Gigs Dorpasing (Sumber Gambar: Instagram/@dorpasingg)

Menikmati Gemuruh Gigs dan Geliat Musik Underground

10 February 2024   |   06:00 WIB
Image
Enrich Samuel Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta

Di bawah sorot beberapa lampu warna, sekumpulan anak muda mengekspresikan diri lewat alunan musik keras. Mereka adalah pelaku dan penikmat musik bawah tanah (underground music), yang dalam banyak hal cukup kontras dengan musik-musik arus utama (mainstream). 

Gerakan yang banyak dilakoni dan disukai anak-anak muda itu berawal dari kebutuhan mencari wadah untuk berkreasi dan berekspresi sebebas mungkin. Pelaksanaan yang kolektif dari kelompok itu makin merekatkan hubungan emosional yang tak ala kadarnya, sehingga terciptalah pertunjukan atau gigs kolektif. 

Farrel, salah satu anak muda dengan panggilan akrab nan nyeleneh “Bebek” merupakan anggota aktif dari kelompok kolektif Dorpasing, yang terbentuk di salah satu kampus di daerah Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Nama Dorpasing tercetus dari guyonan yang mempunyai kepanjangan ‘Dorong Pantat Singa’ Dia menyebut, kegiatan ini memang berdasar pada keresahan banyak anak muda. 

“Awal pergerakan ini dimulai dari kolektifan karya yang diunggah di platform media sosial (Instagram), berlanjut ke pameran di lingkungan kampus, dan acara musik yang diadakan di salah satu kedai. Tujuannya untuk memperlihatkan karya mereka yang berbeda dari realita sebuah layar kaca,” katanya. 

Baca juga: Hypereport: Tren Musik 2024 Bakal Diramaikan Pendatang Baru Hingga Crossover Genre

Menu utama yang disuguhkan dari komunitas ini memanglah sebuah gigs. Namun, Dorpasing juga berkiprah dalam pergerakan media informasi yang bernama Dorp info. Bagi mereka sang penggagas utama, anak muda mempunyai peran krusial dalam menjaga ekosistem kreatif di era millenial.

Music underground yang tidak banyak diketahui harus dipertahankan eksistensinya, seperti jenis aliran psychedelic, punk, hardcore, maupun metal,” jelas Farrel. 

Dalam hal kurangnya eksposur bagi hal unik seperti ini, relasi dan koneksi antarpersonal/komunitas menjadi fondasi penting bagi kelompok seperti Dorpasing bisa berkarya hingga sekarang. Tiap kegiatan yang diselenggarakan, memiliki sumber dana kolektifan tersendiri ditambah dengan sistem tiket. selain itu Dorpasing juga aktif memaksimalkan medsos sebagai sarana promosi kegiatan.

Untuk keanggotaan, tak ada sistem seleksi atau rekrutmen dengan ketentuan khusus, siapa pun bisa turut berpartisipasi selama konsisten dan komitmen dengan apa yang telah direncanakan. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Dorpasing (@dorpasingg)


Keresahan akan sebuah kegiatan kreatif juga dirasakan oleh Fahmi dari Komunitas Atelir Ceremai, yang punya gigs bertajuk Sesuai Protokol. Awalnya pertunjukan ini berformat acara tapping saat pandemi Covid-19 merebak. Tujuan utamanya adalah untuk memberi ruang bagi generasi musisi muda untuk menampilkan karya dengan ciri yang unik dan spesifik. 

“Kami berfokus pada musik, seni rupa, sastra, teater dan film. Untuk konsep gigs musik, kami memberikan warna berbeda dari segi visual untuk panggung kami. Jadinya, saat gigs lain tidak mengutamakan lampu, kami justru memiliki gear dari segi lighting sendiri,” katanya. 

Atelir juga telah banyak berkolaborasi dengan komunitas lokal lain seperti Meanless, Hati-hati Record, dan Puzzle Music. Bentuk kolaborasi mereka juga diperuntukkan guna menjajal lingkungan luar, menciptakan wadah kreasi, ekspresi, serta apresiasi terhadap pelaku musik yang memiliki aliran berbeda. 

Gigs Sesuai Protokol juga memanfaatkan penggunaan teknologi live streaming. Promosi kegiatan-kegiatan ini juga dilakukan dengan cara kolektif lewat sistem media partner. Fahmi menambahkan bahwa wadah gigs kolektif ini punya dampak positif.

“Gigs berperan krusial sebagai laboratorium musisi lokal, mereka bisa berkreasi, tau kekurangan dan kelebihan mereka, serta menjadi sebuah ruang performing, jika beruntung bahkan bisa menjadi pintu bagi musisi ke level selanjutnya,” imbuhnya. 
 

Dandi Hasan, salah satu gitaris dari grup band lokal Pubertish yang beraliran indie rok menegaskan bahwa gigs kolektif sangat berperan, bagi dirinya sebagai seorang musisi dan skena musiknya. 

“Para pelaku musik dapat saling mengenal satu sama lain, ditambah gigs kolektif yang enggak hanya ada di satu tempat bisa jadi media bagi musisi lokal non populer untuk mengenalkan karyanya kepada para penikmat musik,” tegas Dandi.

Bagi Dorpasing dan Atelir, tujuan besarnya bukan sekadar materi, benefit muncul dari adanya relasi dan komunikasi yang dibangun lintas keberagaman jadi kunci penting pertumbuhan music underground.

Selain itu, mereka berharap agar hal-hal kecil yang telah dilakukan bisa memberikan dampak positif untuk lingkungan sekitar, serta menjaga ruang kreatif dan kebebasan berkespresi. Dengan begitu, minat dan semangat anak muda tidak akan punah ditelah zaman. 

Baca juga: Hypereport: Jalan Panjang Pengarsipan Musik Digital dan Restorasi Rilisan Analog

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Ide Outfit Pria di Kantor, Tetap Simpel & Tampil Modis

BERIKUTNYA

Garena Undawn Sambut Imlek dengan Event Dragon Gate Welcome, Cek Keunikannya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: