Semiotika Tulis dan Rupa tentang Imaji Ratu Adil dalam Karya Budi Ubrux
16 January 2024 |
16:18 WIB
Kisah tentang Ratu Adil sudah muncul dalam benak rakyat, sejak zaman lampau. Dalam mitologi Jawa, misalnya, juru selamat yang dikenal sebagai Satrio Piningit ini merupakan sosok yang dipercaya akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Sosok Ratu Adil, lazimnya muncul ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. Tokoh ini, juga sering dihubungkan dengan ramalan atau keyakinan bahwa kelak sang Messiah akan mengakhiri ketidakadilan.
Terbaru, seniman asal Yogyakarta, Budi Ubrux mencoba merespons kisah tersebut lewat pameran bertajuk Ratu Adil. Berkolaborasi dengan Sindhunata, sang seniman mencoba menafsirkan hasil disertasi penulis senior itu tentang konsep Ratu Adil dalam kelindan sejarah Bangsa.
Baca juga: Seniman Fotografi Flora Rikin Gelar Karya Bertajuk Dialektika
Disertasi yang kini dibuat menjadi buku berjudul Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik (2024) direspons oleh Budi Ubrux dengan puluhan lukisan. Secara umum, karya-karya tersebut menginterpretasi perjuangan orang-orang kecil, atau kalangan akar rumput.
Adapun, karya-karya tersebut terefleksi lewat drawing dan lukisan, yang mencitrakan imaji rakyat terkait munculnya sang juru selamat. Total, terdapat lebih dari 40 karya drawing, dan 8 lukisan berukuran 2x4 meter yang dipacak di Bentara Budaya Jakarta, hingga 18 Januari 2024.
Hal itu misalnya, terepresentasi lewat lukisan berjudul All of My Hopes (cat minyak di atas kanvas 200x400 cm). Yaitu kala sang seniman menggambarkan adanya imaji jago yang menggugah, saat dikaitkan antara harapan akan adanya Ratu Adil dengan situasi politik hari-hari ini.
Lewat lukisan bertarikh 2023 itu, Budi Ubrux menggambarkan kelimun wong cilik yang memegang ayam jagonya masing-masing. Satir, kerumunan rakyat yang mayoritas bertelanjang itu digambarkan sedang menjagokan para calon pemimpin yang seolah saling berebut untuk berkokok.
Imaji jago ini juga dipelesetkan oleh sang seniman menjadi bagian dari kehidupan di kalangan akar rumput. Seperti terejawantah lewat lukisan My Dignity, yang menjadikan subjek ayam jago sebagai bagian dari kehidupan bersosial di masyarakat, yakni lewat judi sabung ayam.
Kurator pameran Agus Noor mengatakan karya-karya terbaru bertema Ratu Adil menandai babak baru artistik Budi Ubrux setelah periode koran-koran. Sebelumnya, seniman bernama asli Budi Haryono itu memang populer sebagai pelukis lukisan koran.
Menurut Agus Noor, karya-karya Budi Ubrux yang lekat dengan suasana realis-mistis, juga menjadi semacam potret sejarah. Yaitu kelindan tentang perubahan zaman, harapan, perlawanan, dan pergulatan batin serta nasib wong cilik tentang konsep Ratu Adil yang selalu didambakan di setiap zaman.
Menariknya, puluhan karya tersebut seakan menjadi bahasa visual yang diungkapkan untuk mencapai ambiguitas dan ketaksaan makna bagi penonton. "Dari sinilah muncul interpretasi, apakah Ratu Adil merupakan sesuatu yang realis sosiologis, atau hanya imaji mistis, seputar perlawanan, dan harapan rakyat," katanya.
Keunikan lain dari ekshibisi ini adalah bagaimana Budi Ubrux menafsirkan kelindan sejarah perjuangan rakyat saat melawan sistem yang tidak adil. Meski sebagian besar perlawanan dari rakyat kecil akan mengalami kekalahan. Namun kekalahan ini tidak pernah menumbangkan harapan mereka.
Seperti tergambar dalam lukisan berjudul The Eagle Watchmen, yang mencoba mendeskripsikan perjuangan Suku Samin. Suku yang berada di Blora, Jawa Tengah ini memiliki ideologi yang hampir mirip dengan anarkisme, yakni bersama-sama berjuang melawan tirani kekuasaan, tanpa senjata dan kekerasan.
"Saya berharap, lukisan Budi Ubrux bukan hanya menjadi sekadar ilustrasi, tapi bisa makin menggugah imajinasi atas data historis. Dengan ilustrasi berupa lukisan atau drawing, maka buku itu merupakan sebuah upaya semiotika tulis dan rupa," kata Sindhunata dalam katalog pameran.
.
Ikon-ikon perjuangan rakyat untuk melampiaskan perlawanan, juga tergambar lewat lukisan The Ferocity of Bullfighting. Sesuai judulnya, karya ini memvisualkan tentang seni bantengan, yakni sebuah pertunjukan tradisional, yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair di kalangan masyarakat bawah.
Ada pula gambar tentang Bung Karno yang mengunjungi para petani berjudul Greeting to Fertile Lands and Marhaen the Farmer. Sepintas, karya ini seolah mengingatkan pada cita-cita Bung Besar akan adanya masyarakat gemah ripah loh jinawi, alias kondisi rakyat dengan wilayah yang subur dan makmur.
Dalam prosesnya, Budi Ubrux pun mengaku bersemangat ketika diajak berkolaborasi oleh Sindhunata. Dia merasa tertantang untuk sungguh-sungguh mendalami kisah-kisah dari buku dan menggambarkannya dalam lukisan atau drawing, sesuai dengan penafsiran dan imajinasinya.
Baca juga: Menikmati Karya Seni Berukuran Mini di Pameran All The Small Things
Kendati kadang mengalami buntu ide, tapi setelah berdiskusi dengan sesama seniman, dia bisa melalui proses tersebut dengan sangkil. Terutama saat Agus Noor menjabarkan pikiran-pikiran yang ditulis Sindhunata dalam bukunya, dan Ubrux memberi tafsir atas penjabaran tersebut.
"Untungnya, Romo Sindhu memberi saya kebebasan untuk berimajinasi tentang konsep Ratu Adil. Banyak bab memang, dalam buku tersebut yang mengisahkan tentang sejarah perlawanan wong cilik. Bahkan sejak zaman kolonial," kata Budi Ubrux.
(Ikuti konten Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Sosok Ratu Adil, lazimnya muncul ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. Tokoh ini, juga sering dihubungkan dengan ramalan atau keyakinan bahwa kelak sang Messiah akan mengakhiri ketidakadilan.
Terbaru, seniman asal Yogyakarta, Budi Ubrux mencoba merespons kisah tersebut lewat pameran bertajuk Ratu Adil. Berkolaborasi dengan Sindhunata, sang seniman mencoba menafsirkan hasil disertasi penulis senior itu tentang konsep Ratu Adil dalam kelindan sejarah Bangsa.
Baca juga: Seniman Fotografi Flora Rikin Gelar Karya Bertajuk Dialektika
Disertasi yang kini dibuat menjadi buku berjudul Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik (2024) direspons oleh Budi Ubrux dengan puluhan lukisan. Secara umum, karya-karya tersebut menginterpretasi perjuangan orang-orang kecil, atau kalangan akar rumput.
Adapun, karya-karya tersebut terefleksi lewat drawing dan lukisan, yang mencitrakan imaji rakyat terkait munculnya sang juru selamat. Total, terdapat lebih dari 40 karya drawing, dan 8 lukisan berukuran 2x4 meter yang dipacak di Bentara Budaya Jakarta, hingga 18 Januari 2024.
Hal itu misalnya, terepresentasi lewat lukisan berjudul All of My Hopes (cat minyak di atas kanvas 200x400 cm). Yaitu kala sang seniman menggambarkan adanya imaji jago yang menggugah, saat dikaitkan antara harapan akan adanya Ratu Adil dengan situasi politik hari-hari ini.
Lewat lukisan bertarikh 2023 itu, Budi Ubrux menggambarkan kelimun wong cilik yang memegang ayam jagonya masing-masing. Satir, kerumunan rakyat yang mayoritas bertelanjang itu digambarkan sedang menjagokan para calon pemimpin yang seolah saling berebut untuk berkokok.
Imaji jago ini juga dipelesetkan oleh sang seniman menjadi bagian dari kehidupan di kalangan akar rumput. Seperti terejawantah lewat lukisan My Dignity, yang menjadikan subjek ayam jago sebagai bagian dari kehidupan bersosial di masyarakat, yakni lewat judi sabung ayam.
Kurator pameran Agus Noor mengatakan karya-karya terbaru bertema Ratu Adil menandai babak baru artistik Budi Ubrux setelah periode koran-koran. Sebelumnya, seniman bernama asli Budi Haryono itu memang populer sebagai pelukis lukisan koran.
"Saya kira, ini patut mendapat catatan dan perhatian khusus. Sebab, tak gampang untuk berubah bagi seniman yang telah establish dengan satu gaya tertentu. Butuh keberanian untuk keluar dari kerutinan gagasan," kata Agus Noor.
Menurut Agus Noor, karya-karya Budi Ubrux yang lekat dengan suasana realis-mistis, juga menjadi semacam potret sejarah. Yaitu kelindan tentang perubahan zaman, harapan, perlawanan, dan pergulatan batin serta nasib wong cilik tentang konsep Ratu Adil yang selalu didambakan di setiap zaman.
Menariknya, puluhan karya tersebut seakan menjadi bahasa visual yang diungkapkan untuk mencapai ambiguitas dan ketaksaan makna bagi penonton. "Dari sinilah muncul interpretasi, apakah Ratu Adil merupakan sesuatu yang realis sosiologis, atau hanya imaji mistis, seputar perlawanan, dan harapan rakyat," katanya.
Imaji Data Historis
Keunikan lain dari ekshibisi ini adalah bagaimana Budi Ubrux menafsirkan kelindan sejarah perjuangan rakyat saat melawan sistem yang tidak adil. Meski sebagian besar perlawanan dari rakyat kecil akan mengalami kekalahan. Namun kekalahan ini tidak pernah menumbangkan harapan mereka.Seperti tergambar dalam lukisan berjudul The Eagle Watchmen, yang mencoba mendeskripsikan perjuangan Suku Samin. Suku yang berada di Blora, Jawa Tengah ini memiliki ideologi yang hampir mirip dengan anarkisme, yakni bersama-sama berjuang melawan tirani kekuasaan, tanpa senjata dan kekerasan.
"Saya berharap, lukisan Budi Ubrux bukan hanya menjadi sekadar ilustrasi, tapi bisa makin menggugah imajinasi atas data historis. Dengan ilustrasi berupa lukisan atau drawing, maka buku itu merupakan sebuah upaya semiotika tulis dan rupa," kata Sindhunata dalam katalog pameran.
.
Lukisan berjudul The Ferocity of Bullfighting karya Budi Ubrux (cat minyak di atas kanvas 200x400 cm, 2023) (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Ikon-ikon perjuangan rakyat untuk melampiaskan perlawanan, juga tergambar lewat lukisan The Ferocity of Bullfighting. Sesuai judulnya, karya ini memvisualkan tentang seni bantengan, yakni sebuah pertunjukan tradisional, yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair di kalangan masyarakat bawah.
Ada pula gambar tentang Bung Karno yang mengunjungi para petani berjudul Greeting to Fertile Lands and Marhaen the Farmer. Sepintas, karya ini seolah mengingatkan pada cita-cita Bung Besar akan adanya masyarakat gemah ripah loh jinawi, alias kondisi rakyat dengan wilayah yang subur dan makmur.
Dalam prosesnya, Budi Ubrux pun mengaku bersemangat ketika diajak berkolaborasi oleh Sindhunata. Dia merasa tertantang untuk sungguh-sungguh mendalami kisah-kisah dari buku dan menggambarkannya dalam lukisan atau drawing, sesuai dengan penafsiran dan imajinasinya.
Baca juga: Menikmati Karya Seni Berukuran Mini di Pameran All The Small Things
Kendati kadang mengalami buntu ide, tapi setelah berdiskusi dengan sesama seniman, dia bisa melalui proses tersebut dengan sangkil. Terutama saat Agus Noor menjabarkan pikiran-pikiran yang ditulis Sindhunata dalam bukunya, dan Ubrux memberi tafsir atas penjabaran tersebut.
"Untungnya, Romo Sindhu memberi saya kebebasan untuk berimajinasi tentang konsep Ratu Adil. Banyak bab memang, dalam buku tersebut yang mengisahkan tentang sejarah perlawanan wong cilik. Bahkan sejak zaman kolonial," kata Budi Ubrux.
(Ikuti konten Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.