Mengenal Bagus Pandega, Seniman Muda yang Haus Eksplorasi
04 April 2024 |
08:30 WIB
Nama Bagus Pandega dalam dunia seni rupa kontemporer Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Seniman kelahiran Jakarta, 13 Juni 1985 itu terus menghadirkan eksplorasi karya-karya unik dengan media baru yang jarang dipikirkan oleh seniman lain di Indonesia.
Memulai karier sebagai pematung, secara perlahan dia kerap membuat berbagai karya dalam konsep elektronika. Tak hanya itu, Bagus Pandega juga sering menampilkan berbagai elemen yang khas dari karya-karya eksperimentalnya yang bersisian dengan art and sound hingga penggunaan cahaya.
Baca juga: Kritik Ekologi & Ekspresi Seni Bagus Pandega di Pameran O
Terbaru, seniman yang saat ini mukim di Bandung itu juga mengeksplorasi karya seni media baru di Galeri ROH Project, Jakarta. Karya itu, dipaparkan untuk pers pada Sabtu (9/3/24), dan dibuka untuk publik pada 13 Maret sampai 28 April 2024.
Bagus Pandega merupakan seniman lulusan S1 Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) jurusan seni rupa patung di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2008. Jenjang S2 dari seniman yang kini mukim di Bandung tersebut juga ditamatkan di sekolah tinggi teknik pertama di Indonesia itu.
Secara profesional, Bagus terjun ke dunia seni pada 2008. Dia mengatakan, inspirasi karya-karyanya berangkat dari hal-hal yang ditemui dan dialaminya. Mulai dari hal kecil hingga hal besar yang selalu memacu tangan dinginnya untuk membuat visual rupa yang khas.
Selama malang melintang di dunia seni, Bagus tak hanya berpameran di dalam negeri, tapi juga skala internasional. Di antaranya seperti di Singapura, Manila, Amsterdam, Beirut, Utrecht, hingga Stuttgart. Bahkan, dia turut berpameran di Documenta Fifteen, Hübner areal, Kassel, Jerman pada 2022.
Tiga tahun sebelumnya, bersama sang istri, Kei Imazu, Bagus juga berkolaborasi membuat karya bertajuk Artificial Green by Nature Green. Secara umum, karya yang terdiri dari panel hijau, beberapa variabel dimensi seperti canvas, hologram, dan pohon palem di dalam sebuah ruangan.
Garis besar dari karya ini adalah fenomena perubahan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Yaitu proses perubahan iklim yang disebabkan adanya penebangan pohon secara massal yang mengakibatkan deforestasi. Karya ini dilengkapi perangkat mesin lukis yang akan menampilkan karya fenomena faktual hutan dan spesies di dalamnya yang perlahan kehilangan habitatnya di hutan Indonesia.
Berkat kerja kerasnya menggeluti dunia seni rupa, Bagus telah menerima sejumlah penghargaan di antaranya Prize for Excellence VOCA Museum Royal Ueno 2009, Finalis, Biennale Indonesian Art Awards 2010, Finalis 25 besar. Lalu, Bandung Contemporary Art Awards 2011, Nominasi Soewardja Awards 2011, Juara 3 Bandung Contemporary Art Awards 2 2012, hingga Kinutani Koji Award 5 Encouragement Award koran Mainichi Shimbun 2015.
Sepanjang kariernya Bagus juga memperlihatkan karya seperti Absence of Fear(2013), A Man and A Woman(2014), Analogue Living (2014), A Tea Poi on MOO (2016), Autism Spectrum (2011), behind The Movement (2014).
Ada pula Breadman’s Automation (2016), Bygone (2016), Childhood Mixed Fantasy(2016), Chubibolala (2014), Clandestine Transgression Series: The Anthology, The Lust, The Melody, The Ordinary, The Mind (2015), Delay Relay (2016) dan masih banyak lainnya.
Baca juga: Bagus Pandega, Seniman Patung Lokal yang Gelar Pameran Hingga ke Mancanegara
Editor: Dika Irawan
Memulai karier sebagai pematung, secara perlahan dia kerap membuat berbagai karya dalam konsep elektronika. Tak hanya itu, Bagus Pandega juga sering menampilkan berbagai elemen yang khas dari karya-karya eksperimentalnya yang bersisian dengan art and sound hingga penggunaan cahaya.
Baca juga: Kritik Ekologi & Ekspresi Seni Bagus Pandega di Pameran O
Terbaru, seniman yang saat ini mukim di Bandung itu juga mengeksplorasi karya seni media baru di Galeri ROH Project, Jakarta. Karya itu, dipaparkan untuk pers pada Sabtu (9/3/24), dan dibuka untuk publik pada 13 Maret sampai 28 April 2024.
Bagus Pandega merupakan seniman lulusan S1 Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) jurusan seni rupa patung di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2008. Jenjang S2 dari seniman yang kini mukim di Bandung tersebut juga ditamatkan di sekolah tinggi teknik pertama di Indonesia itu.
Secara profesional, Bagus terjun ke dunia seni pada 2008. Dia mengatakan, inspirasi karya-karyanya berangkat dari hal-hal yang ditemui dan dialaminya. Mulai dari hal kecil hingga hal besar yang selalu memacu tangan dinginnya untuk membuat visual rupa yang khas.
Selama malang melintang di dunia seni, Bagus tak hanya berpameran di dalam negeri, tapi juga skala internasional. Di antaranya seperti di Singapura, Manila, Amsterdam, Beirut, Utrecht, hingga Stuttgart. Bahkan, dia turut berpameran di Documenta Fifteen, Hübner areal, Kassel, Jerman pada 2022.
Tiga tahun sebelumnya, bersama sang istri, Kei Imazu, Bagus juga berkolaborasi membuat karya bertajuk Artificial Green by Nature Green. Secara umum, karya yang terdiri dari panel hijau, beberapa variabel dimensi seperti canvas, hologram, dan pohon palem di dalam sebuah ruangan.
Garis besar dari karya ini adalah fenomena perubahan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Yaitu proses perubahan iklim yang disebabkan adanya penebangan pohon secara massal yang mengakibatkan deforestasi. Karya ini dilengkapi perangkat mesin lukis yang akan menampilkan karya fenomena faktual hutan dan spesies di dalamnya yang perlahan kehilangan habitatnya di hutan Indonesia.
Berkat kerja kerasnya menggeluti dunia seni rupa, Bagus telah menerima sejumlah penghargaan di antaranya Prize for Excellence VOCA Museum Royal Ueno 2009, Finalis, Biennale Indonesian Art Awards 2010, Finalis 25 besar. Lalu, Bandung Contemporary Art Awards 2011, Nominasi Soewardja Awards 2011, Juara 3 Bandung Contemporary Art Awards 2 2012, hingga Kinutani Koji Award 5 Encouragement Award koran Mainichi Shimbun 2015.
Sepanjang kariernya Bagus juga memperlihatkan karya seperti Absence of Fear(2013), A Man and A Woman(2014), Analogue Living (2014), A Tea Poi on MOO (2016), Autism Spectrum (2011), behind The Movement (2014).
Ada pula Breadman’s Automation (2016), Bygone (2016), Childhood Mixed Fantasy(2016), Chubibolala (2014), Clandestine Transgression Series: The Anthology, The Lust, The Melody, The Ordinary, The Mind (2015), Delay Relay (2016) dan masih banyak lainnya.
Baca juga: Bagus Pandega, Seniman Patung Lokal yang Gelar Pameran Hingga ke Mancanegara
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.