Studi Terbaru: Pekerjaan Manusia Tidak Akan Tergantikan AI Secara Masif
23 January 2024 |
20:15 WIB
Popularitas teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam beberapa waktu terakhir tidak melulu disambut antusias. Muncul banyak kekhawatiran, tak terkecuali mengenai topik ketenagakerjaan. Pertanyaan besarnya adalah, apakah AI akan menggantikan pekerjaan manusia?
Sampai saat ini, ada banyak survei dan penelitian yang berupaya mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Sebuah survei dari University of Pennsylvania, New York University, dan Princeton University menyatakan bahwa ChatGPT - salah satu bentuk layanan AI paling populer saat ini - bisa berdampak pada sekitar 80% pekerjaan yang eksis.
Perusahaan sekelas Goldman Sachs juga memprediksi bahwa AI dapat mengotomatiskan sekitar 25% seluruh pasar tenaga kerja dalam beberapa tahun ke depan. Lebih ngeri lagi, McKinsey memperkirakan hampir setengah dari seluruh pekerjaan akan didorong oleh teknologi itu pada 2055.
Baca juga: Artificial Intelligence (AI) Bukan Ancaman buat Pekerja Kreatif, Tetapi Teman
Hasil yang ada rasanya makin menimbulkan kesan menyeramkan soal replacement sejumlah pekerjaan manusia oleh teknologi berbasis AI. Kendati begitu, laporan yang dikeluarkan oleh Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) membawa perspektif yang lain.
Berbeda dengan pandangan umum yang telah muncul dari sebagian besar survei dan laporan, para peneliti itu menyatakan bahwa sebagian besar pekerjaan yang sebelumnya diidentifikasi berisiko digantikan oleh AI, nyatanya tidak menguntungkan secara ekonomi untuk diotomatisasi, setidaknya untuk saat ini.
Neil Thompson, salah seorang penulis dari penelitian CSAIL MIT, mengatakan mereka berkesimpulan bahwa adopsi AI yang akan datang mungkin saja terjadi lebih lambat, dan tidak sedramatis atau semenyeramkan seperti yang dibayangkan banyak orang.
“Seperti banyak penelitian terbaru, kami menemukan potensi signifikan dari AI untuk melakukan otomatisasi tugas. Namun, kami dapat menunjukkan bahwa banyak dari tugas-tugas ini [yang dianggap berisiko tergantikan oleh AI] belum menarik untuk diotomatisasi,” katanya kepada TechCrunch, dikutip Hypeabis.id Selasa (23/1/2024).
Dalam melakukan studi tersebut, para peneliti mensurvei pekerja untuk memahami apa yang harus dimiliki dan dicapai oleh sistem berbasis AI, dari segi kemampuan dan tugas, untuk sepenuhnya bisa menggantikan posisi mereka.
Tim dari CSAIL MIT lalu membuat model biaya untuk membangun sistem dan program kecerdasan buatan yang mampu melakukan semua hal tersebut. Mereka juga menyediakan model soal apakah perusahaan bersedia membayar semua cost yang muncul, termasuk biaya di muka dan operasional, untuk menjalankan program tersebut.
Hasilnya cukup mengejutkan. Thompson menyatakan bahwa pada akhirnya, untuk beberapa tugas yang diuji, manusia masih merupakan pilihan ekonomi yang lebih baik untuk melakukan deretan pekerjaan yang ada saat ini.
Penelitian tak berhenti sampai disitu. Para ahli juga memperhitungkan sistem AI mandiri yang disediakan oleh vendor seperti OpenAI, yang memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan program tugas-tugas tertentu. Bukannya mengembangkan dan melatih sendiri sistem untuk keperluan mereka.
Dari perhitungan yang dilakukan, hasilnya tetap selaras dengan klaim awal mereka. Peneliti tegas menyebut bahwa bahkan dengan mempertimbangkan dampak computer vision hanya dalam tugas-tugas penglihatan, tingkat kehilangan pekerjaan tetap lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah dialami dalam perekonomian.
“Bahkan dengan penurunan biaya yang cepat yakni sebesar 20% per tahun, masih diperlukan waktu puluhan tahun agar tugas-tugas visi komputer menjadi efisien secara ekonomi bagi perusahaan,” demikian pernyataan para peneliti dalam studinya.
Jadi, mereka tidak menelisik potensi dampak model AI penghasil teks dan gambar (generative AI) seperti ChatGPT dan MidJourney terhadap pekerja dan perekonomian secara lebih luas.
Selain itu, penelitian ini tidak mempertimbangkan kasus saat AI bersifat mengakselerasi bukan menggantikan tenaga manusia atau menciptakan tugas dan pekerjaan baru. Terakhir, studi dari tim dari MIT CSAIL juga tidak memperhitungkan dengan detail estimasi penghematan biaya yang bisa didapatkan dari model LLM yang lebih terlatih seperti GPT-4.
Baca juga: Daftar Istilah Artificial Intelligence yang Sering Disebut, AGI sampai LLM
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Sampai saat ini, ada banyak survei dan penelitian yang berupaya mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Sebuah survei dari University of Pennsylvania, New York University, dan Princeton University menyatakan bahwa ChatGPT - salah satu bentuk layanan AI paling populer saat ini - bisa berdampak pada sekitar 80% pekerjaan yang eksis.
Perusahaan sekelas Goldman Sachs juga memprediksi bahwa AI dapat mengotomatiskan sekitar 25% seluruh pasar tenaga kerja dalam beberapa tahun ke depan. Lebih ngeri lagi, McKinsey memperkirakan hampir setengah dari seluruh pekerjaan akan didorong oleh teknologi itu pada 2055.
Baca juga: Artificial Intelligence (AI) Bukan Ancaman buat Pekerja Kreatif, Tetapi Teman
Hasil yang ada rasanya makin menimbulkan kesan menyeramkan soal replacement sejumlah pekerjaan manusia oleh teknologi berbasis AI. Kendati begitu, laporan yang dikeluarkan oleh Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) membawa perspektif yang lain.
Berbeda dengan pandangan umum yang telah muncul dari sebagian besar survei dan laporan, para peneliti itu menyatakan bahwa sebagian besar pekerjaan yang sebelumnya diidentifikasi berisiko digantikan oleh AI, nyatanya tidak menguntungkan secara ekonomi untuk diotomatisasi, setidaknya untuk saat ini.
Neil Thompson, salah seorang penulis dari penelitian CSAIL MIT, mengatakan mereka berkesimpulan bahwa adopsi AI yang akan datang mungkin saja terjadi lebih lambat, dan tidak sedramatis atau semenyeramkan seperti yang dibayangkan banyak orang.
“Seperti banyak penelitian terbaru, kami menemukan potensi signifikan dari AI untuk melakukan otomatisasi tugas. Namun, kami dapat menunjukkan bahwa banyak dari tugas-tugas ini [yang dianggap berisiko tergantikan oleh AI] belum menarik untuk diotomatisasi,” katanya kepada TechCrunch, dikutip Hypeabis.id Selasa (23/1/2024).
Ilustrasi artificial intelligence (Sumber gambar: Freepik)
Penelitian AI
Jadi dalam penelitian ini, alih-alih hanya membuat perbandingan antara pekerjaan yang dilakukan oleh manusia dan program kecerdasan buatan - yang sifatnya berbasis tugas, peneliti coba mendobrak batas itu dengan melihat kemungkinan perusahaan untuk benar-benar melakukan implementasi replacement tersebut.Dalam melakukan studi tersebut, para peneliti mensurvei pekerja untuk memahami apa yang harus dimiliki dan dicapai oleh sistem berbasis AI, dari segi kemampuan dan tugas, untuk sepenuhnya bisa menggantikan posisi mereka.
Tim dari CSAIL MIT lalu membuat model biaya untuk membangun sistem dan program kecerdasan buatan yang mampu melakukan semua hal tersebut. Mereka juga menyediakan model soal apakah perusahaan bersedia membayar semua cost yang muncul, termasuk biaya di muka dan operasional, untuk menjalankan program tersebut.
Hasilnya cukup mengejutkan. Thompson menyatakan bahwa pada akhirnya, untuk beberapa tugas yang diuji, manusia masih merupakan pilihan ekonomi yang lebih baik untuk melakukan deretan pekerjaan yang ada saat ini.
Penelitian tak berhenti sampai disitu. Para ahli juga memperhitungkan sistem AI mandiri yang disediakan oleh vendor seperti OpenAI, yang memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan program tugas-tugas tertentu. Bukannya mengembangkan dan melatih sendiri sistem untuk keperluan mereka.
Dari perhitungan yang dilakukan, hasilnya tetap selaras dengan klaim awal mereka. Peneliti tegas menyebut bahwa bahkan dengan mempertimbangkan dampak computer vision hanya dalam tugas-tugas penglihatan, tingkat kehilangan pekerjaan tetap lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah dialami dalam perekonomian.
“Bahkan dengan penurunan biaya yang cepat yakni sebesar 20% per tahun, masih diperlukan waktu puluhan tahun agar tugas-tugas visi komputer menjadi efisien secara ekonomi bagi perusahaan,” demikian pernyataan para peneliti dalam studinya.
Keterbatasan
Layaknya studi-studi lain, penelitian ini punya sejumlah keterbatasan. Sebagian besar penelitian yang dilakukan hanya mengamati pekerjaan yang membutuhkan teknik analisis visual. Maksudnya, pekerjaan yang melibatkan tugas seperti memeriksa kualitas produk di akhir jalur produksi.Jadi, mereka tidak menelisik potensi dampak model AI penghasil teks dan gambar (generative AI) seperti ChatGPT dan MidJourney terhadap pekerja dan perekonomian secara lebih luas.
Selain itu, penelitian ini tidak mempertimbangkan kasus saat AI bersifat mengakselerasi bukan menggantikan tenaga manusia atau menciptakan tugas dan pekerjaan baru. Terakhir, studi dari tim dari MIT CSAIL juga tidak memperhitungkan dengan detail estimasi penghematan biaya yang bisa didapatkan dari model LLM yang lebih terlatih seperti GPT-4.
Baca juga: Daftar Istilah Artificial Intelligence yang Sering Disebut, AGI sampai LLM
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.