Resensi Buku Bagaimana Media Sosial Menghancurkanmu, Menyingkap Pisau Bermata Dua Era Digital
22 November 2023 |
16:09 WIB
Dunia tampak gamang dengan era digital masa kini yang berkembang pesat. Hadir sebagai alat mempermudah segala urusan manusia, rupanya istilah pisau bermata dua tetap berlaku di tengah segala hal yang serba canggih dan cepat tersebut.
Dilema kian nyata ketika wadah baru bersosialisasi dan berkumpul pindah ke ruang-ruang digital. Media sosial makin telak menajamkan eksistensi yang samar, seperti tidak bersekat jelas antara maya dan realita.
Baca juga: Indra Leonardi Rilis Buku Fotografi Vice Versa di Art Jakarta 2023
Berangkat dari keresahan tersebut, Eno Bening dkk menuangkan pikirannya ke dalam buku berjudul Bagaimana Media Sosial Menghancurkanmu, sebuah buku yang menjelaskan judulnya secara gamblang.
Dalam cakupan 123 halaman, penulis membeberkan fakta bahwa manusia hampir tidak bisa lagi lepas dari media sosial. Bahkan, media sosial secara khusus mampu menciptakan relasi antarmanusia hingga berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari di ruang digital.
Secara garis besar, buku ini mengupas carut marut hingga ketidakmampuan masyarakat dalam membedakan dunia riil dan dunia maya. Dari halaman ke halaman selanjutnya, penulis mengusut benang masalah dari zaman internet masih menjadi hal prestise, hingga menjadi bagian kebutuhan personal seperti sekarang ini.
Media sosial sudah jatuh pada bayang dunia riil, di mana oversharing, fear of missing out (FOMO), pergeseran makna teman, hingga menganggap eksistensi di media sosial sebagai harga mati. Siapa sangka jika hampir segala aspek ini telah tercampur aduk di antara nyata dan maya.
Penulis membangun narasi dengan menjelaskan konsep dan pengaruh postmodern yang penuh kerikil dan lubang. Sulit dilalui, tetapi ada saja jalan untuk menembusnya. Dengan segala kompleksitas manusia saat ini, teknologi makin mendorong aspek maya makin jaya.
Penulis juga menyampaikan opininya didukung dengan teori-teori dari kumpulan buku Jean Baudrillard, seorang filsuf kontemporer asal Prancis yang melekat dengan karya-karya postmodernisme. Keterlibatan kapitalisme digital, bagaimana pola konsumsi media, hingga hiperrealitas menggambarkan bagaimana media bisa menjadi bagian hidup masyarakat dan mempengaruhi perkembangan budaya.
“Perpanjangan tangan ini membuat umat manusia mengalami kebingungan, realitas tidak hanya lagi direproduksi tetapi juga disimulasikan. Sesuatu yang nyata tidak lagi menjadi realitas aslinya, yang ada hanya hiperrealitas,” bunyi kalimat dalam buku tersebut.
Dunia digital yang telah melebur menjadi satu dengan dunia nyata merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi. Manusia seperti diuji dalam hal daya pikir di tengah informasi yang datang silih berganti.
Manusia dipaksa menyeleksi dan memaknai rentetan informasi ini. Sebab, manusia merupakan produsen sekaligus konsumen di dunia maya saat ini. Penulis mencoba menyibak kenyataan masa kini di mana keterpisahan antara dunia digital dan dunia nyata yang dahulu amat asing kini mulai melebur.
Bahkan, apa saja yang terjadi di dunia digital merupakan suatu realitas sosial di hari ini. Poinnya, siapa pun yang tidak mampu beradaptasi dengan bercampurnya segala aspek saat ini akan menemui ‘kehancurannya' sendiri.
Baca juga: Review Buku 1970 Sebuah Novel: Kelindan Sepak Bola dalam Pusaran Politik Brasil
Kehancuran tidak serta merta hancur lebur. Tetapi ketidakmampuan berjalan dan ikut dalam derasnya arus digital saat ini. Fenomena media sosial memberikan pelajaran sekaligus pengalaman tentang beradaptasi kepada manusia.
Bagaimana manusia tetap harus sadar, tidak tenggelam, dan mampu membaca situasi agar tidak ‘dihancurkan’ oleh saktinya sang pisau bermata dua bernama media sosial.
Editor: Fajar Sidik
Dilema kian nyata ketika wadah baru bersosialisasi dan berkumpul pindah ke ruang-ruang digital. Media sosial makin telak menajamkan eksistensi yang samar, seperti tidak bersekat jelas antara maya dan realita.
Baca juga: Indra Leonardi Rilis Buku Fotografi Vice Versa di Art Jakarta 2023
Berangkat dari keresahan tersebut, Eno Bening dkk menuangkan pikirannya ke dalam buku berjudul Bagaimana Media Sosial Menghancurkanmu, sebuah buku yang menjelaskan judulnya secara gamblang.
Dalam cakupan 123 halaman, penulis membeberkan fakta bahwa manusia hampir tidak bisa lagi lepas dari media sosial. Bahkan, media sosial secara khusus mampu menciptakan relasi antarmanusia hingga berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari di ruang digital.
Secara garis besar, buku ini mengupas carut marut hingga ketidakmampuan masyarakat dalam membedakan dunia riil dan dunia maya. Dari halaman ke halaman selanjutnya, penulis mengusut benang masalah dari zaman internet masih menjadi hal prestise, hingga menjadi bagian kebutuhan personal seperti sekarang ini.
Media sosial sudah jatuh pada bayang dunia riil, di mana oversharing, fear of missing out (FOMO), pergeseran makna teman, hingga menganggap eksistensi di media sosial sebagai harga mati. Siapa sangka jika hampir segala aspek ini telah tercampur aduk di antara nyata dan maya.
Penulis membangun narasi dengan menjelaskan konsep dan pengaruh postmodern yang penuh kerikil dan lubang. Sulit dilalui, tetapi ada saja jalan untuk menembusnya. Dengan segala kompleksitas manusia saat ini, teknologi makin mendorong aspek maya makin jaya.
Penulis juga menyampaikan opininya didukung dengan teori-teori dari kumpulan buku Jean Baudrillard, seorang filsuf kontemporer asal Prancis yang melekat dengan karya-karya postmodernisme. Keterlibatan kapitalisme digital, bagaimana pola konsumsi media, hingga hiperrealitas menggambarkan bagaimana media bisa menjadi bagian hidup masyarakat dan mempengaruhi perkembangan budaya.
“Perpanjangan tangan ini membuat umat manusia mengalami kebingungan, realitas tidak hanya lagi direproduksi tetapi juga disimulasikan. Sesuatu yang nyata tidak lagi menjadi realitas aslinya, yang ada hanya hiperrealitas,” bunyi kalimat dalam buku tersebut.
Dunia digital yang telah melebur menjadi satu dengan dunia nyata merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi. Manusia seperti diuji dalam hal daya pikir di tengah informasi yang datang silih berganti.
Manusia dipaksa menyeleksi dan memaknai rentetan informasi ini. Sebab, manusia merupakan produsen sekaligus konsumen di dunia maya saat ini. Penulis mencoba menyibak kenyataan masa kini di mana keterpisahan antara dunia digital dan dunia nyata yang dahulu amat asing kini mulai melebur.
Bahkan, apa saja yang terjadi di dunia digital merupakan suatu realitas sosial di hari ini. Poinnya, siapa pun yang tidak mampu beradaptasi dengan bercampurnya segala aspek saat ini akan menemui ‘kehancurannya' sendiri.
Baca juga: Review Buku 1970 Sebuah Novel: Kelindan Sepak Bola dalam Pusaran Politik Brasil
Kehancuran tidak serta merta hancur lebur. Tetapi ketidakmampuan berjalan dan ikut dalam derasnya arus digital saat ini. Fenomena media sosial memberikan pelajaran sekaligus pengalaman tentang beradaptasi kepada manusia.
Bagaimana manusia tetap harus sadar, tidak tenggelam, dan mampu membaca situasi agar tidak ‘dihancurkan’ oleh saktinya sang pisau bermata dua bernama media sosial.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.