Jasa hiburan karaoke menjadi salah satu yang terkena tarif khusus pajak barang dan jasa tertentu (Sumber gambar ilustrasi: pexels/ Andrea Piacquadio)

Menparekraf Meredam Kekhawatiran Pelaku Usaha Terkait Kenaikan Pajak Hiburan

15 January 2024   |   14:34 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Tarif pajak barang dan jasa tertentu untuk sejumlah jasa hiburan diprotes oleh para pelaku usaha di dalam negeri. Terkait kondisi ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selaku pemangku kepentingan utama di sektor terkait, meminta para pelaku usaha jasa hiburan supaya tidak khawatir.

Dalam unggahannya di akun Instagram @sandiuno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebutkan bahwa pelaku usaha tidak perlu khawatir lantaran ketentuan tersebut masih dalam proses judicial review.

”Pemerintah memastikan semua kebijakannya itu untuk memberdayakan dan memberikan kesejahteraan, bukan untuk mematikan usaha,” demikian tertulis dalam unggahannya.

Baca juga: Inul Protes Pajak Hiburan Bisa Mematikan Usaha Karaoke, Begini Peraturan UU yang Berlaku

Sebagaimana diketahui, UU No. 1 /2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur tentang besaran Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang atau jasa tertentu, termasuk pajak hiburan yang besarannya naik tinggi.

Sandiaga menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan mematikan industri pariwisata dan ekonomi kreatif karena industri ini baru saja bangkit setelah terdampak pandemi Covid-19. Selain itu, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga telah membuka lebih dari 40 juta lapangan kerja.

Dengan begitu, seluruh kebijakan, ermasuk pajak, akan mengalami penyesuaian agar sektor ini kuat dan bisa menciptakan peluang usaha serta lapangan kerja.

”Kami siap mendengar semua masukan dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Kami akan terus berjuang untuk kesejahteraan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, untuk terciptanya lapangan pekerjaan, dan kami pastikan tidak akan mematikan industri parekfraf yang sudah bangkit ini,” tulisnya.

Untuk diketahui, unggahan Menparekraf tersebut merupakan respons atas keluh dan kesah musisi dangdut dan juga pemilik usaha karaoke Inul Vizta. Wanita pemilik nama asli Ainur Rokhimah menilai bahwa rentang besaran tarif pajak barang dan jasa tertentu sekitar 40 persen – 75 persen tidak wajar dan dapat mematikan pelaku usaha hiburan karaoke.
 

Kutipan pajak hiburan. (Salinan UU No.1/2022)

Kutipan Pasa 58 tetang pajak hiburan. (Salinan UU No.1/2022)


Wanita yang juga sebagai pembina Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (Aperki) itu menuliskan dalam akun media sosial instagram bahwa tarif pajak yang wajar adalah 20 persen, sehingga pelaku usaha bisa ”bernapas”.

Dia menilai bahwa besaran kenaikan pajak tersebut tidak mungkin dibebankan pelaku usaha kepada pelanggan lantaran konsumen sudah merasa keberatan saat tarif naik sebesar Rp10.000 saja.

Saat ini, para pelaku usaha berusaha untuk hidup lantaran memiliki karyawan yang bergantung terhadap perusahaan. Inul menuturkan bahwa karyawan yang dimiliki sudah turun menjadi 5.000 orang.

Padahal, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, jumlah karyawan Inul Vizta sudah mencapai 9.000 orang. Dia mengingatkan bahwa penyedia jasa hiburan karoke di dalam negeri secara keseluruhan memiliki ribuan tenaga kerja.

Dengan begitu, ribuan pengangguran dapat tercipta jika para pelaku usaha jasa hiburan karaoke di Indonesia harus tutup akibat kebijakan yang merugikan. Tidak hanya itu, sejumlah pihak lain juga akan mengalami kerugian ketika usaha ini mengalami penutupan.

Dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah yang dilihat oleh Hypeabis.id, tarif pajak 40 persen – 75 persen yang dikenakan terhadap pelaku usaha karaoke adalah pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).

Jasa hiburan karaoke memiliki tarif pajak khusus bersama dengan diskotek, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara di luar itu, tarif PBJT yang ditetapkan maksimal adalah 10 persen.

Pajak ini merupakan jenis yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/ kota dan objek pajaknya adalah penjualan, penyerahan, dan konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi makanan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian serta hiburan. 

Baca juga: Pajak Konser Coldplay Masuk Kantong Pemda DKI Jakarta, Lebih Mahal dari Malaysia?

Berikut jasa kesenian dan hiburan yang dimaksud dalam UU No. 1/ 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah:
  • Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu.
  • Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana.
  • Kontes kecantikan.
  • Kontes binaraga.
  • Pameran.
  • Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
  • Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor.
  • Permainan ketangkasan.
  • Olahraga permainan dengan menggunakan tempat atau ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
  • Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
  • Panti pijat dan pijat refleksi
  • Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. 
Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Jangan Terjebak Janji Manis Bisnis Waralaba dan Kemitraan, Perhatikan Hal-Hal Ini!

BERIKUTNYA

Menebak Ending Film Ancika 1995 dan Kemungkinan Dibuat Sekuel, Begini Kata Produser

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: