Wayang Motekar Bawa Isu Kerusakan Lingkungan ke Panggung Musim Seni Salihara
12 September 2022 |
13:47 WIB
Isu tentang kerusakan alam dan pentingnya untuk merawat kelestarian Bumi tak hanya menjadi topik di ruang-ruang diskusi, tetapi juga di panggung pertunjukan. Kelompok Wayang Motekar baru saja menggelar pertunjukan bertajuk Let's Save The Earth di perhelatan Musim Seni Salihara 2022.
Pementasan wayang kontemporer tersebut mempersembahkan perpaduan antara pertunjukan wayang konvensional dengan pemanfaatan teknologi digital berupa pemetaan video (video mapping).
Wayang Motekar sendiri merupakan sebuah karya rupa yang terbuat dari potongan plastik berwarna. Digagas pertama kali oleh Herry pada 1991-1993, wayang motekar merupakan karya yang interaktif dan menarik di kalangan anak-anak.
Baca juga: Nanang Hape, Dalang Pertunjukan Wayang Urban yang Kekinian
Pada era tersebut mereka menggunakan medium OHP (Over Head Projector) untuk memantulkan dan menciptakan siluet yang berwarna-warni.
Kebanyakan cerita-cerita Wayang Motekar yang dimainkan juga akrab terhadap dunia anak dan dimunculkan dengan tokoh-tokoh karikatur yang banyak menggambarkan sosok binatang.
Dalam pertunjukan Let's Save The Earth, dalang Opick Sunandar Sunarya bercerita tentang kerusakan alam dan pentingnya merawat kelestarian Bumi. Sebuah karya dengan wacana yang mudah dicerna, namun selalu penting untuk dibahas berpuluh-puluh tahun ke depan.
"Masalah ancaman lingkungan hidup yang rusak sesungguhnya telah banyak diungkap berita ataupun uraian teks informatif lainnya. Tapi itu semua akan lain jika diungkap dengan seni, khususnya Wayang Motekar yang berlandas pada seni gambar,” kata perupa sekaligus kurator Herry Dim.
Tidak hanya mengandalkan kekuatan pesan dan proyeksi dari pemetaan video, pertunjukan Let’s Save the Earth! juga mengadaptasi berbagai unsur kesenian lain seperti instrumen band yang dimainkan secara langsung untuk membangun suasana dan adegan teatrikal yang menampilkan siluet gerakan tari oleh Ine Arini.
Melansir dari laman Budaya Nusantara, wayang motekar adalah sejenis pertunjukan teater bayang-bayang (shadow puppet theater) atau di dalam kebudayaan Sunda, Jawa, dan Indonesia pada umumnya dikenal dengan sebutan wayang kulit.
Tapi, bedanya, jika wayang kulit atau seperti semua bentuk shadow puppet itu berupa pertunjukan bayang-bayang (shadow) satu warna hitam, sedangkan Wayang Motekar telah menemukan teknik baru sehingga bayang-bayang wayang itu bisa tampil dengan warna penuh.
Hal itu terjadi karena prinsip dasar Wayang Motekar menggunakan bahan plastik, pewarna transparan, dan sistem cahaya dan layar khusus.
Wayang Motekar ditemukan dan dikembangkan oleh Herry Dim setelah melewati eksperimen lebih dari delapan tahun yakni sepanjang 1993 - 2001. Pertunjukan wayang motekar pertama kali dipentaskan di Bandung pada 30 Juni 2001.
Saat itu, wayang Motekar diberi nama oleh Arthur S Nalan dengan sebutan “gambar motekar,” dan pada perkembangan berikutnya Prof. Dr. Yus Rusyana menambahkan sebutan “teater kalangkang”, sehingga menjadi disebut juga sebagai Teater Kalangkang Gambar Motekar.
Baca juga: Anak Betawi Asli Merapat, Yuk Kepoin Cerita Si Pitung & Mariyam lewat Wayang Golek
Saat ini, Wayang Motekar telah memasuki generasi keempat. Awalnya, Herry Dim menggunakan plastik sebagai bahan untuk membuat wayang hingga menghasilkan bayang-bayang berwarna dari sorot lampu pada layar.
Eksperimen itu melahirkan pentas wayang yang semula dan pada umumnya berupa siluet menjadi warna-warni. Kini, pada Wayang Motekar generasi keempat berkembang menuju pertunjukan rupa dan bunyi.
Editor: Fajar Sidik
Pementasan wayang kontemporer tersebut mempersembahkan perpaduan antara pertunjukan wayang konvensional dengan pemanfaatan teknologi digital berupa pemetaan video (video mapping).
Wayang Motekar sendiri merupakan sebuah karya rupa yang terbuat dari potongan plastik berwarna. Digagas pertama kali oleh Herry pada 1991-1993, wayang motekar merupakan karya yang interaktif dan menarik di kalangan anak-anak.
Baca juga: Nanang Hape, Dalang Pertunjukan Wayang Urban yang Kekinian
Pada era tersebut mereka menggunakan medium OHP (Over Head Projector) untuk memantulkan dan menciptakan siluet yang berwarna-warni.
Kebanyakan cerita-cerita Wayang Motekar yang dimainkan juga akrab terhadap dunia anak dan dimunculkan dengan tokoh-tokoh karikatur yang banyak menggambarkan sosok binatang.
Pertunjukan wayang Motekar di Musim Seni Salihara 2022 (Sumber gambar: Salihara)
Dalam pertunjukan Let's Save The Earth, dalang Opick Sunandar Sunarya bercerita tentang kerusakan alam dan pentingnya merawat kelestarian Bumi. Sebuah karya dengan wacana yang mudah dicerna, namun selalu penting untuk dibahas berpuluh-puluh tahun ke depan.
"Masalah ancaman lingkungan hidup yang rusak sesungguhnya telah banyak diungkap berita ataupun uraian teks informatif lainnya. Tapi itu semua akan lain jika diungkap dengan seni, khususnya Wayang Motekar yang berlandas pada seni gambar,” kata perupa sekaligus kurator Herry Dim.
Tidak hanya mengandalkan kekuatan pesan dan proyeksi dari pemetaan video, pertunjukan Let’s Save the Earth! juga mengadaptasi berbagai unsur kesenian lain seperti instrumen band yang dimainkan secara langsung untuk membangun suasana dan adegan teatrikal yang menampilkan siluet gerakan tari oleh Ine Arini.
Pertunjukan wayang Motekar di Musim Seni Salihara 2022 (Sumber gambar: Salihara)
Wayang Motekar
Melansir dari laman Budaya Nusantara, wayang motekar adalah sejenis pertunjukan teater bayang-bayang (shadow puppet theater) atau di dalam kebudayaan Sunda, Jawa, dan Indonesia pada umumnya dikenal dengan sebutan wayang kulit.Tapi, bedanya, jika wayang kulit atau seperti semua bentuk shadow puppet itu berupa pertunjukan bayang-bayang (shadow) satu warna hitam, sedangkan Wayang Motekar telah menemukan teknik baru sehingga bayang-bayang wayang itu bisa tampil dengan warna penuh.
Hal itu terjadi karena prinsip dasar Wayang Motekar menggunakan bahan plastik, pewarna transparan, dan sistem cahaya dan layar khusus.
Wayang Motekar ditemukan dan dikembangkan oleh Herry Dim setelah melewati eksperimen lebih dari delapan tahun yakni sepanjang 1993 - 2001. Pertunjukan wayang motekar pertama kali dipentaskan di Bandung pada 30 Juni 2001.
Saat itu, wayang Motekar diberi nama oleh Arthur S Nalan dengan sebutan “gambar motekar,” dan pada perkembangan berikutnya Prof. Dr. Yus Rusyana menambahkan sebutan “teater kalangkang”, sehingga menjadi disebut juga sebagai Teater Kalangkang Gambar Motekar.
Baca juga: Anak Betawi Asli Merapat, Yuk Kepoin Cerita Si Pitung & Mariyam lewat Wayang Golek
Saat ini, Wayang Motekar telah memasuki generasi keempat. Awalnya, Herry Dim menggunakan plastik sebagai bahan untuk membuat wayang hingga menghasilkan bayang-bayang berwarna dari sorot lampu pada layar.
Eksperimen itu melahirkan pentas wayang yang semula dan pada umumnya berupa siluet menjadi warna-warni. Kini, pada Wayang Motekar generasi keempat berkembang menuju pertunjukan rupa dan bunyi.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.