Konservasi Elang Jawa di Loji, Jawa Tengah. (Sumber foto: Wikimedia Commons)

Momen Hari Satwa Liar Sedunia, Aktivis Perlindungan Hewan Minta Negara Lakukan Hal Ini

08 March 2024   |   15:30 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Momen peringatan Hari Satwa Liar Sedunia yang jatuh pada 3 Maret masih terasa gaungnya di Indonesia. Yaitu dengan dilepaskannya dua Harimau Sumatera, Ambar Goldsmith dan Beru Situtung di Taman Nasional Gunung Leuser oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Selasa, (6/3/24).

Berbagai upaya yang dilakukan negara dan swasta untuk pelestarian satwa liar patut diapresiasi. Mengingat kondisi hewan langka di Tanah Air yang semakin memprihatinkan. Rusaknya habitat satwa hingga konflik dengan manusia menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Baca juga: Sederet Tantangan Konservasi Menjaga Eksistensi Satwa Liar

International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List mencatat, jumlah spesies hewan terancam punah mencapai 16.900 spesies pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 2,55 persen dari tahun sebelumnya yang sebanyak 16.479 spesies. Tren ini bahkan tercatat mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir.

Founder Animal Don't Speak Human, Filota Berandhini, mengatakan, pemangku kepentingan sejauh ini memang terus menekan angka kepunahan dengan berbagai cara. Salah satunya lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) yang saat ini sudah  masuk prolegnas.

RUU yang akan menggantikan UU No.5/90 itu menurutnya memang memuat sejumlah hal baru yang positif terkait penegakan hukum di bidang konservasi. "Namun, pembahasan RUU ini masih kurang mengakomodir masukan dari kelompok masyarakat sipil, bahkan sangat tertutup. Jadi sangat mencederai semangat demokrasi,"katanya.
 
 


Menurut aktivis itu, sejauh ini salah satu faktor penyebab punahnya hewan endemik adalah aktivitas destruktif manusia. Yaitu perburuan, konversi habitat untuk kepentingan masyarakat, termasuk perumahan, pertambangan dan perkebunan, serta perubahan iklim yang turut mengancam kehidupan di bumi.

Imbasnya, banyak satwa liar yang masuk ke pemukiman warga untuk mencari makanan karena susah didapatkan di habitat aslinya. Melihat kondisi tersebut, dia berharap negara meninjau ulang regulasi yang ada, serta mengadopsi peraturan baru untuk menangkal pemanasan global yang mendorong kepunahan satwa endemik.

Selain itu, tindak pidana yang rendah juga masih menjadi salah satu hal yang membuat banyaknya pelaku yang sudah diproses hingga tingkat pengadilan tidak menimbulkan efek jera. Bahkan tidak adanya larangan yang secara spesifik mengatur pemeliharaan satwa liar juga membuat perburuan satwa terus meningkat.

"Bahkan banyak orang tidak bertanggung jawab yang menggunakan hewan sebagai komoditas keuntungan pribadi. Seperti influencer yang menjadikan hewan sebagai konten sosial media, atau psikopat hewan yang menjual video kekerasan hewan kepada jaringan psikopat di negara lain," katanya.


Penambahan Populasi

Terpisah, kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Sapto Aji Prabowo mengatakan, pihaknya juga terus melakukan upaya konservasi terhadap hewan-hewan endemik di kawasan Gede Pangrango. Salah satunya lewat upaya site monitoring di lokasi Situ Gunung dan Cimungkad terhadap keberlangsungan hidup elang jawa.
 
 


Menjadi salah satu benteng terakhir kawasan konservasi di pinggir ibukota, TNGGP memang menjadi habitat dari berbagai jenis satwa liar. Seperti kepik raksasa, berbagai jenis kumbang, serta ratusan mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, owa jawa, hingga sigung, yang saat ini terus terancam punah.

Aji menjelaskan, kawasan seluas lebih dari 22.000 hektare itu setidaknya memiliki tiga satwa prioritas yang dijaga kelestariannya. Yaitu macan tutul jawa (Panthera pardus melas), owa jawa (Hylobates moloch) dan elang jawa (Nisaetus bartelsi) yang menjadi spesies payung yang dipilih untuk membuat keputusan terkait konservasi.

"Ketika keberadaan ketiga umbrella species ini ada, dan terjaga dengan baik, maka populasi hewan di bawahnya yang menjadi mangsa satwa liar itu, populasinya juga baik," katanya.

Menurut data inventaris pada 2021, dia mengungkap jumlah macan tutul di TNGGP setidaknya ada 21 ekor. Bahkan, pada awal Februari 2024, kamera jebak yang pihaknya pasang di sejumlah lokasi berhasil merekam indukan macan tutul bersama anaknya yang baru lahir, sehingga ada penambahan populasi.

Sementara itu, jumlah populasi owa jawa pada 2022 terdapat sekitar 460-600 individu spesies. "Lewat berbagai indikator dari tiga satwa prioritas ini, kami melihat sejauh ada tren positif. Sebab ada anakan elang yang menetas, bahkan ada anakan macan tutul, artinya ada perkembangan populasi," katanya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Ada Itang Yunasz sampai Rya Baraba, Intip Busana Spesial Lebaran di Indonesia Fashion Aesthetic (IFA) 2024

BERIKUTNYA

Putri Ayudya Cerita Keseruan Syuting Film Kuyang, Adegan CGI Jadi Favoritnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: