Sujud – Wirid Kendang

Karya Nasirun Berjudul Sujud – Wirid Kendang.  (sumber gambar Hypeabus.id/Prasetyo Agung Ginanjar) 

Refleksi Nasirun terhadap Sujud diwujudkan dengan menempelkan gambar sang pengamen dalam berbagai pose. Perupa sufistik ini juga merespon gambar tersebut dengan lukisan yang mengimak sosok lelaki yang sedang melaksanakan ibadah. Nuansa yang ditampilkan seolah menggambarkan situasi hubungan manusia dengan liyan dan Tuhan.

Momen situasi yang vertikal dan horizontal ini juga terejawantah dalam karya Agus Zimo berjudul Waiting Bus (oil on canvas 120x100 cm). Agak komikal, karya bertarikh 2023 itu menggambarkan kelimun orang dari berbagai lapisan sosial masyarakat yang sedang menunggu bus di sebuah halte. Lukisan ini seolah menggambarkan momen  tahunan mudik.

Uniknya, sang seniman seperti membuat semacam komik dengan menabrakkan realitas lewat karakter yang nyata dan yang fiksi. Seperti hadirnya sosok Batman, Slash pemain gitar Guns N' Roses atau karakter unik lain. Di samping itu, di latar belakang halte, Agus juga menggambar ulang lukisan masyhur Picasso, Guernica.

Asisten Project Manager ISA Art Gallery, Ningtyas Benita memberi catatan kurasinya mengenai tema Harmony in Hues. Dari setiap karya yang dipacak, pameran ini menghadirkan palet warna yang berubah menjadi metafora yang hidup. Terutama dalam menangkap esensi keterhubungan pada warisan budaya dan Islam Indonesia yang beragam.

"Lebih dari sekadar eksplorasi harmoni visual, pameran ini ingin mencapai integrasi mendalam antara budaya lokal dan tradisi Islam. Ekshibisi ini juga ingin melampaui batas-batas konvensional, dimana publik diajak untuk menyelami perpaduan warna, budaya, dan agama yang menawan," tuturnya.

Baca juga: Menikmati Hubungan Seni & Ekologi dalam Pameran Ireland's Eye 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Profil Jairo Riedewald, Pemain Crystal Palace yang Disebut Bakal Dinaturalisasi Timnas

BERIKUTNYA

Microsoft Kembangkan Chatbot AI untuk Xbox, Ini Keunggulannya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: