Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif Sandiaga Dukung Pengusaha Agar Spa Tidak Dikenakan Pajak Hiburan
01 February 2024 |
13:30 WIB
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mendukung pengusaha agar industri spa tidak dikenakan pajak barang dan jasa tertentu sebesar 40 persen – 75 persen. Spa termasuk dalam kategori industri pariwisata, sehingga bukan jenis industri jasa hiburan.
Sandiaga mengungkapkan bahwa industri spa masuk dalam kategori pariwisata tertuang dalam sejumlah peraturan, yakni UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, bab VI pasal 14 ayat 1 huruf M.
Kemudian, Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4/2021 tentang standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8/2014 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Spa.
"Ini sebetulnya sudah tertuang di Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Parekraf dan ini akan diperkuat dengan judicial review di MK [Mahkamah Konstitusi], kita tunggu proses hukumnya," katanya dalam siaran pers pada Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Asosiasi Tolak Aturan Kenaikan Pajak 40%, Bisnis Spa Masih Hadapi Sejumlah Tantangan
Dia menambahkan akan terus mengupayakan agar tidak ada kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40 persen - 75 persen untuk industri spa karena spa tidak termasuk dalam industri hiburan. Selagi proses judicial review, industri spa dan jenis hiburan lainnya tidak dikenakan peningkatan pajak barang dan jasa tertentu yang tertuang dalam Undang – undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
Di sisi lain, Sandiaga juga berharap industri spa mampu mengakselerasi pencapaian target jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali sebagai destinasi favorit. Dia mengeklaim pemerintah senantiasa mendorong perkembangan industri spa - salah satunya melalui kebijakan yang mampu mengakselerasi kebangkitan sektor parekraf di Bali.
Sejumlah regulasi lain yang ada diharapkan mampu mengakselerasi pencapaian target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2024, sehingga penciptaan 4,4 juta lapangan kerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun ini dapat tercapai.
"Kita satukan langkah untuk menghadirkan pariwisata Bali yang berkualitas dan berkelanjutan," katanya.
Sebelumnya, dalam catatan Hypeabis.id, Annie Savitri, Ketua Umum Perkumpulan Pelatih dan Instruktur Wellness, Spa, dan Kecantikan Indonesia (Pilar Wellskin), mengatakan bahwa permasalahan pajak di industri spa sudah terjadi sejak 2009 berdasarkan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Beleid itu menyebutkan bahwa mandi uap atau spa menjadi salah satu hiburan yang memiliki tarif pajak khusus yang dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen selain pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, dan panti pijat.
Regulasi tersebut sudah menyebabkan industri spa mengalami penurunan – terutama di provinsi yang menerapkan tarif pajak sampai 35 persen. Minat pengusaha untuk menjalankan usaha spa mengalami penurunan.
Dengan begitu, UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menyebut spa sebagai salah satu jasa hiburan dalam tarif khusus pajak barang dan jasa tertentu dapat memberikan dampak yang parah terhadap industri.
”Ini semakin memperburuk dan mematikan industri spa,” katanya.
Baca juga: Tolak Pajak 40%! Asosiasi Pengusaha Tegaskan Spa Bukan Bisnis Hiburan
Editor: Puputa Ady Sukarno
Sandiaga mengungkapkan bahwa industri spa masuk dalam kategori pariwisata tertuang dalam sejumlah peraturan, yakni UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, bab VI pasal 14 ayat 1 huruf M.
Kemudian, Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4/2021 tentang standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8/2014 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Spa.
"Ini sebetulnya sudah tertuang di Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Parekraf dan ini akan diperkuat dengan judicial review di MK [Mahkamah Konstitusi], kita tunggu proses hukumnya," katanya dalam siaran pers pada Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Asosiasi Tolak Aturan Kenaikan Pajak 40%, Bisnis Spa Masih Hadapi Sejumlah Tantangan
Dia menambahkan akan terus mengupayakan agar tidak ada kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40 persen - 75 persen untuk industri spa karena spa tidak termasuk dalam industri hiburan. Selagi proses judicial review, industri spa dan jenis hiburan lainnya tidak dikenakan peningkatan pajak barang dan jasa tertentu yang tertuang dalam Undang – undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
Di sisi lain, Sandiaga juga berharap industri spa mampu mengakselerasi pencapaian target jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali sebagai destinasi favorit. Dia mengeklaim pemerintah senantiasa mendorong perkembangan industri spa - salah satunya melalui kebijakan yang mampu mengakselerasi kebangkitan sektor parekraf di Bali.
Sejumlah regulasi lain yang ada diharapkan mampu mengakselerasi pencapaian target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2024, sehingga penciptaan 4,4 juta lapangan kerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun ini dapat tercapai.
"Kita satukan langkah untuk menghadirkan pariwisata Bali yang berkualitas dan berkelanjutan," katanya.
Sebelumnya, dalam catatan Hypeabis.id, Annie Savitri, Ketua Umum Perkumpulan Pelatih dan Instruktur Wellness, Spa, dan Kecantikan Indonesia (Pilar Wellskin), mengatakan bahwa permasalahan pajak di industri spa sudah terjadi sejak 2009 berdasarkan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Beleid itu menyebutkan bahwa mandi uap atau spa menjadi salah satu hiburan yang memiliki tarif pajak khusus yang dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen selain pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, dan panti pijat.
Regulasi tersebut sudah menyebabkan industri spa mengalami penurunan – terutama di provinsi yang menerapkan tarif pajak sampai 35 persen. Minat pengusaha untuk menjalankan usaha spa mengalami penurunan.
Dengan begitu, UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menyebut spa sebagai salah satu jasa hiburan dalam tarif khusus pajak barang dan jasa tertentu dapat memberikan dampak yang parah terhadap industri.
”Ini semakin memperburuk dan mematikan industri spa,” katanya.
Baca juga: Tolak Pajak 40%! Asosiasi Pengusaha Tegaskan Spa Bukan Bisnis Hiburan
Editor: Puputa Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.