Sejarah Penggunaan Wayang Kulit yang Jadi Medium Dakwah Islam di Indonesia
19 March 2024 |
21:07 WIB
Wayang kulit adalah salah satu medium seni yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Suatu bentuk drama teater dramatik dengan menggerakan wayang-wayang kulit biasanya menampilkan kisah-kisah epos dari Hindu Ramayana dan Mahabharata. Uniknya wayang ternyata juga bisa dijadikan sebagai medium dakwah Islam di Indonesia.
Saat agama Islam baru mulai disebarkan oleh Bangsa Arab di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, terdapat beberapa masalah yang dihadapi. Selain pengaruh Hindu dan Buddha yang masih menjadi agama dominan, tantangan lain yang tak kalah besar yaitu kendala bahasa. Kala itu masyarakat Indonesia masih menggunakan Bahasa Melayu kental.
Baca juga: Daftar Negara dengan Durasi Puasa Terpanjang & Terpendek, Ada yang Hampir 18 Jam!
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, Bangsa Arab yang masuk lewat jalur perniagaanbitu tetap ingin menyebarkan agama Islam ke masyarakat Indonesia.
Alhasil dakwah Islam perlahan mulai diterima di Indonesia, menurut literatur yang dikutip dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Malang, kondisi itu dapat dibuktikan dengan penyerapan beberapa kata dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan Agama Islam di Nusantara telah menciptakan beberapa figur tokoh agama lokal seperti Wali Songo. Mereka secara signifikan berkontribusi dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa dan wilayah sekitarnya. Melansir dari halaman resmi Universitas Insan Cita Indonesia, setelah menyebarkan Agama Islam di daerah tertentu, para Wali Songo tetap mengabdi di sana hingga akhir hayatnya.
Masing-masing Wali Songo memiliki cara unik untuk berdakwah di daerahnya. Seperti Sunan Kalijaga, yang menggunakan wayang dan gamelan sebagai alat dakwahnya di Pulau Jawa pada abad ke-15 Masehi.
Menurut sebuah jurnal berjudul Peran wayang dalam penyebaran ajaran islam di Indonesia: Sebuah kajian sejarah dan budaya karya Rubayyi Firdaus, Sunan Kalijaga berhasil melakukan dakwah secara efektif menggunakan wayang, dengan menambahkan makna-makna filosofis yang sesuai dengan ajaran Islam, ke dalam figur-figur wayang sebagai berikut:
Tokoh wayang ini dibuat melambangkan Rukun Islam pertama, mewakili keharusan umat Muslim untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Selain itu, melalui tokoh ini, Sunan Kalijaga dapat menggambarkan beberapa Asma al-Husna (nama-nama baik Allah) serta menunjukan sifat-sifat mulia nabi yang tecermin dalam kepribadian tokoh tersebut.
Karakter wayang ini melambangkan Rukun Islam kedua, yaitu pentingnya salat sebagai ibadah inti dalam agama Islam. Bima dikenal karena kekuatan fisiknya yang luar biasa, serta jiwa heroiknya yang ingin selalu menegakkan kebenaran. Oleh karena itu, Bima dihubungkan dengan salat lima waktu melalui kekuatannya yang disebut Aji Pancanaka, yang berarti Lima Kekuatan.
Selain itu, Bima dikaitkan dengan salat karena selalu menampilkan wajahnya, seolah-olah akan menggambarkan orang yang sedang salat. Dia juga menolak melayani orang lain sebelum menyelesaikan kewajibannya, menunjukkan pentingnya tidak mengabaikan atau menunda salat.
Kedua tokoh ini melambangkan Rukun Islam keempat dan kelima, yaitu zakat dan haji. Mereka saling melengkapi dalam karakter dan tindakan, menggambarkan sosok yang dermawan dan rajin bekerja. Mereka memiliki kesadaraan akan pentingnya membersihkan harta sebagai bentuk pelaksanaan. Sifat inilah yang dikaitkan Sunan Kalijaga dengan ibadah zakat dan haji.
Editor: Fajar Sidik
Saat agama Islam baru mulai disebarkan oleh Bangsa Arab di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, terdapat beberapa masalah yang dihadapi. Selain pengaruh Hindu dan Buddha yang masih menjadi agama dominan, tantangan lain yang tak kalah besar yaitu kendala bahasa. Kala itu masyarakat Indonesia masih menggunakan Bahasa Melayu kental.
Baca juga: Daftar Negara dengan Durasi Puasa Terpanjang & Terpendek, Ada yang Hampir 18 Jam!
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, Bangsa Arab yang masuk lewat jalur perniagaanbitu tetap ingin menyebarkan agama Islam ke masyarakat Indonesia.
Alhasil dakwah Islam perlahan mulai diterima di Indonesia, menurut literatur yang dikutip dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Malang, kondisi itu dapat dibuktikan dengan penyerapan beberapa kata dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan Agama Islam di Nusantara telah menciptakan beberapa figur tokoh agama lokal seperti Wali Songo. Mereka secara signifikan berkontribusi dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa dan wilayah sekitarnya. Melansir dari halaman resmi Universitas Insan Cita Indonesia, setelah menyebarkan Agama Islam di daerah tertentu, para Wali Songo tetap mengabdi di sana hingga akhir hayatnya.
Masing-masing Wali Songo memiliki cara unik untuk berdakwah di daerahnya. Seperti Sunan Kalijaga, yang menggunakan wayang dan gamelan sebagai alat dakwahnya di Pulau Jawa pada abad ke-15 Masehi.
Menurut sebuah jurnal berjudul Peran wayang dalam penyebaran ajaran islam di Indonesia: Sebuah kajian sejarah dan budaya karya Rubayyi Firdaus, Sunan Kalijaga berhasil melakukan dakwah secara efektif menggunakan wayang, dengan menambahkan makna-makna filosofis yang sesuai dengan ajaran Islam, ke dalam figur-figur wayang sebagai berikut:
1. Puntadewa/Yudhistira
Tokoh wayang ini dibuat melambangkan Rukun Islam pertama, mewakili keharusan umat Muslim untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Selain itu, melalui tokoh ini, Sunan Kalijaga dapat menggambarkan beberapa Asma al-Husna (nama-nama baik Allah) serta menunjukan sifat-sifat mulia nabi yang tecermin dalam kepribadian tokoh tersebut.
2. Bima/Werkudara
Karakter wayang ini melambangkan Rukun Islam kedua, yaitu pentingnya salat sebagai ibadah inti dalam agama Islam. Bima dikenal karena kekuatan fisiknya yang luar biasa, serta jiwa heroiknya yang ingin selalu menegakkan kebenaran. Oleh karena itu, Bima dihubungkan dengan salat lima waktu melalui kekuatannya yang disebut Aji Pancanaka, yang berarti Lima Kekuatan.Selain itu, Bima dikaitkan dengan salat karena selalu menampilkan wajahnya, seolah-olah akan menggambarkan orang yang sedang salat. Dia juga menolak melayani orang lain sebelum menyelesaikan kewajibannya, menunjukkan pentingnya tidak mengabaikan atau menunda salat.
3. Arjuna/Janaka
Tokoh wayang ini mewakili Rukun Islam ketiga, yakni puasa. Arjuna adalah sosok yang damai karena sering bertapa, walaupun selalu menghadapi dengan godaan-godaan buruk. Namun Arjuna selalu menolak godaan-godaan tersebut sehingga dapat diinterpretasikan sebagai sosok yang tekun dalam melakukan puasa, serta menunjukkan keberanian dan ketenangan jiwa saat menghadapi tantangan.
4. Nakula dan Sadewa
Kedua tokoh ini melambangkan Rukun Islam keempat dan kelima, yaitu zakat dan haji. Mereka saling melengkapi dalam karakter dan tindakan, menggambarkan sosok yang dermawan dan rajin bekerja. Mereka memiliki kesadaraan akan pentingnya membersihkan harta sebagai bentuk pelaksanaan. Sifat inilah yang dikaitkan Sunan Kalijaga dengan ibadah zakat dan haji. Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.