Apa Itu Post Concert Depression? Kenali Penyebab, Gejala & Cara Penanganannya
19 November 2023 |
11:21 WIB
Sejumlah konser kini kian masif digelar di Indonesia baik tingkat daerah, nasional, hingga mancanegara. Beberapa konser yang dihelat mungkin saja telah lama dinantikan oleh penggemar, sehingga gelarannya begitu bermakna bagi mereka. Biasanya kondisi ini tercipta untuk konser-konser musisi internasional yang jarang bertandang ke Tanah Air.
Tak ayal, ketika konser berakhir, mereka bisa saja merasa sedih karena masih ingin melihat idolanya lebih lama. Kondisi mental semacam ini disebut depresi pasca konser atau post concert depression.
Baca juga: 7 Fakta Menarik Konser Coldplay di Jakarta, Salah Satunya Bernyanyi dengan Bahasa Isyarat
Melansir dari laman Medical News Today, depresi pasca konser adalah perasaan melankolis yang dialami seseorang setelah menghadiri koser yang sangat dinantikan. Perasaan ini mungkin hanya berlangsung sesaat, tetapi bisa saja menyebabkan depresi yang lebih serius.
Depresi pasca konser bukanlah diagnosis medis melainkan diagnosis anekdotal. Setelah konser, banyak orang merasa kecewa serta masih mendambakan emosi dan euforia menyenangkan yang mereka alami selama pertunjukan. Bahkan, orang-orang dengan kondisi seperti itu bisa saja merasa terputus dari dunia nyata.
Perasaan ini mungkin akan mereda seiring berjalannya waktu. Namun, jika gejala tersebut berlanjut lebih dari 2 minggu, dapat dikategorikan mengalami depresi klinis. Depresi adalah penyakit mental serius yang dapat menyebabkan perasaan sedih dan tidak tertarik pada hal-hal yang sebelumnya dianggap menarik bagi seseorang. Kondisi ini dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari seseorang dan menimbulkan masalah emosional dan fisik.
Perasaan merasa sedih dan masih mendambakan euforia konser yang diidam-idamkan pada dasarnya adalah hal yang wajar. Sebab, bagi beberapa orang, konser tersebut bisa jadi begitu berarti. Tak heran, jika setelah acara selesai, mereka akan merasa lesu dan tidak bisa menikmati kehidupan sehari-hari.
Selama aktivitas yang menyenangkan, orang-orang memproduksi hormon endorfin dan dopamin, bahan kimia di otak yang bisa membuat seseorang merasa nyaman. Ketika aktivitas yang menyenangkan berakhir, orang-orang akan mengalami penurunan hormon-hormon tersebut, yang dapat membuat mereka merasa sedih.
Berdasarkan studi dari Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of Amerika (PNAS) pada 2021 tentang musik dan memori, menunjukkan bahwa mendengarkan musik dapat mengaktifkan sistem mesolimbik dopaminergik. Bagian otak inilah yang berperan dalam merespons sebuah reward atau penghargaan bagi tubuh.
Di sisi lain, depresi pasca konser kemungkinan juga merupakan gangguan penyesuaian. Orang dengan gangguan penyesuaian umumnya mengalami gejala emosional dan perilaku sebagai respons terhadap peristiwa penting. Intensitas perasaan mereka mungkin tidak sebanding dengan pemicu stres yang sebenarnya, dan biasanya hilang di dalam diri mereka setelah 6 bulan dari acara tersebut.
Meski demikian, depresi pasca konser berbeda dengan depresi klinis karena perasaan sedih biasanya hilang dalam beberapa minggu. Melansir dari American Psychiatric Association (APA), seseorang harus mengalami gejala selama lebih dari 2 minggu, dan perubahan tingkat fungsinya untuk dapat didiagnosis depresi.
Sebuah penelitian berjuaul ARMY's Post-Concert Depression as A Clinical Phenomenon pada 2020 menyebutkan bahwa frekuensi dan perasaan negatif yang dialami seseorang juga dapat membedakan antara depresi pasca konser dari depresi klinis.
Hal ini menunjukkan bahwa orang dengan depresi klinis mungkin mengalami pikiran negatif dan kecemasan terus-menerus. Namun, orang dengan depresi pasca konser mungkin hanya mengalami perasaan tersebut sesekali setelah acara yang mereka hadiri. Peneliti mencatat bahwa orang-orang dengan depresi pasca konser masih memiliki kenangan positif tentang peristiwa tersebut, terlepas dari kesedihan yang mereka rasakan.
Secara umum, gejala depresi pasca konser tidak jauh berbeda dengan gejala depresi klinis. Menurut APA, berikut adalah beberapa gejala depresi pasca konser.
APA mencatat bahwa setiap orang dapat mengalami gejala-gejala ini secara berbeda, dan dapat berkisar dari gejala ringan hingga berat. Seseorang dengan depresi pasca konser mungkin merasa sedih segera setelah kejadian tersebut, namun perasaan ini dapat mereda dan hilang dalam beberapa hari dan minggu berikutnya.
Emosi negatif dari depresi pasca konser mungkin terasa membebani penderitanya. Namun, menurut Alliance on Mental Illness (NAMI), memahami perasaan negatif sebagai bagian umum dari respons tubuh terhadap stres, dapat membantu seseorang untuk menerimanya. Mengetahui bahwa orang-orang dapat mengalami kesedihan setelah konser dapat membantu mereka bersiap menghadapinya.
NAMI menambahkan ada beberapa terapi alternatif untuk mengatasi depresi tersebut seperti akupunktur dan meditasi. Selain itu, seseorang juga dapat melakukan aktivitas untuk meningkatkan kadar endorfin dan menghilangkan stres, seperti berolahraga.
Konser adalah pengalaman bersama. Setelah itu, beberapa orang mungkin kehilangan rasa memiliki yang mereka rasakan. Berhubungan dan berkomunikasi dengan penggemar lain, baik secara langsung atau online, dapat membantu menciptakan kembali perasaan ini dan membantu orang tersebut merasa lebih baik.
Membicarakan konser dan berbagi kenangan dapat membantu orang mengingat aspek positif dari acara tersebut. Hal ini mungkin juga mendorong mereka untuk merencanakan acara lain, sehingga kembali bersemangat menjalani hari.
Di samping itu, mengutip dari Healthline, ketika mengalami depresi pasca konser, ada baiknya mengonsumsi makanan tinggi triptofan dan karbohidrat. Kombinasi tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memproduksi serotonin. Beberapa makanan yang dimaksud diantaranya daging tanpa lemak seperti ayam, salmon, selai kacang, telur, dan kacang polong.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Tak ayal, ketika konser berakhir, mereka bisa saja merasa sedih karena masih ingin melihat idolanya lebih lama. Kondisi mental semacam ini disebut depresi pasca konser atau post concert depression.
Baca juga: 7 Fakta Menarik Konser Coldplay di Jakarta, Salah Satunya Bernyanyi dengan Bahasa Isyarat
Melansir dari laman Medical News Today, depresi pasca konser adalah perasaan melankolis yang dialami seseorang setelah menghadiri koser yang sangat dinantikan. Perasaan ini mungkin hanya berlangsung sesaat, tetapi bisa saja menyebabkan depresi yang lebih serius.
Depresi pasca konser bukanlah diagnosis medis melainkan diagnosis anekdotal. Setelah konser, banyak orang merasa kecewa serta masih mendambakan emosi dan euforia menyenangkan yang mereka alami selama pertunjukan. Bahkan, orang-orang dengan kondisi seperti itu bisa saja merasa terputus dari dunia nyata.
Perasaan ini mungkin akan mereda seiring berjalannya waktu. Namun, jika gejala tersebut berlanjut lebih dari 2 minggu, dapat dikategorikan mengalami depresi klinis. Depresi adalah penyakit mental serius yang dapat menyebabkan perasaan sedih dan tidak tertarik pada hal-hal yang sebelumnya dianggap menarik bagi seseorang. Kondisi ini dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari seseorang dan menimbulkan masalah emosional dan fisik.
Penyebab Depresi Pasca Konser
Perasaan merasa sedih dan masih mendambakan euforia konser yang diidam-idamkan pada dasarnya adalah hal yang wajar. Sebab, bagi beberapa orang, konser tersebut bisa jadi begitu berarti. Tak heran, jika setelah acara selesai, mereka akan merasa lesu dan tidak bisa menikmati kehidupan sehari-hari.Selama aktivitas yang menyenangkan, orang-orang memproduksi hormon endorfin dan dopamin, bahan kimia di otak yang bisa membuat seseorang merasa nyaman. Ketika aktivitas yang menyenangkan berakhir, orang-orang akan mengalami penurunan hormon-hormon tersebut, yang dapat membuat mereka merasa sedih.
Berdasarkan studi dari Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of Amerika (PNAS) pada 2021 tentang musik dan memori, menunjukkan bahwa mendengarkan musik dapat mengaktifkan sistem mesolimbik dopaminergik. Bagian otak inilah yang berperan dalam merespons sebuah reward atau penghargaan bagi tubuh.
Di sisi lain, depresi pasca konser kemungkinan juga merupakan gangguan penyesuaian. Orang dengan gangguan penyesuaian umumnya mengalami gejala emosional dan perilaku sebagai respons terhadap peristiwa penting. Intensitas perasaan mereka mungkin tidak sebanding dengan pemicu stres yang sebenarnya, dan biasanya hilang di dalam diri mereka setelah 6 bulan dari acara tersebut.
Meski demikian, depresi pasca konser berbeda dengan depresi klinis karena perasaan sedih biasanya hilang dalam beberapa minggu. Melansir dari American Psychiatric Association (APA), seseorang harus mengalami gejala selama lebih dari 2 minggu, dan perubahan tingkat fungsinya untuk dapat didiagnosis depresi.
Sebuah penelitian berjuaul ARMY's Post-Concert Depression as A Clinical Phenomenon pada 2020 menyebutkan bahwa frekuensi dan perasaan negatif yang dialami seseorang juga dapat membedakan antara depresi pasca konser dari depresi klinis.
Hal ini menunjukkan bahwa orang dengan depresi klinis mungkin mengalami pikiran negatif dan kecemasan terus-menerus. Namun, orang dengan depresi pasca konser mungkin hanya mengalami perasaan tersebut sesekali setelah acara yang mereka hadiri. Peneliti mencatat bahwa orang-orang dengan depresi pasca konser masih memiliki kenangan positif tentang peristiwa tersebut, terlepas dari kesedihan yang mereka rasakan.
Ilustrasi konser musik. (Sumber gambar: Teddy Yang/Pexels)
Gejala Depresi Pasca Konser
Secara umum, gejala depresi pasca konser tidak jauh berbeda dengan gejala depresi klinis. Menurut APA, berikut adalah beberapa gejala depresi pasca konser.
- Merasa sedih atau kosong
- Ketidaktertarikan untuk beraktivitas
- Kesulitan berkonsentrasi atau mengambil keputusan
- Merasa tidak berharga
- Merasa lelah atau kurang energi
- Mengalami kesulitan tidur
- Perubahan nafsu makan
APA mencatat bahwa setiap orang dapat mengalami gejala-gejala ini secara berbeda, dan dapat berkisar dari gejala ringan hingga berat. Seseorang dengan depresi pasca konser mungkin merasa sedih segera setelah kejadian tersebut, namun perasaan ini dapat mereda dan hilang dalam beberapa hari dan minggu berikutnya.
Cara Menangani Depresi Pasca Konser
Emosi negatif dari depresi pasca konser mungkin terasa membebani penderitanya. Namun, menurut Alliance on Mental Illness (NAMI), memahami perasaan negatif sebagai bagian umum dari respons tubuh terhadap stres, dapat membantu seseorang untuk menerimanya. Mengetahui bahwa orang-orang dapat mengalami kesedihan setelah konser dapat membantu mereka bersiap menghadapinya.NAMI menambahkan ada beberapa terapi alternatif untuk mengatasi depresi tersebut seperti akupunktur dan meditasi. Selain itu, seseorang juga dapat melakukan aktivitas untuk meningkatkan kadar endorfin dan menghilangkan stres, seperti berolahraga.
Konser adalah pengalaman bersama. Setelah itu, beberapa orang mungkin kehilangan rasa memiliki yang mereka rasakan. Berhubungan dan berkomunikasi dengan penggemar lain, baik secara langsung atau online, dapat membantu menciptakan kembali perasaan ini dan membantu orang tersebut merasa lebih baik.
Membicarakan konser dan berbagi kenangan dapat membantu orang mengingat aspek positif dari acara tersebut. Hal ini mungkin juga mendorong mereka untuk merencanakan acara lain, sehingga kembali bersemangat menjalani hari.
Di samping itu, mengutip dari Healthline, ketika mengalami depresi pasca konser, ada baiknya mengonsumsi makanan tinggi triptofan dan karbohidrat. Kombinasi tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memproduksi serotonin. Beberapa makanan yang dimaksud diantaranya daging tanpa lemak seperti ayam, salmon, selai kacang, telur, dan kacang polong.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.