Salah satu karya Thomas Lionar dalam pameran Clap: Kilasan Meteor Thomas Lionar, di Balai Budaya, Jakarta. (Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)

Mengkritik Seraya Berhumor ala Karikaturis Thomas Lionar

19 December 2023   |   20:51 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Karya-karya karikatur Thomas Lionar menunjukkan pembuatannya pada era 1980an. Namun, karikatur itu tampak masih begitu segar dari segi ide dan gagasan dan tetap relevan hingga saat ini. Keabadian dan kesegaran ide dan gagasan yang terdapat dalam karya sang seniman dapat terlihat dari sejumlah karyanya.

Salah satu karya karikaturnya yang masih relevan hingga saat ini adalah tentang polusi di Ibukota Jakarta. Semasa hidupnya, Thomas Lionar merupakan karikaturis Suara Pembaharuan pada 1986-1988. Thomas, begitu panggilannya, terlihat mengkritisi jumlah kendaraan sebagai penyebab polusi udara di Jakarta. Dalam karyanya itu, sang seniman menggunakan gambar Monumen Nasional untuk menyimbolkan ibu kota.

Baca juga: Menelisik Makna Garis Sketsa dan Lukisan Perupa Zamrud Setya Negara

Monumen Nasional atau yang kerap mendapatkan sebutan Monas adalah sebuah monumen ikonik yang hanya ada di Jakarta. Thomas – dalam karyanya – membuat monumen itu menggunakan masker dengan tabung oksigen di belakangnya.
 

(Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)

(Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)

Gambaran itu memberikan pesan bahwa jumlah kendaraan baik mobil maupun motor yang ada di Jakarta pada saat itu membuat banyak orang kekurangan oksigen. Latar yang gelap dalam karyanya kemungkinan sang seniman ingin menyampaikan pesan bahwa itu adalah hasil polusi.

Karya karikatur yang tertulis pada 1988 itu masih relevan sampai dengan saat ini. Ide atau gagasannya tentang ibu kota yang memiliki krisis udara bersih dari dahulu masih sama dengan saat ini.

Dalam beberapa waktu belakangan, ibu kota DKI Jakarta memang menghadapi masalah polusi. Kualitas udara di salah satu kota besar di Indonesia ini bahkan pernah menjadi yang terburuk di antara kota-kota lain di dunia.

Kondisi polusi ibu kota dalam karya Thomas hanya satu dari banyak ide atau gagasan yang dimilikinya. Dalam pameran bertajuk Clap: Kilasan Meteor Thomas Lionar, di Balai Budaya, Jakarta, yang berlangsung dari 14-20 Desember 2023, sang seniman terlihat kerap menyampaikan pesan-pesan yang mengkritik seperti pegawai negeri yang bisa membeli rumah secara tunai.

Kemudian, sistem pendidikan yang masih semerawut, seseorang dengan bergelimang harta yang menyuguhkan anak-anak kurang mampu dengan retorika, hak rakyat yang diambil untuk kepentingan pribadi, dan sebagainya.

Dari karya-karya dalam pameran tersebut, terlihat bagaimana sikap kritis sang seniman terhadap kondisi sosial, politik, kesenian, dan sebagainya di dalam negeri.

Sementara dari sisi visual, Thomas mampu menciptakan karikatur yang begitu hidup sehingga gambar-gambarnya begitu “menggelitik” bagi siapa saja yang melihatnya. Dia mampu menyajikan visual yang begitu satir dengan apik.

Tarikan garis dalam karyanya juga begitu halus dan tepat dalam menggambarkan objek yang ingin diciptakannya, menciptakan ekspresi yang membuat siapa saja dapat memahami pesan yang hendak disampaikan.
 

(Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)

(Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)

Inisator pameran, Chryshnanda Dwilaksana mengatakan bahwa dalam karya Thomas terdapat harmoni dari segi teknis, pendekatan kritikal karikatur, dan model pengemasannya. Sang seniman sudah tidak ada sejak tiga dasawarsa silam. Namun, karyanya menunjukkan keabadian. 

Thomas piawai memelototkan wajah objek yang dilukisnya, dari seniman, tokoh politik, sampai dunia. Tidak hanya itu, sang Seniman juga menggunakan banyak simbol politik, seni, sosial kemanusiaan, dan sebagainya. 

Dia begitu jeli menangkap isu yang dikritik. Namun, tetap menampilkan karakter tokohnya. Dalam berkarya, Thomas memiliki karakter khas dalam tarikan garis  yang lembut, tetapi mampu menampilkan karakter yang kuat sehingga banyak orang mudah mengenalinya karyanya. 

Sang seniman juga tidak hanya kritis dalam berkarya. Akan tetapi, kerap melucu dalam satirnya dan memiliki pesan. Dia juga memiliki gaya kartun tanpa kata yang jenaka. 

Kejenakaan dalam karya karikaturnya itu menunjukkan kecerdasannya mengingat membuat karya yang lucu memerlukan imajinasi yang tinggi dalam menjungkirbalikkan logika atau sesuatu yang sakral dan dituangkan ke dalam gambar. 

Karya sang seniman memang berbeda dengan gaya karya maestro kartunis Indonesia, seperti GM Sudarta, Pramono maupun Dwi Koendoro. Karya Thomas khas seolah bukan karya orang Indonesia lantaran dapat disandingkan karya kartunis dunia. 

Sementara itu, Darminto M. Sudarmo, dalam catatan pameran, menuliskan bahwa Thomas Lionar berada di urutan sepuluh dalam daftar 25 kartunis ternama dunia berdasarkan survei yang dilakukan oleh WittyWorld. Penentuan peringkat dengan melihat kepada artistik, ide, dan pengakuan sesama kartunis dalam skala nasional dan internasional. 

Peringkat sepuluh Thomas menujukkan bahwa sang seniman berada di atas kartunis dunia lainnya seperti Gary Larson, Ranan Lurie, atau Herge. Meskipun survei itu merupakan satu dari sekian versi, tetap saja menunjukkan bahwa kartunis Indonesia mampu sejajar dengan Seniman kartun dari dunia.

Baca juga: Bikin Ngiler, Yuk Kunjungi Pameran Sketsa Ngider Makan dengan Gambar di Galeri Nasional

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Karya Seni Digital Unjuk Gigi di Ajang ArtPrized Moments 2024

BERIKUTNYA

Cha Eun Woo akan Gelar Fancon di Jakarta April 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: