Kenapa Trigger Warning Penting untuk Media Sosial?
28 September 2021 |
14:47 WIB
Dalam beberapa postingan media sosial atau blog, Genhype mungkin pernah melihat tulisan TW atau trigger warning. Biasanya, tulisan tersebut diletakkan di bagian paling awal postingan. Sebagai contoh, “TW // Death” dalam postingan yang menampilkan jenazah, atau “TW // Sexual Assault” dalam postingan yang membahas soal kekerasan seksual.
Menurut The Mix, organisasi support service Inggris yang berfokus pada kelompok muda, ada dua peringatan yang kerap digunakan untuk topik sensitif, yaitu content warning dan trigger warning.
“Content warning digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dapat mengejutkan atau membuat audiens merasa terganggu, semisal darah. Sementara trigger warning digunakan untuk mencegah terpicunya trauma seseorang yang dapat menyebabkan reaksi mental atau fisik, seperti kekerasan seksual,” tulisnya.
Penggunaan warning seperti itu penting untuk membuat sebuah platform aman bagi setiap orang. Dengan menggunakan warning, kita dapat memastikan sebuah konten tidak sampai ke orang-orang yang tidak ingin atau bahkan sanggup untuk melihatnya.
Mengingat pentingnya warning ini, beberapa platform dan media sosial bahkan memunculkannya by system. Di Instagram, misalnya, kita dapat melihat tulisan “This photo/video contains sensitive content which some people may find offensive or disturbing.”
Tak hanya itu, Instagram baru-baru ini bahkan menambah fitur yang memungkinkan pengguna terhindar dari konten-konten sensitif. Dengan fitur baru tersebut, seseorang bisa memastikan konten-konten sensitif tidak muncul di bagian Explore.
(Baca juga: Instagram Sediakan Pengaturan Konten Sensitif, Begini Caranya)
Sementara itu, di Twitter sudah lama fitur mute, yang dapat membuat orang-orang menghindari kata-kata tertentu. Misalkan, jika tidak ingin melihat konten seputar kekerasan seksual, pengguna twitter bisa melakukan mute untuk keyword “TW // sexual assault”.
Untuk itu, diharapkan juga para pengguna Twitter menggunakan format yang seragam dalam mencantumkan peringatan. Kesepakatan yang umum dalam menulis peringatan ini adalah: “TW” atau “CW”, spasi, dua garis miring atau slash “//”, spasi, dan topik yang sensitif.
Adapun beberapa topik yang dinilai sensitif atau dapat menyebabkan orang terganggu di antaranya: kematian, kekerasan seksual, eating disorder, pedofilia, kekerasan/pembunuhan, seks, self-harm, bunuh diri, serta rasisme dan diskriminasi lainnya.
Dengan menulis peringatan semacam itu, postingan kita mungkin memang akan jadi terlihat menyeramkan. Namun, menurut The Mix hal tersebut tidak ada salahnya dilakukan, dan justru dapat membantu orang-orang yang membutuhkannya.
“Efek minimalnya, itu menambah waktu posting kita selama 2 sampai 3 detik. Efek maksimalnya, itu dapat mencegah orang mengalami serangan panik atau lebih parah,” tulisnya.
Editor: Fajar Sidik
Menurut The Mix, organisasi support service Inggris yang berfokus pada kelompok muda, ada dua peringatan yang kerap digunakan untuk topik sensitif, yaitu content warning dan trigger warning.
“Content warning digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dapat mengejutkan atau membuat audiens merasa terganggu, semisal darah. Sementara trigger warning digunakan untuk mencegah terpicunya trauma seseorang yang dapat menyebabkan reaksi mental atau fisik, seperti kekerasan seksual,” tulisnya.
Penggunaan warning seperti itu penting untuk membuat sebuah platform aman bagi setiap orang. Dengan menggunakan warning, kita dapat memastikan sebuah konten tidak sampai ke orang-orang yang tidak ingin atau bahkan sanggup untuk melihatnya.
Mengingat pentingnya warning ini, beberapa platform dan media sosial bahkan memunculkannya by system. Di Instagram, misalnya, kita dapat melihat tulisan “This photo/video contains sensitive content which some people may find offensive or disturbing.”
Tak hanya itu, Instagram baru-baru ini bahkan menambah fitur yang memungkinkan pengguna terhindar dari konten-konten sensitif. Dengan fitur baru tersebut, seseorang bisa memastikan konten-konten sensitif tidak muncul di bagian Explore.
(Baca juga: Instagram Sediakan Pengaturan Konten Sensitif, Begini Caranya)
Sementara itu, di Twitter sudah lama fitur mute, yang dapat membuat orang-orang menghindari kata-kata tertentu. Misalkan, jika tidak ingin melihat konten seputar kekerasan seksual, pengguna twitter bisa melakukan mute untuk keyword “TW // sexual assault”.
Untuk itu, diharapkan juga para pengguna Twitter menggunakan format yang seragam dalam mencantumkan peringatan. Kesepakatan yang umum dalam menulis peringatan ini adalah: “TW” atau “CW”, spasi, dua garis miring atau slash “//”, spasi, dan topik yang sensitif.
Adapun beberapa topik yang dinilai sensitif atau dapat menyebabkan orang terganggu di antaranya: kematian, kekerasan seksual, eating disorder, pedofilia, kekerasan/pembunuhan, seks, self-harm, bunuh diri, serta rasisme dan diskriminasi lainnya.
Dengan menulis peringatan semacam itu, postingan kita mungkin memang akan jadi terlihat menyeramkan. Namun, menurut The Mix hal tersebut tidak ada salahnya dilakukan, dan justru dapat membantu orang-orang yang membutuhkannya.
“Efek minimalnya, itu menambah waktu posting kita selama 2 sampai 3 detik. Efek maksimalnya, itu dapat mencegah orang mengalami serangan panik atau lebih parah,” tulisnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.