Celine Dion. (Sumber gambar: Celine Dion Official Instagram)

Penyebab dan Gejala Stiff Person Syndrome yang Diderita Celine Dion

20 December 2023   |   17:26 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Perjuangan diva pop Celine Dion menghadapi penyakit Stiff Person Syndrome terus berlanjut. Lantaran penyakit saraf langka yang dideritanya, penyanyi asal Kanada itu kini dikabarkan tidak lagi memiliki kontrol atas otot tubuhnya. Penyakit tersebut telah menyerang sel saraf sang diva, dan berdampak buruk pada mobilitasnya.

Kabar itu disampaikan oleh kakak perempuan Celine, Claudette Dion, kepada media Prancis Kanada Hour 7. Dia mengatakan bahwa Celine Dion masih sangat ingin kembali ke panggung dan melanjutkan karier profesionalnya, tapi penyakit Stiff Person Syndrome yang progresif menyerang sang diva memberikan dampak buruk terhadap tubuhnya.

"Dia [Celine] bekerja keras, tapi dia tidak memiliki kendali atas ototnya. Yang menghancurkan hati saya adalah dia selalu disiplin. Memang benar baik dalam mimpi kami maupun mimpinya, tujuannya adalah kembali ke panggung. Dalam kapasitas apa? Aku tidak tahu," katanya dikutip dari Daily Mail.

Baca juga: Mengenal Down Syndrome dan Mitos-mitos Salah yang Masih Menyelimutinya

Claudette Dion juga mengatakan, meskipun bekerja sama dengan para peneliti terkemuka di bidangnya, kesehatan adik perempuannya itu tidak mengalami kemajuan signifikan lantaran tergolong sebagai penyakit saraf yang sangat langka. Bahkan, disebutkan bahwa mereka tidak dapat menemukan obat apa pun yang manjur untuk penyakit tersebut.

"Pita suara adalah otot dan jantung juga merupakan otot. Karena ini hanya 1 dari sejuta kasus, para ilmuwan belum melakukan banyak penelitian karena penyakit ini tidak dialami banyak orang," katanya.
 
 

Stiff Person Syndrome

Penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) diketahui memang dapat mengubah penderitanya menjadi 'patung manusia', sehingga membuat mereka kesulitan berjalan atau berbicara.Penyakit yang diperkirakan hanya menyerang satu dari sejuta orang ini juga dapat menyebabkan kejang yang bisa menyebabkan patah tulang. Biasanya, pasien yang didiagnosis SPS berusia sekitar 30-50 tahun, dan sebagian besar adalah wanita. 

Melansir laman National Institute of Neurological Disorders and Stroke, SPS adalah kelainan neurologis autoimun yang langka. Penderita kondisi ini biasanya mengalami kekakuan otot pada bagian tengah tubuh salah satunya perut. 

Seiring waktu, penderitanya juga bisa mengalami kekakuan (rigidity) dan kejang pada kaki dan otot lainnya, hingga menyebabkan sulit berjalan serta lebih rentan terjatuh dan cedera.

Perempuan yang paling rentan mengidap SPS dengan probabilita dua kali lebih mungkin dibandingkan laki-laki. Meski dapat menyerang orang pada usia berapa pun, gejala SPS paling sering dimulai pada usia 30-an dan 40-an. Selain itu, SPS juga dikaitkan dengan adanya kondisi autoimun lainnya seperti diabetes tipe 1, tiroid autoimun, vitiligo, anemia pernisiosa, dan celiac.


Penyebab Stiff Person Syndrome 

Para peneliti belum mengetahui penyebab pasti dari penyakit SPS. Namun, para ahli memperkirakan penyebab utama penyakit langka itu adalah autoimun, suatu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat tanpa alasan yang jelas.

Menukil dari laman Cleveland Clinic, banyak orang dengan SPS membuat antibodi terhadap asam glutamat dekarboksilase [GAD]. GAD berperan dalam pembuatan neurotransmitter bernama gamma-aminobutyric acid [GABA], yang membantu mengontrol pergerakan otot.

Para peneliti belum memahami peran pasti yang dimainkan GAD dalam perkembangan dan memburuknya SPS. Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan bahwa adanya antibodi GAD, tidak berarti seseorang menderita SPS. Faktanya, sebagian kecil masyarakat umum memiliki antibodi GAD tanpa efek samping apa pun.

Di sisi lain, ada antibodi juga yang terkait dengan SPS, termasuk antibodi reseptor glisin, amphiphysin, dan DPPX (dipeptidyl peptidase-like protein 6). "Ada juga beberapa orang dengan SPS yang tidak memiliki antibodi yang terdeteksi. Penelitian sedang berlangsung untuk melihat apakah ada antibodi potensial lain yang belum ditemukan," demikian pernyataan di situs tersebut.


Gejala Stiff Person Syndrome 

Dua gejala utama SPS yakni kekakuan pada otot dan kejang otot yang menyakitkan. Penderita SPS biasanya akan mengalami kaku pada otot tubuh bagian tengah seperti perut, dada, dan punggung, yang menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman. 

Gejala tersebut dapat berubah-ubah tingkat keparahannya tanpa alasan atau pemicu yang jelas, termasuk dapat memengaruhi fungsi lengan dan kaki. Ketika kekakuan meningkat, postur tubuh penderitanya bisa berkembang tidak normal yang membuat mereka sulit berjalan atau bergerak.

Sementara kejang otot yang dialami penderita SPS bisa berlangsung beberapa detik, menit, atau kadang-kadang, beberapa jam. Kejang otot dapat dipicu oleh suara yang tidak terduga atau keras, sentuhan atau rangsangan fisik, perubahan suhu termasuk lingkungan dingin, dan peristiwa yang membuat stres.

Karena pemicu kejang otot yang tidak dapat diprediksi, beberapa orang dengan SPS mengalami juga mengalami kecemasan dan agorafobia, ketakutan ekstrem untuk memasuki tempat terbuka, ramai atau meninggalkan rumah. Hal ini lantaran lebih sulit menghindari pemicu kejang otot di tempat umum.

Seiring waktu, gejala SPS dapat menyebar ke area lain di tubuh penderitanya bahkan lebih buruk. Gejalanya dapat memakan waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun untuk berkembang. 

Pada beberapa orang, gejala yang dialami tetap sama, sementara yang lain mengalami gejala yang memburuk secara perlahan, termasuk kekejangan atau kekakuan otot yang lebih parah, dan dapat membatasi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Baca juga: Empty Nest Syndrome, Saat Orang Tua Kesepian Ditinggal Anak Merantau

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Tersangkut Sengketa Paten, Apple Watch Series 9 & Ultra 2 Ditarik dari Pasar AS

BERIKUTNYA

Sinopsis Serial Percy Jackson and The Olympians, Sudah Tayang di Disney+

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: