Refleksi Hari Film Nasional dari 3 Sineas: Ekosistem Mulai Ideal, Tapi Perlu Terus Berbenah
27 March 2024 |
19:04 WIB
Makin seringnya film-film Indonesia yang mencapai tangga box office menjadi wajah yang membuat sinema Indonesia menarik belakangan ini. Sejumlah film lokal juga makin sering menembus penayangan global, baik melalui festival maupun bioskop komersial.
Produser Ifa Isfansyah mengatakan selama puluhan tahun terjun di industri film Indonesia, era sekarang adalah yang paling dirasa paling mendekati ideal. Tidak berarti telah sempurna, tetapi dalam konteks perkembangannya, film Indonesia sudah makin menuju titik yang disebut Ifa sebagai sesuatu yang makin mendekati ideal.
“Indikasinya apa? Tentu ada banyak karena film tidak bisa dinilai dari single perspektif saja. Saat ini, empat elemen yang mendukung itu, yakni pembuat film, pemerintah, media atau kritikus, dan penonton, telah berjalan beriringan,” ungkap Ifa dalam konferensi pers peringatan Hari Film Nasional yang diselenggarakan Netflix, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Hypereport: Dari Twitter ke Layar Lebar, Adaptasi Utas Viral Jadi Film Horor Terlaris
Ifa merasa kalau empat elemen penting dalam ekosistem film tersebut telah satu visi untuk sama-sama memajukan kesenian ini. Hal ini berimbas pada terciptanya iklim yang baik untuk berkarya bagi para pelaku film di Indonesia.
Padahal, dalam beberapa dekade ke belakang, empat elemen tersebut masih belum terlalu terbentuk, bahkan terkadang bertentangan. Dia menyebut elemen pemerintah yang kerap dirasa tidak berada dalam koridor mendukung perfilman dengan berbagai kebijakannya.
Namun, saat ini pemerintah justru lebih berjalan seiring. Dalam hal ini, komunikasi, koordinasi, kehadiran pihak pemerintah dalam industri ini sedang dalam situasi yang harmonis.
Kemudian, elemen penonton sebagai pihak yang mengapresiasi film juga makin tumbuh. Tidak hanya dari jumlahnya saja, tetapi pilihan tontonan bagi mereka pun makin beragam dengan makin banyaknya platform OTT, seperti Netflix.
Hal tersebut dirasa Ifa cukup penting karena keberagaman tontonan akan menciptakan ceruk pasar yang lebih luas. Penonton pun punya kebebasan untuk memilih film yang diinginkannya tanpa merasa ada keterbatasan tertentu.
Selain itu, kehadiran platform OTT juga membuat film kini jadi lebih punya ruang apresiasi yang lebih luas. Dalam artian, umur film bertemu penonton kini lebih lama karena setelah mentas dari bioskop masih bisa ditonton lagi di platform OTT, bahkan skalanya menjadi global.
“Kondisi itu (ideal, red) saya lagi rasakan. Mudah-mudahan ini akan terus berjalan bagus ya dan saya yakin bukan ini puncaknya. Namun, situasinya sekarang lagi dalam situasi yang baik,” imbuhnya.
Sementara itu, produser muda Prilly Latuconsina menyoroti capaian box office film-film Indonesia yang mulai menunjukkan bacaan yang menarik baginya. Tak hanya berkembang, tetapi juga beragam.
Prilly menilai genre-genre yang bisa box office dan menarik perhatian penonton itu kini lebih bervariasi. Menurutnya, penonton mulai berani mengapresiasi berbagai bentuk film sehingga bisa berdampak baik pada ekosistem.
Dari sisi produser, Prilly pun merasa tertantang untuk terus mengeksplorasi sisi-sisi kreatif baru dan unik untuk menghasilkan film berbeda. Dengan tidak adanya patokan cerita tertentu, perfilman Indonesia bisa jadi lebih berwarna ke depan.
“Industri film makin berkembang. Kita juga bisa memberi kesempatan untuk sutradara baru, produser baru, penulis Gen Z, sehingga bisa tampil dan memberikan suguhan yang unik. Kita harap bisa menarik perhatian penonton ke bioskop,” ujar Prilly.
Namun, menurutnya, salah satu yang masih perlu diperbaiki adalah perihal marketing. Bagi Prilly, banyak film Indonesia yang sebenarnya bagus dan berpotensi menembus pasar global, atau setidaknya lebih bisa diapresiasi di dalam negeri.
Namun, karena marketing film yang tak terlalu berhasil, film tersebut tidak bisa mencapai potensi terbaiknya untuk bertemu penonton. Saat ini sudah seharusnya seluruh aspek menjadi perhatian bagi rumah produksi.
Dalam artian, tidak hanya bicara soal produksi semata, tetapi bagaimana kemudian produk ini bisa lebih menyebar ke publik dan membuat mereka bisa mau datang ke bioskop.
Produser Taufan Adryan berharap kalau film Indonesia bisa lebih banyak bertemu penonton lagi. Saat ini, hal tersebut bisa diakomodir dengan platform OTT. Sebab, film bisa bertemu dengan penonton tidak lagi di daerah-daerah yang memiliki bioskop, tetapi bahkan yang masih belum punya gedung bioskop.
“Ini membuat sebuah film bisa pergi lebih jauh dari sekadar penonton Indonesia,” imbuhnya.
Di sisi lain, hal yang tak kalah penting berikutnya adalah terus menjaga kepercayaan yang sudah saling terbangun di ekosistem ini. Baik dari filmmaker ke penonton maupun penonton ke filmmaker. Dengan demikian, produk film bisa terus diapresiasi dengan baik ke depan.
Sebagai bagian dari ekosistem, Direktur Umum Kebijakan SEA Netflix Rubben Hattari juga optimistis dengan perfilman Indonesia. Film-film yang telah tayang di bioskop perlahan akan muncul di platformnya dan kembali mempertemukan film tersebut dengan penonton.
Melalui ruang OTT, film-film Indonesia juga akan bisa dinikmati bukan hanya oleh penonton lokal, melain global dengan total 190 negara berbeda. "Ruang dan kesempatan untuk menembus pasar internasional itu sangat luar biasa," terangnya.
Kemudian, pihaknya juga ingin berkontribusi untuk terus meningkatkan jumlah film Indonesia sekaligus kualitasnya. Untuk itu, Netflix pun menggelar lokakarya dengan bekerja sama dengan JAFF selama satu tahun penuh.
Pelatihan tersebut meliputi penulisan naskah, produksi, legal, dan masih banyak lagi. Rubben berharap hal ini akan memicu perfilman Indonesia jadi makin berkualitas.
Baca juga: 3 Film Indonesia Tayang April 2024, Tontonan untuk Libur Lebaran
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Produser Ifa Isfansyah mengatakan selama puluhan tahun terjun di industri film Indonesia, era sekarang adalah yang paling dirasa paling mendekati ideal. Tidak berarti telah sempurna, tetapi dalam konteks perkembangannya, film Indonesia sudah makin menuju titik yang disebut Ifa sebagai sesuatu yang makin mendekati ideal.
“Indikasinya apa? Tentu ada banyak karena film tidak bisa dinilai dari single perspektif saja. Saat ini, empat elemen yang mendukung itu, yakni pembuat film, pemerintah, media atau kritikus, dan penonton, telah berjalan beriringan,” ungkap Ifa dalam konferensi pers peringatan Hari Film Nasional yang diselenggarakan Netflix, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Hypereport: Dari Twitter ke Layar Lebar, Adaptasi Utas Viral Jadi Film Horor Terlaris
Film-film yang akan tayang di Netflix (sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Padahal, dalam beberapa dekade ke belakang, empat elemen tersebut masih belum terlalu terbentuk, bahkan terkadang bertentangan. Dia menyebut elemen pemerintah yang kerap dirasa tidak berada dalam koridor mendukung perfilman dengan berbagai kebijakannya.
Namun, saat ini pemerintah justru lebih berjalan seiring. Dalam hal ini, komunikasi, koordinasi, kehadiran pihak pemerintah dalam industri ini sedang dalam situasi yang harmonis.
Kemudian, elemen penonton sebagai pihak yang mengapresiasi film juga makin tumbuh. Tidak hanya dari jumlahnya saja, tetapi pilihan tontonan bagi mereka pun makin beragam dengan makin banyaknya platform OTT, seperti Netflix.
Hal tersebut dirasa Ifa cukup penting karena keberagaman tontonan akan menciptakan ceruk pasar yang lebih luas. Penonton pun punya kebebasan untuk memilih film yang diinginkannya tanpa merasa ada keterbatasan tertentu.
Selain itu, kehadiran platform OTT juga membuat film kini jadi lebih punya ruang apresiasi yang lebih luas. Dalam artian, umur film bertemu penonton kini lebih lama karena setelah mentas dari bioskop masih bisa ditonton lagi di platform OTT, bahkan skalanya menjadi global.
“Kondisi itu (ideal, red) saya lagi rasakan. Mudah-mudahan ini akan terus berjalan bagus ya dan saya yakin bukan ini puncaknya. Namun, situasinya sekarang lagi dalam situasi yang baik,” imbuhnya.
Box Office yang Makin Beragam
Sementara itu, produser muda Prilly Latuconsina menyoroti capaian box office film-film Indonesia yang mulai menunjukkan bacaan yang menarik baginya. Tak hanya berkembang, tetapi juga beragam.Prilly menilai genre-genre yang bisa box office dan menarik perhatian penonton itu kini lebih bervariasi. Menurutnya, penonton mulai berani mengapresiasi berbagai bentuk film sehingga bisa berdampak baik pada ekosistem.
Dari sisi produser, Prilly pun merasa tertantang untuk terus mengeksplorasi sisi-sisi kreatif baru dan unik untuk menghasilkan film berbeda. Dengan tidak adanya patokan cerita tertentu, perfilman Indonesia bisa jadi lebih berwarna ke depan.
“Industri film makin berkembang. Kita juga bisa memberi kesempatan untuk sutradara baru, produser baru, penulis Gen Z, sehingga bisa tampil dan memberikan suguhan yang unik. Kita harap bisa menarik perhatian penonton ke bioskop,” ujar Prilly.
Produser Taufan Adryan, Produser muda Prilly Latuconsina, Produser Ifa Isfansyah (sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Namun, karena marketing film yang tak terlalu berhasil, film tersebut tidak bisa mencapai potensi terbaiknya untuk bertemu penonton. Saat ini sudah seharusnya seluruh aspek menjadi perhatian bagi rumah produksi.
Dalam artian, tidak hanya bicara soal produksi semata, tetapi bagaimana kemudian produk ini bisa lebih menyebar ke publik dan membuat mereka bisa mau datang ke bioskop.
Produser Taufan Adryan berharap kalau film Indonesia bisa lebih banyak bertemu penonton lagi. Saat ini, hal tersebut bisa diakomodir dengan platform OTT. Sebab, film bisa bertemu dengan penonton tidak lagi di daerah-daerah yang memiliki bioskop, tetapi bahkan yang masih belum punya gedung bioskop.
“Ini membuat sebuah film bisa pergi lebih jauh dari sekadar penonton Indonesia,” imbuhnya.
Di sisi lain, hal yang tak kalah penting berikutnya adalah terus menjaga kepercayaan yang sudah saling terbangun di ekosistem ini. Baik dari filmmaker ke penonton maupun penonton ke filmmaker. Dengan demikian, produk film bisa terus diapresiasi dengan baik ke depan.
Sebagai bagian dari ekosistem, Direktur Umum Kebijakan SEA Netflix Rubben Hattari juga optimistis dengan perfilman Indonesia. Film-film yang telah tayang di bioskop perlahan akan muncul di platformnya dan kembali mempertemukan film tersebut dengan penonton.
Melalui ruang OTT, film-film Indonesia juga akan bisa dinikmati bukan hanya oleh penonton lokal, melain global dengan total 190 negara berbeda. "Ruang dan kesempatan untuk menembus pasar internasional itu sangat luar biasa," terangnya.
Kemudian, pihaknya juga ingin berkontribusi untuk terus meningkatkan jumlah film Indonesia sekaligus kualitasnya. Untuk itu, Netflix pun menggelar lokakarya dengan bekerja sama dengan JAFF selama satu tahun penuh.
Pelatihan tersebut meliputi penulisan naskah, produksi, legal, dan masih banyak lagi. Rubben berharap hal ini akan memicu perfilman Indonesia jadi makin berkualitas.
Baca juga: 3 Film Indonesia Tayang April 2024, Tontonan untuk Libur Lebaran
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.