Menggali Potensi Jasa Pelatih Beladiri
13 March 2024 |
22:00 WIB
Sore menjelang terbenamnya matahari, disudut lapangan SMK Al-Basyariah tampak sekelompok anak-anak sedang bergerak seirama. Beragam jenis tendangan memutar dilakukan lewat instruksi seorang pemuda. Dia berdiri dengan gagah, berbalut pakaian serba putih lengkap dengan ikatan tali hitam di pinggang.
Pemuda itu bernama Adam Taqwa (25) seorang pelatih Seni Beladiri Taekwondo, dia telah mendapat gelar ban hitam sejak berumur 16 tahun. Alasannya menjadi seorang pelatih di karenakan beladiri merupakan olahraga yang sangat digemarinya. Terlebih baginya saat ini Beladiri bukan hanya ajang keterampilan fisik, melainkan perjalanan membangun karakter, mental, dan tentunya kesehatan.
Baca juga: 7 Manfaat Kesehatan Berlatih Seni Bela Diri Muay Thai
Banyak manfaat yang dirasakannya dari menjadi Sabeum (Pelatih) dia dapat berinteraksi dengan anak-anak kecil sampai mereka yang sudah beranjak dewasa. Baginya nilai - nilai Taekwondo dapat menjadi fondasi bagi anak muda untuk menjaga diri.
Awalnya dia merupakan seorang anggota dari club Taekwondo Al-Basyariah Citayam. Kemudian mulai dipercaya untuk mengajar anak-anak dengan kategori usia 6-12 tahun. Pemuda yang sudah pernah meraih Emas pada kejuaraan Jakarta itu tidak pernah lupa untuk mengembangkan ilmunya, dia tetap berlatih sendiri di rumah atau sembari mengajar juga sembari latihan.
Saat tren olahraga semakin meningkat dua tahun belakangan ini, khususnya olahraga berjenis beladiri seperti Muay Thai, Boxing, Kick Boxing dan Jiu-itsu. Adam melihat celah, agar anak muda tertarik untuk berlatih Taekwondo yang lebih tradisional. Dirinya menambahkan beberapa metode pelatihan baru, seperti menambahkan edukasi keseimbangan dalam mengatur pola hidup dan gizi makanan.
Baginya menjadi pelatih Taekwondo sudah cukup menopang hidupnya sebagai anak sulung dengan dua adiknya.
“Menjadi pelatih Taekwondo sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan saya terlebih bila di tekuni lebih dalam dan memiliki banyak relasi. Sampai saat ini saya juga sudah mengajar di 4 sekolah, yang untuk persenannya saya mendapatkan Rp1 juta untuk setiap cabangnya,” tutur Adam.
Baginya modal menjadi seorang pelatih hanya satu, yaitu tekun dalam belajar, Adam bahkan tidak menyangka saat ini bisa menjadi pelatih Seni Beladiri Taekwondo yang di senanginya sejak kecil. Sampai saat ini kurang lebih Adam memiliki 200 murid yang diajar nya setiap senin-sabtu.
Dalam memperluas klub Taekwondo yang diasuhnya, Mantan Pemenang kejuaraan DKI ini menggunakan media sosial serta acara-acara demontrasi beladiri. Hal ini lumayan efektif mengingat jumlah muridnya yang semakin bertambah.
Rupanya hal-hal yang dirasakan Adam juga dirasakan oleh Fawaz (24), seorang guru silat di Cibinong. Hanya yang sedikit berbeda, Fawas memfokuskan anak-anak asuhnya untuk menjadi seorang atlet. Hingga saat ini sang pelatih muda telah mengajar 40 siswa yang berasal dari Sekolah Menegah Pertama Darunnida.
Dalam dua tahun mengajar, anak asuhnya sudah banyak mengikuti perlombaan-perlombaan di skala kabupaten/kota, dirinya menuturkan bahwa sebagai seorang praktisi beladiri, dia menyadari bahwa untuk menjaga konsistensi, latihan itu harus memiliki tuntutan, untuk kompetisi.
Selain sebagai sarana memupuk prestasi, ini juga dilakukan agar anak asuhnya merasakan benefit dari menjadi juara, seperti peluang-peluang kejuaraan maupun hadiah yang didapat.
Dari segi pendapatan, Fawas membuka harga Rp150.000 bagi siswa yang ingin mengikuti kelasnya. Omzet yang didapat nya berada di kisaran Rp6 juta rupiah, belum termasuk menyewa lapangan tempatnya mengajar. Hal unik yang dilakukan Fawas adalah adanya kurikulum pelatihan.
“Karena perguruan kami sudah teruji dan professional untuk urusan program latihan dan perkembangan itu sudah memiliki kurikulum dan standar sendiri, yang menjadi kendala mungkin masalah waktu menyesuaikan kesibukan dari siswa masing-masing,” pungkas Fawas.
Namun berbeda untuk Jovan (24) pemuda asal Cibinong yang kini menjadi pelatih Taekwondo di salah satu Dojo Jakarta. Awalnya dia merupakan seorang atlet Taekwondo,merasa bahwa lelah dan sudah banyak atlet yang juga bagus, dia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang pelatih beladiri. Sempat menjadi atlet, Jovan meyakini dirinya masih fresh, dan dapat melatih dari perspektif anak muda sehingga lebih relate dengan perasaan murid-muridnya.
Untuk strategi pemasaran yang digunakan Jovan, dirinya mengkombinasikan cara konvensional dan modern.
“Cara paling efektif menurut saya, paling utama masuk ke sekolahan lewat esktarkulikuler, cara lain bisa dibilang memakai KOL dengan atlet yang sudah punya nama, dan terakhir penggunaan media sosial untuk penyebaran info,” tutur Jovan.
Yang menarik dari metode pelatihan Jovan adalah akan diadakannya, metode Try Out, latihan uji coba antar Dojo, dan pelatihan kategori baru di cabor Taekwondo yaitu Freestyle. Semua jenis pelatihan ini ini juga didudukung dengan keamanan yang baik dari segi SDM dan Teknologi.
Baginya tantangan menjadi seorang pelatih ada beberapa aspek seperti kualitas skill pelatih, cara berinteraksi dengan murid, dan personal pelatih itu sendiri.
“Kadang masih bimbang, hasrat anak-anak seperti hanya mau main dan tidak mau belajar masih ada. Hal itu nanti bakal berujung ke interaksi dengan murid yang seumuran, bisa jadi nanti kurang sopan dan lain-lain,” jelas Jovan.
Dari segi pendapatan, karena Jovan sedang dalam tahap perintisan karir seorang pelatih Taekwondo, alhasil masih belum banyak Dojo yang dilatihnya. Hanya saja hal itu tidak menjadi beban baginya, dirinya menuturkan bahwa dengan menjadi seorang pelatih sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
“Jujur karna baru merintis, dan belum banyak tempat melatih, penghasilan ada hanya harus sesuaikan dengan kebutuhan, kalau untuk memenuhi keinginan sepertinya masih belum cukup,” kata Jovan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pemuda itu bernama Adam Taqwa (25) seorang pelatih Seni Beladiri Taekwondo, dia telah mendapat gelar ban hitam sejak berumur 16 tahun. Alasannya menjadi seorang pelatih di karenakan beladiri merupakan olahraga yang sangat digemarinya. Terlebih baginya saat ini Beladiri bukan hanya ajang keterampilan fisik, melainkan perjalanan membangun karakter, mental, dan tentunya kesehatan.
Baca juga: 7 Manfaat Kesehatan Berlatih Seni Bela Diri Muay Thai
Banyak manfaat yang dirasakannya dari menjadi Sabeum (Pelatih) dia dapat berinteraksi dengan anak-anak kecil sampai mereka yang sudah beranjak dewasa. Baginya nilai - nilai Taekwondo dapat menjadi fondasi bagi anak muda untuk menjaga diri.
Awalnya dia merupakan seorang anggota dari club Taekwondo Al-Basyariah Citayam. Kemudian mulai dipercaya untuk mengajar anak-anak dengan kategori usia 6-12 tahun. Pemuda yang sudah pernah meraih Emas pada kejuaraan Jakarta itu tidak pernah lupa untuk mengembangkan ilmunya, dia tetap berlatih sendiri di rumah atau sembari mengajar juga sembari latihan.
Saat tren olahraga semakin meningkat dua tahun belakangan ini, khususnya olahraga berjenis beladiri seperti Muay Thai, Boxing, Kick Boxing dan Jiu-itsu. Adam melihat celah, agar anak muda tertarik untuk berlatih Taekwondo yang lebih tradisional. Dirinya menambahkan beberapa metode pelatihan baru, seperti menambahkan edukasi keseimbangan dalam mengatur pola hidup dan gizi makanan.
Baginya menjadi pelatih Taekwondo sudah cukup menopang hidupnya sebagai anak sulung dengan dua adiknya.
“Menjadi pelatih Taekwondo sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan saya terlebih bila di tekuni lebih dalam dan memiliki banyak relasi. Sampai saat ini saya juga sudah mengajar di 4 sekolah, yang untuk persenannya saya mendapatkan Rp1 juta untuk setiap cabangnya,” tutur Adam.
Baginya modal menjadi seorang pelatih hanya satu, yaitu tekun dalam belajar, Adam bahkan tidak menyangka saat ini bisa menjadi pelatih Seni Beladiri Taekwondo yang di senanginya sejak kecil. Sampai saat ini kurang lebih Adam memiliki 200 murid yang diajar nya setiap senin-sabtu.
Dalam memperluas klub Taekwondo yang diasuhnya, Mantan Pemenang kejuaraan DKI ini menggunakan media sosial serta acara-acara demontrasi beladiri. Hal ini lumayan efektif mengingat jumlah muridnya yang semakin bertambah.
Rupanya hal-hal yang dirasakan Adam juga dirasakan oleh Fawaz (24), seorang guru silat di Cibinong. Hanya yang sedikit berbeda, Fawas memfokuskan anak-anak asuhnya untuk menjadi seorang atlet. Hingga saat ini sang pelatih muda telah mengajar 40 siswa yang berasal dari Sekolah Menegah Pertama Darunnida.
Dalam dua tahun mengajar, anak asuhnya sudah banyak mengikuti perlombaan-perlombaan di skala kabupaten/kota, dirinya menuturkan bahwa sebagai seorang praktisi beladiri, dia menyadari bahwa untuk menjaga konsistensi, latihan itu harus memiliki tuntutan, untuk kompetisi.
Selain sebagai sarana memupuk prestasi, ini juga dilakukan agar anak asuhnya merasakan benefit dari menjadi juara, seperti peluang-peluang kejuaraan maupun hadiah yang didapat.
Kelas Taekwondo. (Sumber foto: Pexels/RDNE)
Dari segi pendapatan, Fawas membuka harga Rp150.000 bagi siswa yang ingin mengikuti kelasnya. Omzet yang didapat nya berada di kisaran Rp6 juta rupiah, belum termasuk menyewa lapangan tempatnya mengajar. Hal unik yang dilakukan Fawas adalah adanya kurikulum pelatihan.
“Karena perguruan kami sudah teruji dan professional untuk urusan program latihan dan perkembangan itu sudah memiliki kurikulum dan standar sendiri, yang menjadi kendala mungkin masalah waktu menyesuaikan kesibukan dari siswa masing-masing,” pungkas Fawas.
Namun berbeda untuk Jovan (24) pemuda asal Cibinong yang kini menjadi pelatih Taekwondo di salah satu Dojo Jakarta. Awalnya dia merupakan seorang atlet Taekwondo,merasa bahwa lelah dan sudah banyak atlet yang juga bagus, dia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang pelatih beladiri. Sempat menjadi atlet, Jovan meyakini dirinya masih fresh, dan dapat melatih dari perspektif anak muda sehingga lebih relate dengan perasaan murid-muridnya.
Untuk strategi pemasaran yang digunakan Jovan, dirinya mengkombinasikan cara konvensional dan modern.
“Cara paling efektif menurut saya, paling utama masuk ke sekolahan lewat esktarkulikuler, cara lain bisa dibilang memakai KOL dengan atlet yang sudah punya nama, dan terakhir penggunaan media sosial untuk penyebaran info,” tutur Jovan.
Yang menarik dari metode pelatihan Jovan adalah akan diadakannya, metode Try Out, latihan uji coba antar Dojo, dan pelatihan kategori baru di cabor Taekwondo yaitu Freestyle. Semua jenis pelatihan ini ini juga didudukung dengan keamanan yang baik dari segi SDM dan Teknologi.
Baginya tantangan menjadi seorang pelatih ada beberapa aspek seperti kualitas skill pelatih, cara berinteraksi dengan murid, dan personal pelatih itu sendiri.
“Kadang masih bimbang, hasrat anak-anak seperti hanya mau main dan tidak mau belajar masih ada. Hal itu nanti bakal berujung ke interaksi dengan murid yang seumuran, bisa jadi nanti kurang sopan dan lain-lain,” jelas Jovan.
Dari segi pendapatan, karena Jovan sedang dalam tahap perintisan karir seorang pelatih Taekwondo, alhasil masih belum banyak Dojo yang dilatihnya. Hanya saja hal itu tidak menjadi beban baginya, dirinya menuturkan bahwa dengan menjadi seorang pelatih sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
“Jujur karna baru merintis, dan belum banyak tempat melatih, penghasilan ada hanya harus sesuaikan dengan kebutuhan, kalau untuk memenuhi keinginan sepertinya masih belum cukup,” kata Jovan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.