Kemenkes Soroti Perlunya Penyesuaian Standar Indeks Kualitas Udara
24 November 2023 |
21:28 WIB
Indeks kualitas udara menyita perhatian masyarakat sejak tingginya kasus polusi udara, terutama di sejumlah wilayah perkotaan. Menengok ke belakang, yakni pada September 2023, Jakarta bahkan masuk dalam 3 besar kota dengan tingkat polusi terbesar di dunia.
Per Jumat (24/11/2023), indeks kualitas udara melalui platform IQAir terpantau dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Kehadiran platform pemantauan indeks kualitas udara cukup membantu masyarakat dalam mengambil tindakan aktivitas di luar ruangan.
Meski Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menurunkan pedoman terkait kualitas udara, nyatanya standar indeks kualitas udara ini berbeda-beda di tiap negara. Lembaga itu menilai, standar kualitas udara ideal berbobot konsentrasi PM 2.5 antara 0-5 mikrogram per meter kubik.
Baca juga: Polusi Udara Bisa Picu Kasus Pubertas Dini pada Anak, Bagaimana Kaitannya?
Di Indonesia, standar mengenai konsentrasi polusi udara dinilai melalui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Melansir laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, ISPU digunakan untuk menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya.
Bisa dikatakan, ISPU merupakan standar nasional yang ditetapkan pemerintah untuk pemantauan kualitas udara. Rupanya, standar ISPU ini pun berbeda dengan standar pemantau indeks kualitas udara lainnya.
Misalnya, dalam US AQI, level kualitas udara 101-150 masuk dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif dengan konsentrasi PM2.5 antara 35,5-55,4 mikrogram per meter kubik. Sementara pada penilaian ISPU, level kualitas udara 101-200 dikategorikan langsung dalam kategori tidak sehat untuk manusia, hewan, dan tumbuhan.
Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara, Kementerian Kesehatan RI, Agus Dwi Susanto, menyebutkan bahwa standar kualitas udara ini perlu dievaluasi kembali.
“Kalau di Air Quality sudah kuning (level polusi udara), kadang di ISPU itu masih dalam kategori biru,” kata Agus dalam agenda Forum Menuju Indonesia Emas 2045: Dampak Kualitas Udara terhadap Masalah Stunting dan Manusia Indonesia pada Jumat (24/11/2023).
Menurut Agus, perbedaan standar kualitas udara ini berpengaruh pada mitigasi untuk kelompok-kelompok tertentu. Meski pada kelompok masyarakat umum belum terlalu berdampak, tetapi mungkin efeknya sudah terasa nyata bagi kelompok sensitif.
Oleh karenanya, regulasi ulang mengenai standar kualitas udara ini juga akan memetakan kembali hal-hal apa yang harus dilakukan masyarakat kelompok tertentu saat level kualitas udara sudah pada tahap tertentu.
Saat ini, polusi udara merupakan faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia. Faktor polusi udara berada tepat di bawah risiko obesitas.
Sebanyak 41% kematian oleh penyakit dengan faktor risiko polutan udara per 100.000 penduduk terjadi di Indonesia. Sementara 19% lainnya diakibatkan oleh faktor risiko polutan PM2.5 yang sebagian besar menyebabkan masalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga penyakit kardiovaskular.
Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Kualitas Udara di dalam Rumah, Ada Alat Penting Selain Air Purifier
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Per Jumat (24/11/2023), indeks kualitas udara melalui platform IQAir terpantau dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Kehadiran platform pemantauan indeks kualitas udara cukup membantu masyarakat dalam mengambil tindakan aktivitas di luar ruangan.
Meski Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menurunkan pedoman terkait kualitas udara, nyatanya standar indeks kualitas udara ini berbeda-beda di tiap negara. Lembaga itu menilai, standar kualitas udara ideal berbobot konsentrasi PM 2.5 antara 0-5 mikrogram per meter kubik.
Baca juga: Polusi Udara Bisa Picu Kasus Pubertas Dini pada Anak, Bagaimana Kaitannya?
Di Indonesia, standar mengenai konsentrasi polusi udara dinilai melalui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Melansir laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, ISPU digunakan untuk menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya.
Bisa dikatakan, ISPU merupakan standar nasional yang ditetapkan pemerintah untuk pemantauan kualitas udara. Rupanya, standar ISPU ini pun berbeda dengan standar pemantau indeks kualitas udara lainnya.
Misalnya, dalam US AQI, level kualitas udara 101-150 masuk dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif dengan konsentrasi PM2.5 antara 35,5-55,4 mikrogram per meter kubik. Sementara pada penilaian ISPU, level kualitas udara 101-200 dikategorikan langsung dalam kategori tidak sehat untuk manusia, hewan, dan tumbuhan.
Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara, Kementerian Kesehatan RI, Agus Dwi Susanto, menyebutkan bahwa standar kualitas udara ini perlu dievaluasi kembali.
“Kalau di Air Quality sudah kuning (level polusi udara), kadang di ISPU itu masih dalam kategori biru,” kata Agus dalam agenda Forum Menuju Indonesia Emas 2045: Dampak Kualitas Udara terhadap Masalah Stunting dan Manusia Indonesia pada Jumat (24/11/2023).
Menurut Agus, perbedaan standar kualitas udara ini berpengaruh pada mitigasi untuk kelompok-kelompok tertentu. Meski pada kelompok masyarakat umum belum terlalu berdampak, tetapi mungkin efeknya sudah terasa nyata bagi kelompok sensitif.
Oleh karenanya, regulasi ulang mengenai standar kualitas udara ini juga akan memetakan kembali hal-hal apa yang harus dilakukan masyarakat kelompok tertentu saat level kualitas udara sudah pada tahap tertentu.
Saat ini, polusi udara merupakan faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia. Faktor polusi udara berada tepat di bawah risiko obesitas.
Sebanyak 41% kematian oleh penyakit dengan faktor risiko polutan udara per 100.000 penduduk terjadi di Indonesia. Sementara 19% lainnya diakibatkan oleh faktor risiko polutan PM2.5 yang sebagian besar menyebabkan masalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga penyakit kardiovaskular.
Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Kualitas Udara di dalam Rumah, Ada Alat Penting Selain Air Purifier
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.