Film Eksil ketika diputar di Praha (Sumber gambar: Instagram/lola.maria)

Cerita di Balik Terbatasnya Jam Tayang Film Eksil & Pentingnya Ruang Putar yang Lebih Heterogen

10 February 2024   |   20:30 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Deretan prestasi yang berhasil diraih film Eksil di berbagai festival sinema bergengsi, baik skala nasional maupun internasional, rupanya tak membuat dokumenter garapan sutradara Lola Amaria ini mendapat jam tayang yang melimpah di bioskop.

Sebaliknya, bioskop yang menayangkan film ini justru sangat terbatas. Minimnya jam tayang membuat beberapa penonton di sejumlah daerah kesulitan mengakses film dokumenter yang membahas nasib para eksil, mereka yang terbuang oleh negara imbas meletusnya peristiwa gerakan 30 September 1965 di Indonesia. 

Baca juga: Kala Taruntum, Pameran Reuni Seniman ISI Yogyakarta Angkatan 1993 Berlangsung di Jakarta

Permasalahan keterbatasan jam tayang ini kemudian direspons oleh Loma Amaria dengan menyarankan penonton mengadakan nobar alias nonton bareng bersama komunitas di kota masing-masing. Terutama, di kota-kota yang tidak kebagian layar reguler film Eksil.

Teknisnya, ketika penonton di suatu daerah telah terkumpul, mereka bisa menyewa bioskop, lalu pihaknya akan mengirim Digital Cinema Package (DCP) ke bioskop sehingga nobar bisa dilakukan. Teknis nobar pribadi ini bisa dilakukan dengan terlebih dahulu menghubungi [email protected].

Dalam masa pemutaran ini, Lola Amaria masih menginginkan film yang dibuatnya lebih dari satu dekade tersebut bisa ditonton di bioskop. Sebab, saat ini bioskop masih menjadi medium terbaik menikmati sebuah karya sinema.

Kendati demikian, dia juga menyadari bahwa film ‘alternatif’ – klasifikasi yang juga ditentangnya karena baginya semua film adalah sama – diakuinya masih sulit untuk mendapatkan jumlah layar yang pantas di ruang putar bioskop. Padahal berbagai kriteria sebuah film untuk bisa diputar di bioskop sudah dipenuhinya.


Jalan Panjang Dokumenter Masuk Bioskop

Lola mengatakan bahwa distribusi film Eksil sedari awal memang dirancang untuk tayang di bioskop. Pembuatan film ini, terutama dari segi teknis, juga memakai standar-standar tertentu sehingga bisa layak diputar di ruang besar di bioskop.

Misalnya, dari segi suara, Lola memakai standar Dolby. Kemudian, warna film hingga penggarapan musik dibuat khusus agar memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Dirinya juga memfinalisasi filmnya menjadi DCP alias Digital Cinema Package, yang menjadi standar format untuk penayangan film di bioskop.

“Jadi, memang sudah dipikirin semuanya, walau akhirnya susah sebuah film berlabel dokumenter masuk ke bioskop. Namun, saya meyakini namanya film ya sama saja, enggak ada anak tiri bahwa ini dokumenter ini fiksi. Buat saya film adalah film, enggak boleh dianaktirikan,” ungkap Lola kepada Hypeabis.id, Jumat (9/2/2024).

Diakui Lola, proses memasukkan film dokumenter Eksil ke bioskop cukup rumit. Hal ini tak lepas dari masih ada anggapan bahwa dokumenter hanya berisi video wawancara, yang kemudian kerap diasosiasikan membosankan.

Padahal, bagi Lola, bosan dan tidak bosan bukanlah melekat pada genre. Sebab, film fiksi pun banyak juga yang akhirnya membosankan dan membuat penonton kecewa ketika keluar dari bioskop.

“Saya berat sekali untuk meyakinkan pihak bioskop. Saya sudah kirim surat sejak Mei 2023, awalnya saya minta agar dapat jadwal tayang di September tahun tersebut. Akan tetapi, tidak dibalas-balas. Padahal, secara persyaratan, dari DCP, trailer, lulus sensor, dan segala hal udah ada,” imbuhnya.

Pada Juli 2023, Lola mencoba untuk mem-follow up kepastian tayang film dokumenter pertamanya tersebut. Namun, belum ada kejelasan yang didapatnya juga. Pada September 2023, setelah berbagai tanya yang dilontarkan, sedikit lampu hijau mulai menyala.

Lola kemudian diminta menulis list bioskop di mana saja yang ingin menayangkan filmnya. Meski kemudian, banyak sekali list yang dituliskan tidak menayangkan karena porsi terbatasnya jumlah tayang.

Pada akhir Desember 2023, kepastian yang lebih terang benderang itu datang. Sebab, Eksil mendapat slot penayangan 1 Februari, yang meski slot pemutarannya begitu terbatas.

“Ya, tetapi paling enggak film ini akhirnya bisa dapat tanggal tayang itu udah Puji Tuhan-lah. Apalagi pas melihat animo bagus. Dan perjuangan itu menghasilkan, walau sedikit layar, tetapi animonya besar. Ya saya senang akhirnya bisa masuk bioskop,” terangnya.

Menurut Lola, jumlah layar pada sebuah film memang menjadi isu yang penting karena ini berkaitan dengan akses. Selain itu, persoalan bioskop di daerah mana juga hal yang tak kalah penting. Dalam artian, makin berada di lokasi strategis, sebuah film bisa lebih mudah untuk bertemu dengan penontonnya.

Lola mencontohkan film Eksil yang tayang di Plaza Semanggi, Plaza Senayan, dan beberapa bioskop lain yang berada di tengah kota, antusiasme penonton lebih terbentuk. Hal berbeda didapatkan pada lokasi yang tidak strategis.

Lola mengatakan bahwa saat ini fokus distribusinya masih pada penayangan di bioskop. Nantinya, setelah Eksil benar-benar telah turun layar, dirinya mencoba menggunakan strategi pendekatan distribusi lain.

Misalnya, dengan membuat pemutaran di kampus, sekolah, atau tempat-tempat lain dengan syarat sesuai standar, seperti ruangan yang sesuai spesifikasi, kedap suara, teknologi proyector, sound, dan sebagainya.

“Terus terang, penonton harus dimanjakan. Kalau enggak proper, itu kasian,” tegasnya sekali lagi.


Membangun Ruang Putar yang Heterogen

Pengamat nasional Hikmat Darmawan mengatakan permasalahan minimnya jam tayang pada film ‘alternatif’ memang telah menjadi masalah klasik. Hikmat menggambarkan situasi ini sebagai praktik pasar tunggal yang tidak cukup adil bagi beberapa jenis film, termasuk dokumenter.

Padahal, dokumenter, selayaknya jenis film lain juga memiliki pangsa pasarnya sendiri. Meski bisa dibilang niche market, tetapi harus diakui itu ada dan semestinya juga diakomodir dengan layak.

Menurutnya, niche market juga bisa berkembang, ketika memang ada kesempatan. Bagi Hikmat, niche market juga mesti dipandang tetap memiliki nilai ekonomi yang harus digarap sungguh-sungguh. Sehingga slot pemutaran lebih mencerminkan keragaman pasar juga.

“Tapi, dokumenter ini menang kerap diperlakukan kayak ‘pro bono’ gitu, kayak amal. Padahal, dia adalah pasar sendiri. Kalau enggak digarap ya gimana pasar itu muncul dan terjangkau. Yang ada sekarang orang pengin nonton, tetapi enggak ada akses di kotanya misalnya,” ungkap Hikmat kepada Hypeabis.id.

Bagi Hikmat, kebijakan tentang slot film memang mesti dicari jalan tengah. Dalam artian, ketika sebuah film dokumenter atau film alternatif lain mendapat slot lebih, apakah menjadi sebuah kerugian bagi film lain?

Sebab, ada juga film yang mendapatkan slot begitu banyak, tetapi tidak ada penonton. Dengan demikian, perlu ada program yang mewadahi itu dengan tujuan bisa membangun pasar sinema yang lebih heterogen.

“Kita tentu berterima kasih masih diputar di bioskop, tetapi sudah saatnya kita melihat film dokumenter sebagai salah satu yang punya potensial market. Memang targetnya enggak kayak film blockbuster, tetapi kondisinya enggak kayak sekarang juga seharusnya,” imbuhnya.

Menurut Hikmat, untuk membuka akses ke pasar yang lebih majemuk, perlu ada kebijakan slot yang lebih mencerminkan keberagaman pasar. Film-film seperti dokumenter mesti disediakan jatah tayang yang lebih banyak.

Ke depan, Hikmat menilai pasar memang akan terus bergerak ke arah heterogen. Akan selalu ada orang-orang yang menyukai  film-film dokumenter, film festival, film restorasi dan sebagainya. Hal itu sudah seharusnya dipupuk dan dilihat sebagai ‘pasar baru’ yang layar digarap juga. 

Baca juga: 9 Film Bertema Jurnalistik untuk Peringati Hari Pers Nasional 2024

“Pemilik jaringan ruang tayang harus punya kesepakatan dan kebijakan bersama dengan berbagai pihak, bahkan termasuk pemerintah, untuk mendorong ini. Bahkan, jika perlu ada insentif atau apa pun agar ada slot yang lebih beragam,” tegasnya. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Sambut Tahun Naga Kayu, Gedung Empire State di New York Pancarkan Cahaya Merah

BERIKUTNYA

Resep Bubur Manado, Enak & Nikmat Disantap Buat Sarapan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: