Menelisik Makna Garis Sketsa dan Lukisan Perupa Zamrud Setya Negara
23 August 2023 |
20:30 WIB
Bagi Zamrud Setya Negara, berkesenian merupakan salah satu bentuk sikap hidup. Sebab, perupa yang kini berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) itu tetap aktif berkarya di tengah kesibukannya di dunia birokrasi yang berbeda jauh dengan dunia seniman.
Hal itu pun dibuktikan lewat pameran tunggal keduanya di Cemara 6 Galeri Toeti Heraty Museum, Jakarta. Mengambil tajuk Gores Garis Zamrud, total ada 42 karya Zamrud baik berupa sketsa dan lukisan dalam eksibisi hingga 25 Agustus 2023.
Baca juga: Tips Buat Pemula yang Ingin Belajar Sketsa
Secara umum, dalam eksibisinya tersebut Zamrud menghadirkan ketertarikannya pada tiga subject matter. Yaitu daerah perkotaan; situs ragam cagar budaya seperti masjid, candi, dermaga; dan pengalaman keseharian yang dialami sang perupa dalam melihat realitas masyarakat.
Hal itu misalnya, mewujud dalam karya bertajuk Simpang Sarinah Thamrin Jakarta (38 X 56 cm, cat air pada kertas, 2023). Sesuai judulnya, sketsa itu menggambarkan suasana kota Jakarta, tepatnya persimpangan Jalan Thamrin dengan garis yang estetis.
Didominasi warna cokelat keabu-abuan, dalam karya tersebut Zamrud tampak piawai menangkap kenyataan lalu memindahkannya secara jujur dengan corak yang unik. Terutama lewat torehan garis tegas yang membujur pada bagian muka sketsa.
Sementara dalam situs cagar budaya, corak itu terejawantah dalam lukisan berjudul Candi Penataran #2 dan Menara Kudus #3. Uniknya, kedua karya berukuran 60 X 60 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas itu tidak digambarkan secara detail, sehingga tampil dengan cukup kabur.
Alih-alih memberi kesan tegas seperti karya sketsanya, Zamrud tampak hanya ingin menggoreskan kesan terkait apa yang dilihat secara sekilas. Alhasil memberi suasana yang kelabu dan cenderung gloomy meski secara bentuk wujud dari objek masih bisa dikenali.
Adapun dalam pengalaman keseharian, momen itu terekam dalam karya berjudul The Urban Exsistencies Stage #1. Lukisan berukuran 140 X 140 cm ini menggambarkan persimpangan jalan di Ibu Kota dengan perspektif yang unik dari sudut pandang mata sang perupa.
Dari kejauhan, tampak Patung Bundaran HI dan jajaran gedung pencakar langit dengan nuansa yang dingin. Namun bukan objek tersebut yang dijadikan fokus lukisan, melainkan garis zebra cross tempat berlalu lalangnya manusia sebagai tempat persimpangan untuk beranjak pergi atau pulang.
Zamrud mengatakan bahwa untuk membuat sketsa dan lukisan, dia memang harus datang langsung ke lokasi. Untuk sketsa yang dibuat di atas kertas, lelaki asal Kebumen, Jawa Tengah itu harus menyelesaikannya di tempat.
Namun untuk lukisan, dia membutuhkan waktu lebih lama dan biasanya dikerjakan di studio. Hal inilah yang seringkali membuatnya memiliki perspektif baru mengenai realitas yang ditangkap karena memiliki waktu lebih lama dibandingkan dengan membuat sketsa.
"Lukisan tidak harus melihat gambar atau objek aslinya. Bisa jadi bikin sketsanya memang di lokasi, tapi finishing dan pewarnaannya kebanyakan saya kerjakan di studio," katanya.
Baca juga: Perupa Zamrud Setya Negara Hadirkan Puluhan Sketsa & Lukisan di Cemara 6 Galeri Toeti Heraty Museum
Dalam kegiatan safari sketsanya, Zamrud bisa menghasilkan 5-10 sketsa yang terus dilakukannya secara berkala dan konsisten. Sebab, menurutnya seniman tidak jauh berbeda dengan sebilah pisau. "Ketika sering diasah maka bakal semakin tajam," katanya.
Selain karya di muka, objek yang sering dilukis Zamrud adalah dermaga dan kapal laut. Baginya dermaga memiliki arti yang mendalam sebagai tempat singgahnya kapal. Dermaga merupakan tempat datang dan perginya seseorang, terutama dalam memaknai asal muasal dan tujuan (sangkan paran), atau dari dan menuju ke mana hidup berakhir.
Hal itu misalnya, tergores dalam karya Pelabuhan Sunda Kelapa #1. Lukisan berdimensi 60x120 cm dengan material cat akrilik di atas kanvas itu menampilkan sebuah kapal yang sedang bersandar di dermaga. Mengambil suasana senja hari, karya bertitimangsa 2023 itu menghadirkan nuansa yang liris sekaligus sepi.
Ada pula karya berjudul Harmoni Kapal-Kapal yang dibuat Zamrud pada 2022. Uniknya, karya berukuran 95x125 cm itu terdiri dari sembilan panel kanvas dengan sudut pandang yang berbeda. Namun semuanya melukiskan gambar kapal yang tidak diketahui entah sedang berlabuh atau angkat sauh.
Pengambilan sudut pandang, bentuk kapal, dan latar suasana mendung hingga cerah membuat karya ini jadi hidup saat disajikan di ruang pamer. Rangkaian visual dengan nuansa yang berbeda itu seolah kian mengabalkan cara Zamrud dalam memaknai hidup dan karyanya.
Antara Sketsa dan Lukisan
Kurator Beng Rahadian mengatakan bahwa dirinya sengaja menyatukan karya sketsa dan lukisan Zamrud dalam satu ruang pamer. Meski sketsa dan lukisan merupakan dua hal yang berbeda, tapi mereka tumbuh dari akar yang sama, yakni garis. Kata garis juga dapat diartikan menjadi dua hal dalam eksibisi ini.
Pertama, garis merupakan awal mula karya Zamrud dari titik dan goresan yang dibuat menggunakan material alam seperti seperti lidi, ranting dan lainnya. Kedua, garis merupakan simbol terbaru proses berkarya Zamrud untuk menyambungkan satu titik ke titik lainnya.
"Hal inilah yang merepresentasikan sosok Zamrud sebagai agen sosial lewat sepak terjangnya dalam memberikan pengaruh kuat pada perkembangan skema sketsa Indonesia yang kini kian semarak,” katanya.
Menurut Beng salah satu ciri yang membedakan karya Zamrud dibandingkan dengan perupa lain adalah goresannya yang ekspresif. Uniknya autentisitas itu bisa dibuat dengan media apa saja yang ditemukan sang perupa di lokasi tempatnya berkarya.
Baca juga: Wow, Sketsa Mungil Leonardo da Vinci Terjual Senilai US$12,2 Juta
Dalam perkembangan sketsa, menurut Beng saat ini banyak para sketcher yang membuat gambar figuratif dan jelas. Namun Zamrud justru memilih untuk menghindari realitas tanpa meninggalkannya. Dengan kata lain, sang perupa tidak semata-mata memindahkan objek ke atas karya.
"ketika orang sangat tergantung pada media seperti pena misalnya, tapi Zamrud tidak. Dia apa saja ada, tapi yang dihasilkan konsisten karena [gaya] itulah yang menjadi ciri khasnya," jelas Beng.
Editor: Fajar Sidik
Hal itu pun dibuktikan lewat pameran tunggal keduanya di Cemara 6 Galeri Toeti Heraty Museum, Jakarta. Mengambil tajuk Gores Garis Zamrud, total ada 42 karya Zamrud baik berupa sketsa dan lukisan dalam eksibisi hingga 25 Agustus 2023.
Baca juga: Tips Buat Pemula yang Ingin Belajar Sketsa
Secara umum, dalam eksibisinya tersebut Zamrud menghadirkan ketertarikannya pada tiga subject matter. Yaitu daerah perkotaan; situs ragam cagar budaya seperti masjid, candi, dermaga; dan pengalaman keseharian yang dialami sang perupa dalam melihat realitas masyarakat.
Hal itu misalnya, mewujud dalam karya bertajuk Simpang Sarinah Thamrin Jakarta (38 X 56 cm, cat air pada kertas, 2023). Sesuai judulnya, sketsa itu menggambarkan suasana kota Jakarta, tepatnya persimpangan Jalan Thamrin dengan garis yang estetis.
Didominasi warna cokelat keabu-abuan, dalam karya tersebut Zamrud tampak piawai menangkap kenyataan lalu memindahkannya secara jujur dengan corak yang unik. Terutama lewat torehan garis tegas yang membujur pada bagian muka sketsa.
Karya Zamrud berjudul Simpang Sarinah Thamrin Jakarta. (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)
Sementara dalam situs cagar budaya, corak itu terejawantah dalam lukisan berjudul Candi Penataran #2 dan Menara Kudus #3. Uniknya, kedua karya berukuran 60 X 60 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas itu tidak digambarkan secara detail, sehingga tampil dengan cukup kabur.
Alih-alih memberi kesan tegas seperti karya sketsanya, Zamrud tampak hanya ingin menggoreskan kesan terkait apa yang dilihat secara sekilas. Alhasil memberi suasana yang kelabu dan cenderung gloomy meski secara bentuk wujud dari objek masih bisa dikenali.
Adapun dalam pengalaman keseharian, momen itu terekam dalam karya berjudul The Urban Exsistencies Stage #1. Lukisan berukuran 140 X 140 cm ini menggambarkan persimpangan jalan di Ibu Kota dengan perspektif yang unik dari sudut pandang mata sang perupa.
Dari kejauhan, tampak Patung Bundaran HI dan jajaran gedung pencakar langit dengan nuansa yang dingin. Namun bukan objek tersebut yang dijadikan fokus lukisan, melainkan garis zebra cross tempat berlalu lalangnya manusia sebagai tempat persimpangan untuk beranjak pergi atau pulang.
Karya Zamrud berjudul The Urban Exsistencies Stage #1 (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)
Zamrud mengatakan bahwa untuk membuat sketsa dan lukisan, dia memang harus datang langsung ke lokasi. Untuk sketsa yang dibuat di atas kertas, lelaki asal Kebumen, Jawa Tengah itu harus menyelesaikannya di tempat.
Namun untuk lukisan, dia membutuhkan waktu lebih lama dan biasanya dikerjakan di studio. Hal inilah yang seringkali membuatnya memiliki perspektif baru mengenai realitas yang ditangkap karena memiliki waktu lebih lama dibandingkan dengan membuat sketsa.
"Lukisan tidak harus melihat gambar atau objek aslinya. Bisa jadi bikin sketsanya memang di lokasi, tapi finishing dan pewarnaannya kebanyakan saya kerjakan di studio," katanya.
Baca juga: Perupa Zamrud Setya Negara Hadirkan Puluhan Sketsa & Lukisan di Cemara 6 Galeri Toeti Heraty Museum
Dalam kegiatan safari sketsanya, Zamrud bisa menghasilkan 5-10 sketsa yang terus dilakukannya secara berkala dan konsisten. Sebab, menurutnya seniman tidak jauh berbeda dengan sebilah pisau. "Ketika sering diasah maka bakal semakin tajam," katanya.
Selain karya di muka, objek yang sering dilukis Zamrud adalah dermaga dan kapal laut. Baginya dermaga memiliki arti yang mendalam sebagai tempat singgahnya kapal. Dermaga merupakan tempat datang dan perginya seseorang, terutama dalam memaknai asal muasal dan tujuan (sangkan paran), atau dari dan menuju ke mana hidup berakhir.
Hal itu misalnya, tergores dalam karya Pelabuhan Sunda Kelapa #1. Lukisan berdimensi 60x120 cm dengan material cat akrilik di atas kanvas itu menampilkan sebuah kapal yang sedang bersandar di dermaga. Mengambil suasana senja hari, karya bertitimangsa 2023 itu menghadirkan nuansa yang liris sekaligus sepi.
Ada pula karya berjudul Harmoni Kapal-Kapal yang dibuat Zamrud pada 2022. Uniknya, karya berukuran 95x125 cm itu terdiri dari sembilan panel kanvas dengan sudut pandang yang berbeda. Namun semuanya melukiskan gambar kapal yang tidak diketahui entah sedang berlabuh atau angkat sauh.
Karya Zamrud berjudul Harmoni Kapal-Kapal (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Pengambilan sudut pandang, bentuk kapal, dan latar suasana mendung hingga cerah membuat karya ini jadi hidup saat disajikan di ruang pamer. Rangkaian visual dengan nuansa yang berbeda itu seolah kian mengabalkan cara Zamrud dalam memaknai hidup dan karyanya.
Antara Sketsa dan Lukisan
Kurator Beng Rahadian mengatakan bahwa dirinya sengaja menyatukan karya sketsa dan lukisan Zamrud dalam satu ruang pamer. Meski sketsa dan lukisan merupakan dua hal yang berbeda, tapi mereka tumbuh dari akar yang sama, yakni garis. Kata garis juga dapat diartikan menjadi dua hal dalam eksibisi ini.
Pertama, garis merupakan awal mula karya Zamrud dari titik dan goresan yang dibuat menggunakan material alam seperti seperti lidi, ranting dan lainnya. Kedua, garis merupakan simbol terbaru proses berkarya Zamrud untuk menyambungkan satu titik ke titik lainnya.
"Hal inilah yang merepresentasikan sosok Zamrud sebagai agen sosial lewat sepak terjangnya dalam memberikan pengaruh kuat pada perkembangan skema sketsa Indonesia yang kini kian semarak,” katanya.
Menurut Beng salah satu ciri yang membedakan karya Zamrud dibandingkan dengan perupa lain adalah goresannya yang ekspresif. Uniknya autentisitas itu bisa dibuat dengan media apa saja yang ditemukan sang perupa di lokasi tempatnya berkarya.
Baca juga: Wow, Sketsa Mungil Leonardo da Vinci Terjual Senilai US$12,2 Juta
Dalam perkembangan sketsa, menurut Beng saat ini banyak para sketcher yang membuat gambar figuratif dan jelas. Namun Zamrud justru memilih untuk menghindari realitas tanpa meninggalkannya. Dengan kata lain, sang perupa tidak semata-mata memindahkan objek ke atas karya.
"ketika orang sangat tergantung pada media seperti pena misalnya, tapi Zamrud tidak. Dia apa saja ada, tapi yang dihasilkan konsisten karena [gaya] itulah yang menjadi ciri khasnya," jelas Beng.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.