Boyong Karya Seni Media Baru, Bagus Pandega Gelar Pameran Tunggal O di ROH Project
12 March 2024 |
15:30 WIB
Seniman kontemporer Bagus Pandega kembali menggelar pameran tunggal lewat pendekatan seni new media. Mengambil tajuk O (lingkaran), perupa jebolan ITB itu memacak tujuh karya instalasi unik pada 13 Maret sampai 28 April 2024 di Galeri ROH Project, Jakarta.
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Hyperpnea Green (2024) yang dibuat untuk memproduksi oksigen murni. Pada instalasi dua bilah lingkaran itu, terpampang sulur selang dan kabel yang dihubungkan dengan sebuah tabung berisi air dan batuan mineral.
Baca juga: Profil Bagus Pandega, Seniman Patung Lokal yang Gelar Pameran Hingga ke Mancanegara
Sementara itu, di bagian tengah karya yang menggantung di udara itu terdapat tabung kompresor yang berdekatan dengan Sansevieria. Sansevieria atau Lidah Mertua merupakan tanaman yang bisa meminimalkan kandungan karbondioksida dan memaksimalkan oksigen di dalam suatu ruangan.
Arkian, udara yang terdapat di ruang pamer lalu u disalurkan ke tabung-tabung berisi air. Bagus menggunakan metode dan perangkat teknologi untuk menyedot dan memampatkannya ke dalam sebuah tabung kompresor. Komposisi tersebut lalu diurai untuk dipetik kandungan oksigen murninya.
"Karya ini terinspirasi dari momen Covid-19, saat itu kita tahu banyak masyarakat yang kekurangan tabung oksigen. Penggunaan tanaman ini juga menjadi bentuk awareness kita terhadap isu-isu lingkungan," katanya saat ditemui Hypeabis.id.
Masih membawa isu terkait panedmi Covid Bagus juga membuat instalasi Ocularflux/2 (2024). Tampak ledang, fokus karya ini memperlihatkan visual ekspresi mata para perawat dan dokter usai pagebluk berakhir. Gambar tersebut lalu diproyeksikan ke sebuah LED billboard bekas yang hanya terdiri dari tiga warna.
Uniknya, proyeksi mata tersebut digerakkan oleh tanaman Walisongo (Heptapleurum actinophyllum) yang terhubung lewat kabel-kabel optik di tangkai dan ranting pohon. Hasilnya, adalah warna-warna RGB atau warna populer yang terdiri dari tiga elemen warna dasar. Yaitu merah, hijau, dan biru yang juga lekat dengan dunia elektronik, grafis, dan komputer.
Menurut Bagus pemilihan mata sebagai bagian dari objek karyanya karena saat pandemi ekspresi mata yang hanya bisa terlihat oleh liyan. Sebab, saat itu sebagian besar masyarakat menutup mulut mereka dengan masker, sehingga ekspresi seperti senyum, marah, kecewa, dan yang lain terefleksi lewat mata.
"Lewat tiga warna yang terefleksi di mata tersebut aku juga ingin membagikan pengalaman abstrak dan real di waktu yang sama. Sebab saat didekati, warna billboard akan jadi abstrak, begitupun sebaliknya," katanya.
Lain dari itu, Bagus juga memacak karya video berjudul Nio (2024). Berdurasi 8 menit 9 detik, karya ini merekam proses penyepuhan nikel pada sebuah patung orang utan yang terbuat dari kuningan. Selama proses tersebut, dari tubuh patung tampak gelembung udara yang bergerak ke atas.
Keluarnya gelembung udara dari tubuh patung juga disertai melekatnya partikel nikel. Lama kelamaaan korosi di patung mengelupas dan nikel melapisi tubuh patung berukuran mini itu. Objek patung orang utan secara tidak sengaja ditemukan oleh Bagus saat melabang ke toko-toko barang antik di Jalan Surabaya, Jakarta.
Saat diperhatikan, karya Nio jadi semacam ironi di Indonesia di mana proses penambangan mineral bumi seringkali mengabaikan kelestarian alam. Bahkan, imbas dari kegiatan destruktif tersebut justru menyebabkan deforestasi hutan yang bakal berimbas pada keberlangsungan ekosistem di sekitar tambang.
Kritikus seni Harry Burke, asal Amerika Serikat, yang menulis kuratorial untuk pameran ini mengatakan, nikel memiliki peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Terlebih saat ini semua negara berlomba-lomba untuk berpindah menggunakan energi terbarukan yang diolah dari nikel.
Kendati bertujuan untuk pembuatan kendaraan ramah lingkungan, tapi lewat Nio sang seniman seolah ingin memberi kritik pada negara terkait harga yang harus dibayar. Yaitu terputusnya simbiosisme antara alam dan manusia yang saat ini semakin kentara dengan berbagai fenomena perubahan iklim di sekujur bumi.
"Lewat pameran ini Bagus menganjurkan cara yang lebih pluralistik untuk memahami alat yang digunakan untuk membentuk lingkungan kita. Melalui pendekatan ini, seniman berupaya membuka teknologi terhadap kerapuhan dunia yang menjadi bagian darinya," kata Burke.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Hyperpnea Green (2024) yang dibuat untuk memproduksi oksigen murni. Pada instalasi dua bilah lingkaran itu, terpampang sulur selang dan kabel yang dihubungkan dengan sebuah tabung berisi air dan batuan mineral.
Baca juga: Profil Bagus Pandega, Seniman Patung Lokal yang Gelar Pameran Hingga ke Mancanegara
Sementara itu, di bagian tengah karya yang menggantung di udara itu terdapat tabung kompresor yang berdekatan dengan Sansevieria. Sansevieria atau Lidah Mertua merupakan tanaman yang bisa meminimalkan kandungan karbondioksida dan memaksimalkan oksigen di dalam suatu ruangan.
Arkian, udara yang terdapat di ruang pamer lalu u disalurkan ke tabung-tabung berisi air. Bagus menggunakan metode dan perangkat teknologi untuk menyedot dan memampatkannya ke dalam sebuah tabung kompresor. Komposisi tersebut lalu diurai untuk dipetik kandungan oksigen murninya.
"Karya ini terinspirasi dari momen Covid-19, saat itu kita tahu banyak masyarakat yang kekurangan tabung oksigen. Penggunaan tanaman ini juga menjadi bentuk awareness kita terhadap isu-isu lingkungan," katanya saat ditemui Hypeabis.id.
Karya Bagus Pandega berjudul Ocularflux/2 (2024) (simber gambar ROH Project)
Uniknya, proyeksi mata tersebut digerakkan oleh tanaman Walisongo (Heptapleurum actinophyllum) yang terhubung lewat kabel-kabel optik di tangkai dan ranting pohon. Hasilnya, adalah warna-warna RGB atau warna populer yang terdiri dari tiga elemen warna dasar. Yaitu merah, hijau, dan biru yang juga lekat dengan dunia elektronik, grafis, dan komputer.
Menurut Bagus pemilihan mata sebagai bagian dari objek karyanya karena saat pandemi ekspresi mata yang hanya bisa terlihat oleh liyan. Sebab, saat itu sebagian besar masyarakat menutup mulut mereka dengan masker, sehingga ekspresi seperti senyum, marah, kecewa, dan yang lain terefleksi lewat mata.
"Lewat tiga warna yang terefleksi di mata tersebut aku juga ingin membagikan pengalaman abstrak dan real di waktu yang sama. Sebab saat didekati, warna billboard akan jadi abstrak, begitupun sebaliknya," katanya.
Lain dari itu, Bagus juga memacak karya video berjudul Nio (2024). Berdurasi 8 menit 9 detik, karya ini merekam proses penyepuhan nikel pada sebuah patung orang utan yang terbuat dari kuningan. Selama proses tersebut, dari tubuh patung tampak gelembung udara yang bergerak ke atas.
Cuplikan video berjudul Nio (2024) karya Bagus Pandega (Sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Keluarnya gelembung udara dari tubuh patung juga disertai melekatnya partikel nikel. Lama kelamaaan korosi di patung mengelupas dan nikel melapisi tubuh patung berukuran mini itu. Objek patung orang utan secara tidak sengaja ditemukan oleh Bagus saat melabang ke toko-toko barang antik di Jalan Surabaya, Jakarta.
Saat diperhatikan, karya Nio jadi semacam ironi di Indonesia di mana proses penambangan mineral bumi seringkali mengabaikan kelestarian alam. Bahkan, imbas dari kegiatan destruktif tersebut justru menyebabkan deforestasi hutan yang bakal berimbas pada keberlangsungan ekosistem di sekitar tambang.
Kritikus seni Harry Burke, asal Amerika Serikat, yang menulis kuratorial untuk pameran ini mengatakan, nikel memiliki peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Terlebih saat ini semua negara berlomba-lomba untuk berpindah menggunakan energi terbarukan yang diolah dari nikel.
Kendati bertujuan untuk pembuatan kendaraan ramah lingkungan, tapi lewat Nio sang seniman seolah ingin memberi kritik pada negara terkait harga yang harus dibayar. Yaitu terputusnya simbiosisme antara alam dan manusia yang saat ini semakin kentara dengan berbagai fenomena perubahan iklim di sekujur bumi.
"Lewat pameran ini Bagus menganjurkan cara yang lebih pluralistik untuk memahami alat yang digunakan untuk membentuk lingkungan kita. Melalui pendekatan ini, seniman berupaya membuka teknologi terhadap kerapuhan dunia yang menjadi bagian darinya," kata Burke.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.