Melihat Inspirasi Bangunan Kuno Paris dalam Koleksi Edgy ala Wening's Line
31 January 2024 |
16:54 WIB
Inspirasi kadang didapatkan lewat hal yang tak terduga. Sebagai seorang desainer dalam negeri, mendorong industri fesyen dengan menggalakkan motif wastra dilakoni oleh Wening Angga, seorang desainer dari Kota Gudeg, Yogyakarta. Namun itu saja belum cukup.
Bagi Wening, diperlukan ide lebih jauh untuk membawanya mengeksplorasi hal-hal yang unik dan berbeda. Tidak sekedar menampilkan keindahan wastra, Wening mencampur aduk eloknya motif khas Indonesia dengan kemegahan arsitektur bangunan kuno dalam imajinasinya.
Baca juga: Mengintip Koleksi Busana Urban dan Leisure dari ESMOD Jakarta di UI Fashion Week 2024
Baginya, merupakan hal menarik melihat bagaimana sebuah nilai kelokalan bisa berbaur dengan inspirasi lain yang datang dari dunia luar. Kali ini, Wening memilih Paris, kota mode yang disorot seluruh fashionista di seluruh dunia.
Begitu indahnya bangunan kuno paris dengan jendela-jendela dan dinding klasik. Wening menuangkannya ke dalam busana modest, tentu tanpa menghilangkan kesan romantis yang begitu terasa di kota dengan sematan City of Love tersebut. Lekuk pakaian dengan pola garis-garis dan kotak ala arsitektur Paris ditampilkannya dalam koleksi terbaru Wening’s Line yang sempat melenggang di panggung IN2MF 2023 lalu.
Wening merepresentasikan keanggunan busana secara mendetail berkaca pada sudut-sudut bangunan kuno Paris dengan lengkungan pintu yang terlihat berulang hampir sama pada setiap bangunannya. Perpaduan motif wastra, warna dan bentukan fesyen menghasilkan koleksi yang menyegarkan. Warna-warna seperti neutral, earthy, jingga hingga cokelat memberikan sentuhan hangat.
“Paduan inspirasi budaya timur dengan membawa koleksi kain wastra budaya barat dengan proses handmade dan detail application lalu diolah menjadi gaya kontemporer,” ungkap Wening.
Baginya, inilah yang dinamakan dengan keromantisan hubungan budaya. Imajiner yang bermain mengolaborasikan wastra dengan budaya Barat ini dianggap memberi gebrakan baru. Ini pun telah disesuaikan dengan tajuk koleksi Wening’s Line kali ini yang dinamai Romance of Culture. Desain busananya dibuat dengan inspirasi konsep kembali pada alam, menekankan pentingnya pendekatan manusia terhadap alam jika dibandingkan dengan kecanggihan dan peradaban.
Menurut Wening, konsep back to nature ini merepresentasikan ketulusan alamiah yang justru baginya terasa sangat intens di masa kini. Wening juga menilai bahwa konsep keberlanjutan dalam dunia fesyen kini sudah menjadi suatu kebutuhan dan perhatian utama, baik bagi desainer hingga para konsumennya.
Konsistensi jenama dalam memproduksi busana dengan proses yang lebih ramah lingkungan sudah merupakan keniscayaan. Wening mengaku, penggunaan bahan dan proses produksi keberlanjutan juga merupakan bentuk dukungan perlahan tetapi konsisten untuk mengurangi limbah akibat fesyen.
“Bahan katun dan linen ini adalah bahan yang ramah lingkungan dan mudah didaur ulang. Kemudian proses produksi yang digunakan pun, juga memakai konsep zero waste sustainability,” katanya.
Secara umum, koleksi Romance of Culture ini menggunakan 3 material utama yakni linen, batik cap katun dari Cirebon, dan tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan paduan bahan yang tegas dan flowy tersebut, Wening menggunakan detail dan shape pleats yang dipadukan dengan patchwork untuk menekan kesan bold.
Sementara untuk membuatnya makin fleksibel, pola layering pun mengisi bagian atas busana. Pola layering yang tampak asimetris ini menonjolkan sisi modern dari konsep busana.
Keindahan paduan pola yang dibawa Wening ini dihadirkan dalam warna-warna lembut, netral, tetapi sedikit berani. Garis besar koleksi ini memperlihatkan sisi elegan dengan warna navy, mocca, dan creamy. Sementara untuk memberi kesan cheerful dan edgy, Wening memadukan warna lembut tersebut dengan sentuhan oranye yang menghangatkan.
Koleksi ini juga mencoba mendobrak lebih berani dengan detail wastra yang tampak terang. Wening tampak tidak ragu membuat pakaian bagian atas (top) dengan detail wastra, kemudian merepresentasikan kemodernannya lewat imajinasi bangunan kuno ala Paris.
Keelokan busana itu juga didukung dengan aksesoris seperti topi dan scarf dengan pola yang menabrak, tetapi menambah kesan sempurna mengenai konsep romantisme budaya yang coba diperlihatkannya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bagi Wening, diperlukan ide lebih jauh untuk membawanya mengeksplorasi hal-hal yang unik dan berbeda. Tidak sekedar menampilkan keindahan wastra, Wening mencampur aduk eloknya motif khas Indonesia dengan kemegahan arsitektur bangunan kuno dalam imajinasinya.
Baca juga: Mengintip Koleksi Busana Urban dan Leisure dari ESMOD Jakarta di UI Fashion Week 2024
Baginya, merupakan hal menarik melihat bagaimana sebuah nilai kelokalan bisa berbaur dengan inspirasi lain yang datang dari dunia luar. Kali ini, Wening memilih Paris, kota mode yang disorot seluruh fashionista di seluruh dunia.
Begitu indahnya bangunan kuno paris dengan jendela-jendela dan dinding klasik. Wening menuangkannya ke dalam busana modest, tentu tanpa menghilangkan kesan romantis yang begitu terasa di kota dengan sematan City of Love tersebut. Lekuk pakaian dengan pola garis-garis dan kotak ala arsitektur Paris ditampilkannya dalam koleksi terbaru Wening’s Line yang sempat melenggang di panggung IN2MF 2023 lalu.
Wening merepresentasikan keanggunan busana secara mendetail berkaca pada sudut-sudut bangunan kuno Paris dengan lengkungan pintu yang terlihat berulang hampir sama pada setiap bangunannya. Perpaduan motif wastra, warna dan bentukan fesyen menghasilkan koleksi yang menyegarkan. Warna-warna seperti neutral, earthy, jingga hingga cokelat memberikan sentuhan hangat.
Koleksi Wening's Line (Sumber gambar: IN2MF)
Baginya, inilah yang dinamakan dengan keromantisan hubungan budaya. Imajiner yang bermain mengolaborasikan wastra dengan budaya Barat ini dianggap memberi gebrakan baru. Ini pun telah disesuaikan dengan tajuk koleksi Wening’s Line kali ini yang dinamai Romance of Culture. Desain busananya dibuat dengan inspirasi konsep kembali pada alam, menekankan pentingnya pendekatan manusia terhadap alam jika dibandingkan dengan kecanggihan dan peradaban.
Menurut Wening, konsep back to nature ini merepresentasikan ketulusan alamiah yang justru baginya terasa sangat intens di masa kini. Wening juga menilai bahwa konsep keberlanjutan dalam dunia fesyen kini sudah menjadi suatu kebutuhan dan perhatian utama, baik bagi desainer hingga para konsumennya.
Konsistensi jenama dalam memproduksi busana dengan proses yang lebih ramah lingkungan sudah merupakan keniscayaan. Wening mengaku, penggunaan bahan dan proses produksi keberlanjutan juga merupakan bentuk dukungan perlahan tetapi konsisten untuk mengurangi limbah akibat fesyen.
“Bahan katun dan linen ini adalah bahan yang ramah lingkungan dan mudah didaur ulang. Kemudian proses produksi yang digunakan pun, juga memakai konsep zero waste sustainability,” katanya.
Secara umum, koleksi Romance of Culture ini menggunakan 3 material utama yakni linen, batik cap katun dari Cirebon, dan tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan paduan bahan yang tegas dan flowy tersebut, Wening menggunakan detail dan shape pleats yang dipadukan dengan patchwork untuk menekan kesan bold.
Sementara untuk membuatnya makin fleksibel, pola layering pun mengisi bagian atas busana. Pola layering yang tampak asimetris ini menonjolkan sisi modern dari konsep busana.
Keindahan paduan pola yang dibawa Wening ini dihadirkan dalam warna-warna lembut, netral, tetapi sedikit berani. Garis besar koleksi ini memperlihatkan sisi elegan dengan warna navy, mocca, dan creamy. Sementara untuk memberi kesan cheerful dan edgy, Wening memadukan warna lembut tersebut dengan sentuhan oranye yang menghangatkan.
Koleksi ini juga mencoba mendobrak lebih berani dengan detail wastra yang tampak terang. Wening tampak tidak ragu membuat pakaian bagian atas (top) dengan detail wastra, kemudian merepresentasikan kemodernannya lewat imajinasi bangunan kuno ala Paris.
Keelokan busana itu juga didukung dengan aksesoris seperti topi dan scarf dengan pola yang menabrak, tetapi menambah kesan sempurna mengenai konsep romantisme budaya yang coba diperlihatkannya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.