Berlangsung hingga 16 November 2023 para perupa ini menginterpretasikan makna waktu dan peradaban manusis melalui karya seni.

Meneroka Makna Waktu & Peradaban Lewat Karya Seni di Pameran Titimangsa

13 November 2023   |   18:30 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Waktu dalam sejarah peradaban manusia telah menghasilkan berbagai pemikiran unik dri eksplorasi terhadap realitas dunia. Termasuk bagaimana manusia memaknai peristiwa yang telah dialami, sedang, dan akan terjadi pada kehidupan.

Hal inilah yang menjadi premis dari pameran bertajuk Titimangsa dari kelompok Tu7uh Rupa di Bentara Budaya Jakarta. Berlangsung hingga 16 November 2023, mereka menginterpretasikan waktu yang berkelindan erat dengan sejarah, evolusi, dan peradaban manusia.

Baca juga: Tingkatkan Apresiasi Seni, ICAD 2023 Jadi Barometer Kolektor Muda

Total terdapat tujuh perupa yang berpartisipasi, yakni Ireng Halimun, Novandi, M Hady Santoso, Feriendas, Ernawan Prianggodo, Yusuf Dwiyono, dan M Solech. Mereka memacak belasan karya dua dan tiga dimensi yang unik dan menantang daya pikir.
 
 

Seniman M Hady Santoso misalnya, memaknai linieritas waktu dan peradaban lewat karya instalasi bertajuk Melipat Waktu (papier mache 700x700, 2023) dan lukisan Jejak Peradaban Nusantara (akrilik pada kanvas, 140x700 cm, 2023).

Keduanya dikawinkan dalam satu format displai yang saling berhubungan. Lukisannya menginterpretasikan masa lalu yang terinspirasi dari cap tangan manusia purba di berbagai gua di Tanah Air. Sedangkan, instalasinya menggambarkan perkembangan masa kini dan masa mendatang.

Hady mengatakan, karya instalasi itu menggambarkan peradaban Atlantis yang disimbolkan sebagai peradaban maju pada masanya. Namun, akibat bencana alam, wilayah yang diyakini berada di perairan Indonesia itu akhirnya tenggelam ke dasar laut.

Sementara itu, instalasi Melipat Waktu yang terinspirasi dari otak manusia, juga memproyeksikan bagaimana peradaban telah berkembang pesat dengan munculnya teknologi artificial intelligence (AI). Namun, saat ini masyarakat seolah gagap dan takut jika nantinya AI akan merampas kinerja mereka.
 

Karya M Hady Santoso berjudul bertajuk Melipat Waktu (Papier Mache 700x700, 2023) dan lukisan Jejak peradaban Nusantara (Akrilik pada Kanvas, 140x700 cm, 2023).

Karya M Hady Santoso berjudul bertajuk Melipat Waktu (Papier Mache 700x700, 2023) dan lukisan Jejak peradaban Nusantara (Akrilik pada Kanvas, 140x700 cm, 2023) (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)


Ya, lahirnya peradaban memang selalu menghasilkan teknologi terbaru yang membuat manusia cemas sekaligus terpukau. Padahal, beragam buah kecerdasan sudah sejak lama dibuat oleh manusia yang kelak akan menjadi artefak, baik dari zaman pra sejarah hingga kiwari.

Oleh karena itu Hady juga mengutip pernyataan CEO Open AI Sam Altman yang menyebutkan, AI tidak akan pernah lebih pintar dari otak manusia selagi masih ada ide-ide brilian yang dihasilkan. Sebab, AI hanyalah sekadar perangkat pendukung kerja manusia.

"Selama otak manusia terus digunakan dengan baik, peradaban manusia tidak akan digantikan kecerdasan buatan. Maka dari itu saya simbolkan AI berada jauh di belakang yang nantinya juga menjadi artefak," ujarnya.


Proses Kreatif

Perupa Ireng Halimun mengatakan, proses kreatif dari eksibisi itu membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Ide awal dari pameran tersebut sebenarnya berasal dari misteri angka tujuh (7) dari kelimun yang mereka buat.

Namun, karena tematiknya terlalu luas, setelah berdiskusi dengan kurator akhirnya dipilihlah tema Titimangsa. Hal itu salah satunya mewakili kegelisahan mereka saat teknologi AI telah meruyak dalam kehidupan sehari-hari manusia.

"Dari sinilah kita memodifikasi konsep pameran, terutama dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi dalam waktu, baik di masa lalu, masa kini dan masa depan," katanya.

Senada, kurator Bentara Budaya, Efix Mulyadi, mengatakan, tema waktu memang menarik untuk diulas alih-alih konteks misteri yang disodorkan para perupa. Terlebih dengan munculnya AI sebagai fase peradaban baru kehidupan manusia yang kini tidak bisa dipisahkan dari aktivitas sehari-hari.

Hal itu misalnya terepresentasi dalam karya lukisan Novandi berjudul Urat Ni Nangka Ma Tu Urat Ni Hotang Tudia Hamu Mangalangka Di Si Ma Dapotan, dan Hana Nguni Hana Mangke, Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke (Akrilik pada Kanvas 200x150 cm).
 

Karya Novandi berjudul  Hana Nguni Hana Mangke, Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Novandi berjudul Hana Nguni Hana Mangke, Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Terdiri dari dua panel, karya tersebut memotret jejak kecerdasan dengan mengeksplorasi aksara Batak dan bahasa Sunda kuno. Karya ini menurutnya menjembatani peradaban masa lalu dan era modern yang dilambangkan dengan kode-kode digital.

"Para perupa dalam pameran ini umumnya bersikap moderat dengan memandang AI sebagai penolong yang bisa memudahkan kehidupan manusia. Namun, ada juga yang menempatkan AI dan prospek pengembangannya sebagai bagian dari sejarah peradaban," katanya.

Menurut Efix, manusia modern memang sering merasa kagum sekaligus tak berdaya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak hanya itu, kehidupan mereka juga tidak terlepas dari berbagai mitos yang turut menyertai sejarah kehidupan manusia.

Pada kehidupan manusia kontemporer Indonesia misalnya, dia mengungkap mitos tersebut termasuk juga kasus korupsi dan hukum yang tak berkeadilan. Bisa juga identitas kelompok yang menguat sehingga berpotensi mengancam kebersamaan.

"Berbagai hal tersebut juga berada di luar kendali kita. Lantas, apakah AI boleh dimasukkan dalam deretan atau kelompok itu? Ini tergantung bagaimana cara kita memandangnya,” ujarnya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Desain Rumah Berlahan Minim dengan Mezanin, Simak Kelebihan & Kekurangannya

BERIKUTNYA

Rundown Konser Coldplay pada 15 November 2023, Cek Info Pentingnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: