Hypereport: Tampil Modis dan Nyaman dalam Balutan Busana Ramah Lingkungan
24 December 2023 |
19:29 WIB
Fesyen menjadi ruang terbuka bagi orang-orang untuk mengekspresikan selera busananya dengan bebas. Namun tren mode bergerak secara dinamis, belum lagi dibarengi permintaan pasar yang kian melonjak. Dalam sekejap membuat industri ini menimbun sampah kain dan pakaian setiap harinya.
The Sustainable Fashion Forum mengungkapkan, konsumsi pakaian dunia diperkirakan akan terus meningkat hingga 63 persen pada 2030, dari 62 juta ton menjadi 102 juta ton. Akibatnya, limbah tekstil di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai 300 juta ton pada 2050.
Padahal upaya menekan limbah tekstil dan meningkatkan kualitas industri fesyen lokal bisa saja berjalan beriringan. Dewasa ini tak sedikit desainer dan rumah mode yang mulai peduli lingkungan dengan membuat pakaian dari bahan daur ulang.
Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport: Menggugah Kesadaran Lingkungan Melalui Sapuan Kuas
2. Hypereport: Suara Lantang Musisi Respons Isu Perubahan Iklim
Chitra Subyakto desainer dari lini busana Sejauh Mata Memandang sangat menghindari pakaian berbahan viscose. Ini merupakan kain rayon semi-sintetis yang terbuat dari pulp kayu yang dalam pembuatannya mengorbankan banyak pohon. Selain itu juga polyester dari bahan sintesis yang mengandung plastik.
Sejauh Mata Memandang membuat program daur ulang pakaian yang sudah berjalan selama dua tahun. Mereka mengajak orang-orang untuk mengumpulkan pakaian bekasnya. Semua jenis pakaian bisa didaur ulang kecuali yang berbahan polyester.
"Semuanya kita daur ulang untuk dijadiin benang lagi, kemudian benangnya dibawa untuk ditenun ulang menjadi kain baru oleh mitra UMKM kita," katanya dalam webinar bersama komunitas Remaja Nusantara.
Lebih lanjut dia berujar, prosesnya memang panjang tapi menyenangkan. Program ini mengajarkan kita tentang circularty, sebuah konsep sederhana yang bertujuan untuk meminimalisir sampah dan memaksimalkan penggunaan sumber daya alam. Lini busana ini selalu mengupayakan untuk terjadi perputaran tanpa ada yang terbuang.
Saat gelaran Jakarta Fashion Week 2024, Sejauh Mata Memandang juga menghadirkan koleksi busana yang terdiri dari denim ramah lingkungan bertajuk Tarum. Makna Tarum sendiri adalah tumbuhan indigo (Indigofera tinctoria), yang menghasilkan warna biru.
Chitra mengungkapkan sudah lama tertarik untuk mengeksplorasi denim, namun terkendala dengan proses pembuatannya yang menggunakan banyak air dan energi sehingga dinilai kurang ramah lingkungan.
"Setelah melalui proses panjang, kami sangat gembira bisa menghadirkan koleksi Tarum denim yang dibuat dengan teknik tenun tangan (handwoven) secara bertanggung jawab," ujar Chitra.
Benang daur ulang yang dipakai untuk koleksi Tarum diperoleh dari program daur ulang pakaian bekas yang dilakukan oleh Sejauh Mata Memandang bersama EcoTouch. Terdapat empat jenis benang yang digunakan dalam pembuatan denim ramah lingkungan, di antaranya benang daur ulang (recycled yarn) dan benang katun yang dipintal secara manual dengan tangan (handspun yarn).
Selain itu juga menggunakan dua benang katun yang masing-masing diwarnai dengan pewarna nabati, yakni tumbuhan tarum untuk menghasilkan rona kebiruan dan kayu secang untuk menghasilkan warna coklat kemerahan.
Adapun proses pewarnaan benang dilakukan dengan teknik pencelupan tangan (hand-dye) sebanyak 14 kali, menggunakan satu liter air untuk tahap pewarnaan dan satu liter air untuk tahap pencucian. Cairan pewarna nabati dan air cucian ini bisa digunakan berulang-ulang sampai habis sehingga tidak menyisakan limbah.
Seluruh prosesnya mulai dari menggulung benang, mewarnai, menghani, dan pencucukan memakan waktu 12 hari. Selanjutnya, kain masuk ke proses penenunan, pencucian, dan pengeringan selama dua hari.
Koleksi Tarum terdiri dari 18 looks tanpa meninggalkan signature style Sejauh Mata Memandang yang identik dengan potongan kebaya dan kain wastra nusantara. Kali ini nuansanya tampak lebih kasual karena menggunakan denim.
Saat menampilkan koleksi Tarum, Sejauh Mata Memandang menggandeng sederet aktivis lingkungan hidup yang membawa pesan penting untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan tempat tinggal kita.
Selain Sejauh Mata Memandang, ada juga Tommy Ambiyo Tedji dari lini busana BYO yang dikenal dengan kreasi tanpa batasnya dalam melahirkan beragam karya busana bertema unik di industri fesyen. Setiap siluet yang dihadirkan tak lepas dari napas sci-fi futuristic yang estetik dan inspirasi tanpa batas dalam bereksperimen.
“Core dari BYO sendiri adalah eksperimentasi, dalam membuat sesuatu yang unik kita selalu memulainya dari level tekstil tapi tetap peduli lingkungan,” kata Tommy Ambiyo, Creative Director & Founder BYO.
Koleksi busananya yang bertajuk Glester terinspirasi dari pergerakan gletser es. Detail busananya menggunakan teknik modular-handwoven atau tenun tangan berupa embellishment pola geometris menggunakan bahan transparan.
Modul-modul tersebut seolah menciptakan imaji liar ketika virus zombie menginfeksi manusia dan memakan inangnya. Terasa sekali bahwa sang desainer menggali inspirasinya dari serial film The Last of Us yang populer beberapa waktu lalu di tanah air.
“Selama ini BYO mengangkat konsep sci-fi dan selalu menggunakan PVC dan kulit, tahun ini kita pakai bahan-bahan daur ulang yang sudah dipakai lagi,” katanya.
Koleksi BYO menyadari pentingnya penggunaan material yang bertanggung jawab, karenanya mereka sangat menjunjung tinggi prinsip sustainability. Sang desainer mengolah mengolah limbah bahan kulit pascaproduksi menjadi tas, tote bag, dan camera bag asimetris. Masih mengggunakan embellishment modular andalannya, sentuhan transluscent, dan permainan warna neon yang berani.
Selain tas yang mencuri perhatian, koleksi busananya pun tak kalah menarik. Setiap rancangannya mengadopsi teknik fabric manipulation yang sangat kreatif. Terlihat dari lipatan rok yang menciptakan menciptakan efek air dan mawar-mawar yang seolah menyembul keluar sehingga membuat koleksi ini makin atraktif.
Siluetnya sebagian besar terdiri dari denim, berupa rok, jaket, dan celana panjang, shift dress, tank top, kemeja, t-shirt, bahkan headpiece yang unik. Tommy menginterpretasikan kepala clickers, yakni sebutan untuk zombi dalam film The Last of Us sebagai sebuah headpiece yang unik penuh warna.
“Kali ini inspirasi kita datang dari film-film zombie, seperti infeksi karena tergigit zombie, lalu menyebar, dan mengkorupsi tubuh sehingga lahir kembali menjadi sesuatu yang baru,” ujarnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
The Sustainable Fashion Forum mengungkapkan, konsumsi pakaian dunia diperkirakan akan terus meningkat hingga 63 persen pada 2030, dari 62 juta ton menjadi 102 juta ton. Akibatnya, limbah tekstil di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai 300 juta ton pada 2050.
Padahal upaya menekan limbah tekstil dan meningkatkan kualitas industri fesyen lokal bisa saja berjalan beriringan. Dewasa ini tak sedikit desainer dan rumah mode yang mulai peduli lingkungan dengan membuat pakaian dari bahan daur ulang.
Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport: Menggugah Kesadaran Lingkungan Melalui Sapuan Kuas
2. Hypereport: Suara Lantang Musisi Respons Isu Perubahan Iklim
Chitra Subyakto desainer dari lini busana Sejauh Mata Memandang sangat menghindari pakaian berbahan viscose. Ini merupakan kain rayon semi-sintetis yang terbuat dari pulp kayu yang dalam pembuatannya mengorbankan banyak pohon. Selain itu juga polyester dari bahan sintesis yang mengandung plastik.
Sejauh Mata Memandang membuat program daur ulang pakaian yang sudah berjalan selama dua tahun. Mereka mengajak orang-orang untuk mengumpulkan pakaian bekasnya. Semua jenis pakaian bisa didaur ulang kecuali yang berbahan polyester.
"Semuanya kita daur ulang untuk dijadiin benang lagi, kemudian benangnya dibawa untuk ditenun ulang menjadi kain baru oleh mitra UMKM kita," katanya dalam webinar bersama komunitas Remaja Nusantara.
Lebih lanjut dia berujar, prosesnya memang panjang tapi menyenangkan. Program ini mengajarkan kita tentang circularty, sebuah konsep sederhana yang bertujuan untuk meminimalisir sampah dan memaksimalkan penggunaan sumber daya alam. Lini busana ini selalu mengupayakan untuk terjadi perputaran tanpa ada yang terbuang.
Saat gelaran Jakarta Fashion Week 2024, Sejauh Mata Memandang juga menghadirkan koleksi busana yang terdiri dari denim ramah lingkungan bertajuk Tarum. Makna Tarum sendiri adalah tumbuhan indigo (Indigofera tinctoria), yang menghasilkan warna biru.
Chitra mengungkapkan sudah lama tertarik untuk mengeksplorasi denim, namun terkendala dengan proses pembuatannya yang menggunakan banyak air dan energi sehingga dinilai kurang ramah lingkungan.
"Setelah melalui proses panjang, kami sangat gembira bisa menghadirkan koleksi Tarum denim yang dibuat dengan teknik tenun tangan (handwoven) secara bertanggung jawab," ujar Chitra.
Benang daur ulang yang dipakai untuk koleksi Tarum diperoleh dari program daur ulang pakaian bekas yang dilakukan oleh Sejauh Mata Memandang bersama EcoTouch. Terdapat empat jenis benang yang digunakan dalam pembuatan denim ramah lingkungan, di antaranya benang daur ulang (recycled yarn) dan benang katun yang dipintal secara manual dengan tangan (handspun yarn).
Selain itu juga menggunakan dua benang katun yang masing-masing diwarnai dengan pewarna nabati, yakni tumbuhan tarum untuk menghasilkan rona kebiruan dan kayu secang untuk menghasilkan warna coklat kemerahan.
Adapun proses pewarnaan benang dilakukan dengan teknik pencelupan tangan (hand-dye) sebanyak 14 kali, menggunakan satu liter air untuk tahap pewarnaan dan satu liter air untuk tahap pencucian. Cairan pewarna nabati dan air cucian ini bisa digunakan berulang-ulang sampai habis sehingga tidak menyisakan limbah.
Seluruh prosesnya mulai dari menggulung benang, mewarnai, menghani, dan pencucukan memakan waktu 12 hari. Selanjutnya, kain masuk ke proses penenunan, pencucian, dan pengeringan selama dua hari.
Koleksi Tarum terdiri dari 18 looks tanpa meninggalkan signature style Sejauh Mata Memandang yang identik dengan potongan kebaya dan kain wastra nusantara. Kali ini nuansanya tampak lebih kasual karena menggunakan denim.
Saat menampilkan koleksi Tarum, Sejauh Mata Memandang menggandeng sederet aktivis lingkungan hidup yang membawa pesan penting untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan tempat tinggal kita.
Selain Sejauh Mata Memandang, ada juga Tommy Ambiyo Tedji dari lini busana BYO yang dikenal dengan kreasi tanpa batasnya dalam melahirkan beragam karya busana bertema unik di industri fesyen. Setiap siluet yang dihadirkan tak lepas dari napas sci-fi futuristic yang estetik dan inspirasi tanpa batas dalam bereksperimen.
“Core dari BYO sendiri adalah eksperimentasi, dalam membuat sesuatu yang unik kita selalu memulainya dari level tekstil tapi tetap peduli lingkungan,” kata Tommy Ambiyo, Creative Director & Founder BYO.
Koleksi busananya yang bertajuk Glester terinspirasi dari pergerakan gletser es. Detail busananya menggunakan teknik modular-handwoven atau tenun tangan berupa embellishment pola geometris menggunakan bahan transparan.
Modul-modul tersebut seolah menciptakan imaji liar ketika virus zombie menginfeksi manusia dan memakan inangnya. Terasa sekali bahwa sang desainer menggali inspirasinya dari serial film The Last of Us yang populer beberapa waktu lalu di tanah air.
“Selama ini BYO mengangkat konsep sci-fi dan selalu menggunakan PVC dan kulit, tahun ini kita pakai bahan-bahan daur ulang yang sudah dipakai lagi,” katanya.
Koleksi BYO menyadari pentingnya penggunaan material yang bertanggung jawab, karenanya mereka sangat menjunjung tinggi prinsip sustainability. Sang desainer mengolah mengolah limbah bahan kulit pascaproduksi menjadi tas, tote bag, dan camera bag asimetris. Masih mengggunakan embellishment modular andalannya, sentuhan transluscent, dan permainan warna neon yang berani.
Selain tas yang mencuri perhatian, koleksi busananya pun tak kalah menarik. Setiap rancangannya mengadopsi teknik fabric manipulation yang sangat kreatif. Terlihat dari lipatan rok yang menciptakan menciptakan efek air dan mawar-mawar yang seolah menyembul keluar sehingga membuat koleksi ini makin atraktif.
Siluetnya sebagian besar terdiri dari denim, berupa rok, jaket, dan celana panjang, shift dress, tank top, kemeja, t-shirt, bahkan headpiece yang unik. Tommy menginterpretasikan kepala clickers, yakni sebutan untuk zombi dalam film The Last of Us sebagai sebuah headpiece yang unik penuh warna.
“Kali ini inspirasi kita datang dari film-film zombie, seperti infeksi karena tergigit zombie, lalu menyebar, dan mengkorupsi tubuh sehingga lahir kembali menjadi sesuatu yang baru,” ujarnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.