2 Juta WNI Rutin Berobat ke Negara Tetangga, Indonesia Belum Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
20 March 2024 |
07:30 WIB
Presiden Joko Widodo kembali mengungkit data hampir 2 juta Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih rutin pergi ke luar negeri untuk berobat. Ketidakmampuan Indonesia melayani orang-orang sakit di negerinya sendiri ini telah lama menjadi masalah pelik yang tak kunjung usai.
Presiden Joko Widodo menyebutkan hampir 1 juta masyarakat Indonesia melipir ke Malaysia untuk berobat tiap tahunnya. Ini menjadi catatan keras bahwa Indonesia belum mampu sepenuhnya melayani masyarakat untuk berobat. Ketidakmerataan pelayanan kesehatan dalam negeri acap kali membuat WNI melirik negeri seberang sebagai opsi layanan pengobatan.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan Masyarakat Jangan Sering-sering Berobat ke Luar Negeri
Pengamat Kesehatan & Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, ketimpangan ini memang menjadi bukti jelas bahwa Indonesia belum menjadi ‘tuan rumah’ di negerinya sendiri. Pelayanan kesehatan di sebuah negara dinyatakan mumpuni apabila mampu memenuhi kebutuhan penduduk melalui fasilitas, ketersediaan alat medis, dan obat-obatan yang mencukupi.
Salah satu aspek lain yang tak kalah penting adalah teknologi kesehatan yang termutakhir. Sementara menurut Hasbullah, teknologi canggih dalam industri kesehatan memerlukan biaya yang besar untuk menunjang kualitas penanganan yang baik.
“Sementara belanja kesehatan kita saja dibandingkan Malaysia hanya seperempatnya saja per kapita, dan cuma sepertiga belanja kesehatan Thailand,” kata Hasbullah. Jika dibandingkan dengan Singapura, Indonesia hanya berbelanja di sektor kesehatan sebesar 10 persen dari belanja kesehatan per kapita Negeri Merlion tersebut.
Jika melihat faktor belanja kesehatan saja, Hasbullah menyimpulkan jika hampir tidak mungkin Indonesia bisa memenuhi kualitas pelayanan kesehatan yang sama untuk semua penduduk seperti negeri seberang. Dia menerangkan, belanja kesehatan di seluruh Indonesia pada 2022 tercatat sekitar Rp600 triliun.
Belum lagi, faktor lain yang juga menunjang minat WNI berobat ke luar negeri, khususnya dari kalangan masyarakat berpendapatan tinggi. “Persepsi layanan yang lebih baik sampai faktor trust, biaya, bahkan secara administrasi semuanya berpengaruh,” katanya.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Masyarakat Indonesia Kerap Berobat ke Luar Negeri
Hasbullah mencontohkan, dari segi kualitas misalnya, Indonesia masih sibuk mengurai benang kusut mengenai kecilnya kucuran dana publik melalui APBN dan JKN, yang pasti akan berpengaruh pada kualitas layanan, baik secara medis maupun non medis.
Urusan bayaran biaya yang kecil pada rumah sakit tertentu ini menjadi salah satu faktor sulitnya fasilitas kesehatan publik memberi pelayanan memuaskan, khususnya pada masyarakat kelas menengah atas. Sebab, faktor seperti keramahtamahan, administrasi, dan, cara melayani juga masuk dalam indikator kepuasan masyarakat berobat di dalam negeri.
“Maka pemerintah harus berani investasi lebih banyak dan membayar secara realistis, baik rumah sakit dan dokter di dalam negeri agar bisa bekerja lebih baik,” ujarnya.
Sementara bagi kalangan menengah, efisiensi biaya menjadi poin utama yang tak bisa dihindarkan. Hasbullah mencontohkan, bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Sumatra seperti Aceh dan Riau, ongkos berobat ke luar negeri seperti Penang atau Kuala Lumpur tentu jauh lebih murah dibandingkan ke Jakarta.
Jadi, meskipun fasilitas kesehatan di Jakarta telah tersedia secara lengkap, dorongan faktor efisiensi biaya ini membuat masyarakat berpikir dua kali. “Khususnya masyarakat yang tinggal di Provinsi luar Jawa dan dekat ke Malaysia atau Singapura ya, jadi menimbulkan pilihan untuk berobat keluar karena faktor biaya transportasinya kan lebih murah,” katanya.
Di balik aspek efisiensi biaya, Hasbullah menyoroti pentingnya pemerataan fasilitas dan dokter spesialis di Indonesia. “Diskrepansi atau ketidakmerataan dokter spesialis di Indonesia, termasuk juga fasilitas itu harusnya jadi catatan yang perlu dipikirkan pemerintah,” katanya.
Menurutnya, pemerataan fasilitas ini bisa membantu memecahkan kecenderungan masyarakat daerah untuk berobat ke luar negeri karena alasan efisiensi biaya, sekaligus membuat perputaran uang dalam hal berobat terjadi di dalam negeri.
Baca juga: 4 Alasan Pasien Kanker dari Indonesia Berobat ke Malaysia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Presiden Joko Widodo menyebutkan hampir 1 juta masyarakat Indonesia melipir ke Malaysia untuk berobat tiap tahunnya. Ini menjadi catatan keras bahwa Indonesia belum mampu sepenuhnya melayani masyarakat untuk berobat. Ketidakmerataan pelayanan kesehatan dalam negeri acap kali membuat WNI melirik negeri seberang sebagai opsi layanan pengobatan.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan Masyarakat Jangan Sering-sering Berobat ke Luar Negeri
Pengamat Kesehatan & Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, ketimpangan ini memang menjadi bukti jelas bahwa Indonesia belum menjadi ‘tuan rumah’ di negerinya sendiri. Pelayanan kesehatan di sebuah negara dinyatakan mumpuni apabila mampu memenuhi kebutuhan penduduk melalui fasilitas, ketersediaan alat medis, dan obat-obatan yang mencukupi.
Salah satu aspek lain yang tak kalah penting adalah teknologi kesehatan yang termutakhir. Sementara menurut Hasbullah, teknologi canggih dalam industri kesehatan memerlukan biaya yang besar untuk menunjang kualitas penanganan yang baik.
“Sementara belanja kesehatan kita saja dibandingkan Malaysia hanya seperempatnya saja per kapita, dan cuma sepertiga belanja kesehatan Thailand,” kata Hasbullah. Jika dibandingkan dengan Singapura, Indonesia hanya berbelanja di sektor kesehatan sebesar 10 persen dari belanja kesehatan per kapita Negeri Merlion tersebut.
Jika melihat faktor belanja kesehatan saja, Hasbullah menyimpulkan jika hampir tidak mungkin Indonesia bisa memenuhi kualitas pelayanan kesehatan yang sama untuk semua penduduk seperti negeri seberang. Dia menerangkan, belanja kesehatan di seluruh Indonesia pada 2022 tercatat sekitar Rp600 triliun.
Belum lagi, faktor lain yang juga menunjang minat WNI berobat ke luar negeri, khususnya dari kalangan masyarakat berpendapatan tinggi. “Persepsi layanan yang lebih baik sampai faktor trust, biaya, bahkan secara administrasi semuanya berpengaruh,” katanya.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Masyarakat Indonesia Kerap Berobat ke Luar Negeri
Hasbullah mencontohkan, dari segi kualitas misalnya, Indonesia masih sibuk mengurai benang kusut mengenai kecilnya kucuran dana publik melalui APBN dan JKN, yang pasti akan berpengaruh pada kualitas layanan, baik secara medis maupun non medis.
Urusan bayaran biaya yang kecil pada rumah sakit tertentu ini menjadi salah satu faktor sulitnya fasilitas kesehatan publik memberi pelayanan memuaskan, khususnya pada masyarakat kelas menengah atas. Sebab, faktor seperti keramahtamahan, administrasi, dan, cara melayani juga masuk dalam indikator kepuasan masyarakat berobat di dalam negeri.
“Maka pemerintah harus berani investasi lebih banyak dan membayar secara realistis, baik rumah sakit dan dokter di dalam negeri agar bisa bekerja lebih baik,” ujarnya.
Sementara bagi kalangan menengah, efisiensi biaya menjadi poin utama yang tak bisa dihindarkan. Hasbullah mencontohkan, bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Sumatra seperti Aceh dan Riau, ongkos berobat ke luar negeri seperti Penang atau Kuala Lumpur tentu jauh lebih murah dibandingkan ke Jakarta.
Jadi, meskipun fasilitas kesehatan di Jakarta telah tersedia secara lengkap, dorongan faktor efisiensi biaya ini membuat masyarakat berpikir dua kali. “Khususnya masyarakat yang tinggal di Provinsi luar Jawa dan dekat ke Malaysia atau Singapura ya, jadi menimbulkan pilihan untuk berobat keluar karena faktor biaya transportasinya kan lebih murah,” katanya.
Di balik aspek efisiensi biaya, Hasbullah menyoroti pentingnya pemerataan fasilitas dan dokter spesialis di Indonesia. “Diskrepansi atau ketidakmerataan dokter spesialis di Indonesia, termasuk juga fasilitas itu harusnya jadi catatan yang perlu dipikirkan pemerintah,” katanya.
Menurutnya, pemerataan fasilitas ini bisa membantu memecahkan kecenderungan masyarakat daerah untuk berobat ke luar negeri karena alasan efisiensi biaya, sekaligus membuat perputaran uang dalam hal berobat terjadi di dalam negeri.
Baca juga: 4 Alasan Pasien Kanker dari Indonesia Berobat ke Malaysia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.