Hypeprofil Mira Hoeng: Menghidupkan Mimpi & Berbagi Kebahagiaan lewat Jenama MIWA Pattern
31 March 2024 |
10:00 WIB
Siang itu, Mira Hoeng tampak anggun mengenakan setelan baju cheongsam dengan rok span selutut. Baju bermotif naga yang dikenakannya itu tampak mencolok dengan sentuhan warna-warni yang ceria. Dia melengkapi penampilannya dengan sepatu heels berwarna merah.
Sebagai desainer, Mira memang tergila-gila dengan motif dan warna. Karya-karya tekstilnya di bawah jenama MIWA Pattern dikenal karena desain motifnya yang unik dalam sapuan warna-wara cerah yang menyala. Ragam motif dan eksplorasi warna itu merupakan hasil karya lukisnya yang dituangkan secara manual.
Baca juga: Hypeprofil Edy Sulistyo: dari Programmer Jadi Techpreneur
Kepada Hypeabis.id, Mira mengatakan nama MIWA Pattern diambil dari dua kata yakni 'miwa' dan 'pattern'. Miwa merupakan panggilan Mira saat kecil, sementara kata pattern dalam bahasa Inggris memiliki arti pola atau motif.
"Karena ini sebenarnya cita-cita dari kecil sejak umur 13 tahun. I know one day, aku akan punya brand yang semua gambarnya, gambar [hasil karya] tangan aku," katanya.
Ya, meski baru berdiri pada 2016 ketika usia Mira sudah menginjak kepala tiga, MIWA Pattern adalah wujud impiannya sejak kecil yang berkeinginan untuk menjadi pengusaha di bidang tekstil. Hal itu tidak terlepas dari latar belakang keluarganya yang merupakan pebisnis tekstil.
Mira menjadi penerus generasi ketiga bisnis tekstil keluarganya. Ketertarikannya pada dunia tekstil mendorongnya untuk menempuh studi Desain Tekstil di Lasalle Collage of the Arts di Singapura, serta mendalami Seni Serat, Tekstil, dan Tenun di The Open University di Inggris.
Namun, setelah lulus, Mira tak lantas benar-benar menggeluti dunia tekstil. Dia justru bekerja di beberapa perusahaan swasta multinasional, salah satunya Walt Disney di Singapura dan Indonesia. Di rumah produksi raksasa itu, Mira bekerja sebagai Product Development Manager selama hampir tiga tahun.
Beban kerja yang berat membuat Mira jatuh sakit, dan membuatnya memutuskan untuk berhenti bekerja demi memulihkan kesehatannya. Di tengah kondisi tersebut, keinginan dan impian masa kecilnya menyeruak dalam dirinya. Keinginan untuk melahirkan jenama tekstil sendiri semakin mengusiknya.
Dia pun tersadar bahwa selama sibuk bekerja kantoran, dia berhenti menggambar, satu hobi yang dilakoninya sejak umur 2 tahun. Mira kemudian mencoba kembali menggambar. Pelan-pelan mengumpulkan lagi pernak-pernik peralatan menggambar yang tak lagi dia miliki. Meski sempat gugup untuk mulai menggambar lagi, Mira akhirnya menemukan kembali dunianya. Pijar dalam hidupnya perlahan kembali menyala.
Akhirnya, setelah rutin menggambar dan berkarya serta mendapatkan dorongan dari orang tuanya, Mira mendirikan jenama MIWA Pattern pada 2016. Brand tersebut menawarkan beragam produk tekstil seperti item fesyen mulai dari blouse, outer, hingga dress, serta aksesoris seperti scarf, topi, tas, dan syal.
Mira menuturkan semua motif dan warna yang ada pada produk tekstil MIWA Pattern merupakan hasil karya desain tangannya sendiri, yang terinspirasi dari kebaikan alam. "Tagline kami adalah happines in pattern, yaitu menyebarkan kebahagiaan lewat motif-motifnya," jelasnya.
Menariknya, setiap produk yang dirilis MIWA Pattern terbilang eksklusif lantaran hanya diproduksi 8 potong untuk tiap model. Tiap tiga bulan sekali, hadir koleksi baru. Sementara itu, untuk pakaian bordir, Mira membuat desain berbeda setiap potongnya, baik dari model kerah, potongan lengan, maupun siluet. Setiap baju dibuat unik. Bisa saja hanya satu pembeli yang memiliki motif atau model tertentu.
Hal itu lantaran semua motif dan eksplorasi warna digambar oleh Mira secara spontan, tidak dikonsep ataupun disketsa terlebih dahulu. Semua itu mengalir begitu saja dari hati dan pikirannya. Plus, motif-motif yang hadir juga secara tidak langsung menjadi wujud pendewasaan diri Mira dalam memandang kehidupan.
"Menggambar itu pekerjaan hati, jadi makanya menurutku ini adalah proses pembelajaran seumur hidup. Ke depannya, gambar-gambarku pastinya akan berubah terus," ucapnya.
Meski koleksinya silih berganti, motif-motif yang hadir dalam produk MIWA Pattern memiliki benang merah. Desain motif yang digambar Mira selalu memiliki cerita dan filosofi, yang kebanyakan terinspirasi dari alam mulai dari dunia bawah laut, bunga-bunga, hutan, dan gunung yang dituangkan menggunakan warna-warna cerah. Hasilnya, terciptalah produk-produk fesyen yang unik sekaligus bernuansa ceria.
"Kesukaan sama-sama warna gonjreng itu emang dari kecil. Aku emang dari kecil itu bajunya bisa warna oranye, terus roknya bisa pink, dan sepatunya bisa hijau. Kalau orang-orang sukanya pakai yang warnanya matching, kalau aku dari kecil matanya sudah warna-warni," ucapnya.
Menurutnya, alam merupakan sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis untuk dituangkan ke dalam gambar motif. Karena hal itu, menurut Mira, berkaitan dengan hakikat manusia yang merupakan bagian dari alam semesta.
"Alam itu berkali-kali menyembuhkan aku dari luka batin. Setiap kali melihat alam dengan matahari yang sama setiap hari, atau gunung yang kita lihat setiap hari, itu akan selalu terlihat berbeda dengan kacamata dan pengalaman hidup yang sudah kita lalui," ujarnya.
Diakui oleh Mira ketika baru memulai bisnis dengan merek MIWA Pattern, tak banyak orang yang melirik produk-produk tekstil dengan motif dan warna-warna cerah. Namun, dia tak gentar. Mira percaya apapun usaha yang dikerjakan dengan sepenuh hati, pasti akan menemui hasil terbaik.
Ketekunannya itu pun perlahan berbuah manis. Jenama MIWA Pattern kini telah dikenal luas dan memiliki pelanggan setia. Sampai saat ini, di samping dijajakan secara daring, MIWA Pattern telah memiliki 5 gerai fisik di berbagai daerah, yakni di Mal Grand Indonesia, Sarinah Lantai Dasar, Sarinah Duty Free Lantai 4, konter Sarinah Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, serta yang terbaru di Pendopo Living World Alam Sutera di Tangerang Selatan.
"Pasar utama kami saat ini dari kalangan ibu-ibu. Mereka yang berusia 45 tahun ke atas dan sangat berani serta percaya diri untuk mengeksplor warna," katanya.
Kini, seiring waktu, banyak jenama lokal yang hadir dengan konsep serupa seperti MIWA Pattern. Meski demikian, Mira mengatakan ada sejumlah hal yang membedakan MIWA Pattern dengan merek-merek lain, salah satunya adalah kekuatan motif-motif yang sarat akan filosofi dan makna.
Selain itu, proses produksi tekstil MIWA Pattern dari hulu ke hilir sepenuhnya dikerjakan oleh pabrikan sendiri di bawah perusahaan tekstil milik keluarga Mira yang dikelolanya. Hal itu juga yang membuat material produk MIWA menggunakan bahan-bahan tekstil berkualitas premium.
Selain itu, sebagai desainer, Mira juga memiliki rekam jejak sebagai pegiat sosial yang telah berkecimpung di berbagai kegiatan kemanusiaan, seperti mengajar di rumah tahanan perempuan, menjadi pengajar untuk mindfulness painting di berbagai daerah di Indonesia, serta ketua pemberdayaan perempuan Budhist dalam organisasi Wanita Theravada Indonesia (Wandani).
Menurutnya, karena beberapa nilai itulah, banyak brand besar yang akhirnya tertarik untuk bekerja sama dengan MIWA, seperti Bank BCA, Mercedez, Samsung, dan Canon, termasuk Kedutaan Besar Sri Lanka untuk Indonesia. "Kami punya value, heritage, dan story yang kuat dibandingkan brand lain," terangnya.
Kendati demikian, Mira mengungkapkan bahwa melakoni bisnis di dunia kreatif bukanlah hal yang mudah, apalagi di Indonesia. Salah satu tantangan utamanya ialah plagiasi. Diakuinya, ada saja pihak yang menjiplak desain motif hingga konsep brand miliknya.
Tantangan lainnya ialah dead stock, alias produk yang tidak terjual atau tidak dapat terjual dalam jangka waktu tertentu karena berbagai alasan. Hal itu terjadi lantaran selera konsumen yang berbeda-beda terhadap setiap koleksi produk MIWA.
"Tapi untungnya semua baju kami ini [desainnya] timeless karena memang tidak mengikuti tren. Jadi walaupun ada dead stock, kami enggak pernah sampai sale yang berlebihan gitu," katanya.
Selain itu, Mira juga menyayangkan lantaran masih banyak masyarakat yang kurang mengapresiasi produk lokal. Sebaliknya, justru lebih tergila-gila dengan produk branded dari luar negeri. Dia menilai, tak sedikit orang yang rela merogoh kocek besar untuk membeli produk luar negeri, sementara hal itu tidak berlaku pada barang-barang buatan jenama lokal.
"Padahal kami jual kualitas. Tapi mereka bisa enggak nawar barang branded luar negeri, dan justru nawar produk UMKM lokal. Kadang buat aku itu kompleks dan merasa tidak dihargai," ucap dia.
Ke depan, Mira mengatakan MIWA bakal berkolaborasi dengan brand internasional. MIWA terpilih sebagai satu-satunya merek dari Asia Tenggara yang bisa berkolaborasi dengan brand tersebut. Meski demikian, Mira belum bisa membeberkan lebih lanjut terkait kerja sama tersebut.
"Karena dunia desain itu dinamis, pastinya kami akan terus memperbaiki kualitas, potongan baju dan semuanya. Ke depan, kami juga akan eksplorasi koleksi bordir untuk koleksi pakaian laki-laki," imbuhnya.
Baca juga: MIWA Pattern Rilis Koleksi MIWA Jolly, Fesyen Motif Karakter The Smurf
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebagai desainer, Mira memang tergila-gila dengan motif dan warna. Karya-karya tekstilnya di bawah jenama MIWA Pattern dikenal karena desain motifnya yang unik dalam sapuan warna-wara cerah yang menyala. Ragam motif dan eksplorasi warna itu merupakan hasil karya lukisnya yang dituangkan secara manual.
Baca juga: Hypeprofil Edy Sulistyo: dari Programmer Jadi Techpreneur
Kepada Hypeabis.id, Mira mengatakan nama MIWA Pattern diambil dari dua kata yakni 'miwa' dan 'pattern'. Miwa merupakan panggilan Mira saat kecil, sementara kata pattern dalam bahasa Inggris memiliki arti pola atau motif.
"Karena ini sebenarnya cita-cita dari kecil sejak umur 13 tahun. I know one day, aku akan punya brand yang semua gambarnya, gambar [hasil karya] tangan aku," katanya.
Ya, meski baru berdiri pada 2016 ketika usia Mira sudah menginjak kepala tiga, MIWA Pattern adalah wujud impiannya sejak kecil yang berkeinginan untuk menjadi pengusaha di bidang tekstil. Hal itu tidak terlepas dari latar belakang keluarganya yang merupakan pebisnis tekstil.
Mira menjadi penerus generasi ketiga bisnis tekstil keluarganya. Ketertarikannya pada dunia tekstil mendorongnya untuk menempuh studi Desain Tekstil di Lasalle Collage of the Arts di Singapura, serta mendalami Seni Serat, Tekstil, dan Tenun di The Open University di Inggris.
Namun, setelah lulus, Mira tak lantas benar-benar menggeluti dunia tekstil. Dia justru bekerja di beberapa perusahaan swasta multinasional, salah satunya Walt Disney di Singapura dan Indonesia. Di rumah produksi raksasa itu, Mira bekerja sebagai Product Development Manager selama hampir tiga tahun.
Beban kerja yang berat membuat Mira jatuh sakit, dan membuatnya memutuskan untuk berhenti bekerja demi memulihkan kesehatannya. Di tengah kondisi tersebut, keinginan dan impian masa kecilnya menyeruak dalam dirinya. Keinginan untuk melahirkan jenama tekstil sendiri semakin mengusiknya.
Dia pun tersadar bahwa selama sibuk bekerja kantoran, dia berhenti menggambar, satu hobi yang dilakoninya sejak umur 2 tahun. Mira kemudian mencoba kembali menggambar. Pelan-pelan mengumpulkan lagi pernak-pernik peralatan menggambar yang tak lagi dia miliki. Meski sempat gugup untuk mulai menggambar lagi, Mira akhirnya menemukan kembali dunianya. Pijar dalam hidupnya perlahan kembali menyala.
Akhirnya, setelah rutin menggambar dan berkarya serta mendapatkan dorongan dari orang tuanya, Mira mendirikan jenama MIWA Pattern pada 2016. Brand tersebut menawarkan beragam produk tekstil seperti item fesyen mulai dari blouse, outer, hingga dress, serta aksesoris seperti scarf, topi, tas, dan syal.
Seniman sekaligus CEO & Co-Founder MIWA Pattern, Mira Hoeng. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Corak & Motif Unik
Mira menuturkan semua motif dan warna yang ada pada produk tekstil MIWA Pattern merupakan hasil karya desain tangannya sendiri, yang terinspirasi dari kebaikan alam. "Tagline kami adalah happines in pattern, yaitu menyebarkan kebahagiaan lewat motif-motifnya," jelasnya.Menariknya, setiap produk yang dirilis MIWA Pattern terbilang eksklusif lantaran hanya diproduksi 8 potong untuk tiap model. Tiap tiga bulan sekali, hadir koleksi baru. Sementara itu, untuk pakaian bordir, Mira membuat desain berbeda setiap potongnya, baik dari model kerah, potongan lengan, maupun siluet. Setiap baju dibuat unik. Bisa saja hanya satu pembeli yang memiliki motif atau model tertentu.
Hal itu lantaran semua motif dan eksplorasi warna digambar oleh Mira secara spontan, tidak dikonsep ataupun disketsa terlebih dahulu. Semua itu mengalir begitu saja dari hati dan pikirannya. Plus, motif-motif yang hadir juga secara tidak langsung menjadi wujud pendewasaan diri Mira dalam memandang kehidupan.
"Menggambar itu pekerjaan hati, jadi makanya menurutku ini adalah proses pembelajaran seumur hidup. Ke depannya, gambar-gambarku pastinya akan berubah terus," ucapnya.
Beberapa koleksi MIWA Pattern. (Sumber gambar: MIWA Pattern/Instagram)
"Kesukaan sama-sama warna gonjreng itu emang dari kecil. Aku emang dari kecil itu bajunya bisa warna oranye, terus roknya bisa pink, dan sepatunya bisa hijau. Kalau orang-orang sukanya pakai yang warnanya matching, kalau aku dari kecil matanya sudah warna-warni," ucapnya.
Menurutnya, alam merupakan sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis untuk dituangkan ke dalam gambar motif. Karena hal itu, menurut Mira, berkaitan dengan hakikat manusia yang merupakan bagian dari alam semesta.
"Alam itu berkali-kali menyembuhkan aku dari luka batin. Setiap kali melihat alam dengan matahari yang sama setiap hari, atau gunung yang kita lihat setiap hari, itu akan selalu terlihat berbeda dengan kacamata dan pengalaman hidup yang sudah kita lalui," ujarnya.
Detail motif koleksi MIWA Pattern. (Sumber gambar: MIWA Pattern/Instagram)
Tantangan Berbisnis
Diakui oleh Mira ketika baru memulai bisnis dengan merek MIWA Pattern, tak banyak orang yang melirik produk-produk tekstil dengan motif dan warna-warna cerah. Namun, dia tak gentar. Mira percaya apapun usaha yang dikerjakan dengan sepenuh hati, pasti akan menemui hasil terbaik.Ketekunannya itu pun perlahan berbuah manis. Jenama MIWA Pattern kini telah dikenal luas dan memiliki pelanggan setia. Sampai saat ini, di samping dijajakan secara daring, MIWA Pattern telah memiliki 5 gerai fisik di berbagai daerah, yakni di Mal Grand Indonesia, Sarinah Lantai Dasar, Sarinah Duty Free Lantai 4, konter Sarinah Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, serta yang terbaru di Pendopo Living World Alam Sutera di Tangerang Selatan.
"Pasar utama kami saat ini dari kalangan ibu-ibu. Mereka yang berusia 45 tahun ke atas dan sangat berani serta percaya diri untuk mengeksplor warna," katanya.
Kini, seiring waktu, banyak jenama lokal yang hadir dengan konsep serupa seperti MIWA Pattern. Meski demikian, Mira mengatakan ada sejumlah hal yang membedakan MIWA Pattern dengan merek-merek lain, salah satunya adalah kekuatan motif-motif yang sarat akan filosofi dan makna.
Selain itu, proses produksi tekstil MIWA Pattern dari hulu ke hilir sepenuhnya dikerjakan oleh pabrikan sendiri di bawah perusahaan tekstil milik keluarga Mira yang dikelolanya. Hal itu juga yang membuat material produk MIWA menggunakan bahan-bahan tekstil berkualitas premium.
Selain itu, sebagai desainer, Mira juga memiliki rekam jejak sebagai pegiat sosial yang telah berkecimpung di berbagai kegiatan kemanusiaan, seperti mengajar di rumah tahanan perempuan, menjadi pengajar untuk mindfulness painting di berbagai daerah di Indonesia, serta ketua pemberdayaan perempuan Budhist dalam organisasi Wanita Theravada Indonesia (Wandani).
Menurutnya, karena beberapa nilai itulah, banyak brand besar yang akhirnya tertarik untuk bekerja sama dengan MIWA, seperti Bank BCA, Mercedez, Samsung, dan Canon, termasuk Kedutaan Besar Sri Lanka untuk Indonesia. "Kami punya value, heritage, dan story yang kuat dibandingkan brand lain," terangnya.
Kendati demikian, Mira mengungkapkan bahwa melakoni bisnis di dunia kreatif bukanlah hal yang mudah, apalagi di Indonesia. Salah satu tantangan utamanya ialah plagiasi. Diakuinya, ada saja pihak yang menjiplak desain motif hingga konsep brand miliknya.
Tantangan lainnya ialah dead stock, alias produk yang tidak terjual atau tidak dapat terjual dalam jangka waktu tertentu karena berbagai alasan. Hal itu terjadi lantaran selera konsumen yang berbeda-beda terhadap setiap koleksi produk MIWA.
"Tapi untungnya semua baju kami ini [desainnya] timeless karena memang tidak mengikuti tren. Jadi walaupun ada dead stock, kami enggak pernah sampai sale yang berlebihan gitu," katanya.
Selain itu, Mira juga menyayangkan lantaran masih banyak masyarakat yang kurang mengapresiasi produk lokal. Sebaliknya, justru lebih tergila-gila dengan produk branded dari luar negeri. Dia menilai, tak sedikit orang yang rela merogoh kocek besar untuk membeli produk luar negeri, sementara hal itu tidak berlaku pada barang-barang buatan jenama lokal.
"Padahal kami jual kualitas. Tapi mereka bisa enggak nawar barang branded luar negeri, dan justru nawar produk UMKM lokal. Kadang buat aku itu kompleks dan merasa tidak dihargai," ucap dia.
Ke depan, Mira mengatakan MIWA bakal berkolaborasi dengan brand internasional. MIWA terpilih sebagai satu-satunya merek dari Asia Tenggara yang bisa berkolaborasi dengan brand tersebut. Meski demikian, Mira belum bisa membeberkan lebih lanjut terkait kerja sama tersebut.
"Karena dunia desain itu dinamis, pastinya kami akan terus memperbaiki kualitas, potongan baju dan semuanya. Ke depan, kami juga akan eksplorasi koleksi bordir untuk koleksi pakaian laki-laki," imbuhnya.
Baca juga: MIWA Pattern Rilis Koleksi MIWA Jolly, Fesyen Motif Karakter The Smurf
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.