Pertumbuhan Ekonomi Digital di Indonesia Enggak Main-main, Ini Buktinya
08 November 2023 |
14:00 WIB
Ekonomi digital di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Laporan e-Conomy SEA 2023 mencatatkan, selama beberapa tahun terakhir, ekonomi digital di Indonesia bertumbuh stabil, diperkirakan bakal mencapai gross merchandise value (GMV) US$82 miliar pada 2023, atau tumbuh 8 persen year-on-year (YoY).
Pertumbuhan positif tersebut diproyeksikan bakal membuat Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara dengan ekonomi digital, GMV sekitar US$110 miliar pada 2025. GMV sendiri ialah nilai total barang dan jasa yang terjual di situs atau website dalam waktu atau periode tertentu.
Baca juga: Potensi Kerugian Setelah Tutupnya Social Commerce, Peluang Besar bagi E-commerce
Geliat ekonomi digital di Indonesia ditopang oleh empat bidang industri usaha dan jasa yakni e-commerce, travel, transportasi dan pengiriman makanan, serta media online.
Laporan yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company itu menyebutkan bahwa penetrasi e-commerce di Indonesia diperkirakan akan bertumbuh, sehingga angka konsumsi di kalangan masyarakat juga akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi secara umum. GMV sektor ini diproyeksikan tumbuh 15 persen, dari US$62 miliar pada 2023 menjadi US$82 miliar pada 2025.
Pertumbuhan ekonomi digital yang signifikan juga terjadi pada bidang travel yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 68 persen pada tahun 2023, sehingga mencapai GMV US$6 miliar. Pencabutan pembatasan mobilitas pascapandemi menjadi faktor utamanya, sehingga mendorong peningkatan permintaan perjalanan domestik dan bisnis.
Di sisi lain, transportasi dan pengiriman makanan diproyeksikan mengalami penurunan GMV menjadi US$7 miliar pada akhir 2023. Namun, sektor ini diperkirakan akan kembali tumbuh dengan CAGR 13 persen hingga mencapai GMV US$9 miliar pada tahun 2025.
Laporan tersebut menyebutkan demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas, para pelaku usaha di bidang transportasi dan pengiriman makanan kini telah mengurangi promosi dan insentif, sehingga konsumen yang sensitif dengan harga memilih pindah ke alternatif layanan lain.
Untungnya, keberadaan pelanggan yang loyal dapat menggantikan sebagian pendapatan yang hilang ini, dan mereka pun terus menjadi segmen yang penting untuk dipertahankan.
Sementara itu, media online mengalami pertumbuhan sedang dengan GMV US$7 miliar dan CAGR 5 persen. Pada tahun 2030, GMV sektor ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi US$15 miliar.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan bisnis digital di Indonesia kini telah berkembang dari yang tadinya berfokus pada soal monetisasi, kini beralih untuk meningkatkan profitabilitas. Tidak lagi hanya akuisisi pengguna baru, kini juga mulai lebih mengoptimalkan engagement atau keterkaitan dengan pelanggan lama yang mulai memetik hasilnya.
"Ekonomi digital Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh sejalan dengan rata-rata regional, dan bahkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara," katanya dalam acara webinar Media Briefing e-Conomy SEA 2023, Selasa (7/11/2023).
Randy menambahkan di tengah ketidakpastian makroekonomi, masyarakat Indonesia justru menunjukkan ketahanan luar biasa dari tahun ke tahun. Penggunaan platform digital pun telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan mengecilnya kesenjangan partisipasi digital, terutama di luar area metropolitan, penduduk Indonesia yang menjadi pengguna aktif produk dan layanan digital akan bertambah banyak.
"Keadaan ini akan memicu pertumbuhan lebih lanjut dalam dekade digital ini, yang memungkinkan kita untuk mencapai GMV US$110 miliar yang diperkirakan tercapai pada tahun 2025,” katanya.
Layanan Keuangan Digital
Ekonomi digital di Tanah Air juga ditopang oleh geliat layanan keuangan digital yang kian inklusif di masyarakat. Indonesia diperkirakan menjadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan proyeksi Gross Transaction Value (GTV) mencapai US$760 miliar pada 2030.
Laporan tersebut mengungkap bahwa nilai transaksi pembayaran digital di Indonesia telah mengalami pertumbuhan stabil sebesar 10 persen, dan diproyeksikan mencapai US$313 miliar per 2023. Selain itu, pinjaman digital juga diprediksi akan terus tumbuh dengan nilai sebesar US$15 miliar pada 2025, lebih dari dua kali lipat proyeksi nilai tahun 2023 sebesar US$6 miliar.
Pertumbuhan ini disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan di antara pemain layanan keuangan digital (Digital Financial Service, DFS). Selain itu, bisnis pure-play fintech telah memperluas layanan pinjaman mereka ke segmen yang selama ini lebih mengandalkan jasa keuangan non-bank. Terlebih, dengan sigap, bank tradisional pun mulai mengalihkan basis pelanggan utama mereka ke layanan digital.
Aadarsh Baijal, Partner and Head of Vector in Southeast Asia, Bain & Company, mengatakan pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa ekonomi digital di Asia Tenggara memang tangguh. Para pemain kuncinya di bidang tersebut, katanya, telah melangkah menuju unit economics yang lebih sehat dan model bisnis yang berkelanjutan. Dia menilai ekonomi digital Indonesia tetap akan menjadi yang terbesar dan paling beragam di Asia Tenggara.
"Selain pasar pembayaran digital yang terus berkembang, kami percaya bahwa perilaku offline-to-online yang ada akan semakin menggenjot sektor layanan keuangan digital dan mendorong pertumbuhan yang signifikan di sektor pinjaman dan kekayaan,” ucapnya.
Baca juga: Tren Live Commerce & Masa Depan Perilaku Belanja Masyarakat Indonesia
'Editor: Dika Irawan
Pertumbuhan positif tersebut diproyeksikan bakal membuat Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara dengan ekonomi digital, GMV sekitar US$110 miliar pada 2025. GMV sendiri ialah nilai total barang dan jasa yang terjual di situs atau website dalam waktu atau periode tertentu.
Baca juga: Potensi Kerugian Setelah Tutupnya Social Commerce, Peluang Besar bagi E-commerce
Geliat ekonomi digital di Indonesia ditopang oleh empat bidang industri usaha dan jasa yakni e-commerce, travel, transportasi dan pengiriman makanan, serta media online.
Laporan yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company itu menyebutkan bahwa penetrasi e-commerce di Indonesia diperkirakan akan bertumbuh, sehingga angka konsumsi di kalangan masyarakat juga akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi secara umum. GMV sektor ini diproyeksikan tumbuh 15 persen, dari US$62 miliar pada 2023 menjadi US$82 miliar pada 2025.
Pertumbuhan ekonomi digital yang signifikan juga terjadi pada bidang travel yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 68 persen pada tahun 2023, sehingga mencapai GMV US$6 miliar. Pencabutan pembatasan mobilitas pascapandemi menjadi faktor utamanya, sehingga mendorong peningkatan permintaan perjalanan domestik dan bisnis.
Di sisi lain, transportasi dan pengiriman makanan diproyeksikan mengalami penurunan GMV menjadi US$7 miliar pada akhir 2023. Namun, sektor ini diperkirakan akan kembali tumbuh dengan CAGR 13 persen hingga mencapai GMV US$9 miliar pada tahun 2025.
Laporan tersebut menyebutkan demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas, para pelaku usaha di bidang transportasi dan pengiriman makanan kini telah mengurangi promosi dan insentif, sehingga konsumen yang sensitif dengan harga memilih pindah ke alternatif layanan lain.
Untungnya, keberadaan pelanggan yang loyal dapat menggantikan sebagian pendapatan yang hilang ini, dan mereka pun terus menjadi segmen yang penting untuk dipertahankan.
Sementara itu, media online mengalami pertumbuhan sedang dengan GMV US$7 miliar dan CAGR 5 persen. Pada tahun 2030, GMV sektor ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi US$15 miliar.
Ecommerce jadi salah satu sektor penopang ekonomi digital di Indonesia. (Sumber gambar: Freepik)
"Ekonomi digital Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh sejalan dengan rata-rata regional, dan bahkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara," katanya dalam acara webinar Media Briefing e-Conomy SEA 2023, Selasa (7/11/2023).
Randy menambahkan di tengah ketidakpastian makroekonomi, masyarakat Indonesia justru menunjukkan ketahanan luar biasa dari tahun ke tahun. Penggunaan platform digital pun telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan mengecilnya kesenjangan partisipasi digital, terutama di luar area metropolitan, penduduk Indonesia yang menjadi pengguna aktif produk dan layanan digital akan bertambah banyak.
"Keadaan ini akan memicu pertumbuhan lebih lanjut dalam dekade digital ini, yang memungkinkan kita untuk mencapai GMV US$110 miliar yang diperkirakan tercapai pada tahun 2025,” katanya.
Layanan Keuangan Digital
Ekonomi digital di Tanah Air juga ditopang oleh geliat layanan keuangan digital yang kian inklusif di masyarakat. Indonesia diperkirakan menjadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan proyeksi Gross Transaction Value (GTV) mencapai US$760 miliar pada 2030.
Laporan tersebut mengungkap bahwa nilai transaksi pembayaran digital di Indonesia telah mengalami pertumbuhan stabil sebesar 10 persen, dan diproyeksikan mencapai US$313 miliar per 2023. Selain itu, pinjaman digital juga diprediksi akan terus tumbuh dengan nilai sebesar US$15 miliar pada 2025, lebih dari dua kali lipat proyeksi nilai tahun 2023 sebesar US$6 miliar.
Pertumbuhan ini disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan di antara pemain layanan keuangan digital (Digital Financial Service, DFS). Selain itu, bisnis pure-play fintech telah memperluas layanan pinjaman mereka ke segmen yang selama ini lebih mengandalkan jasa keuangan non-bank. Terlebih, dengan sigap, bank tradisional pun mulai mengalihkan basis pelanggan utama mereka ke layanan digital.
Aadarsh Baijal, Partner and Head of Vector in Southeast Asia, Bain & Company, mengatakan pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa ekonomi digital di Asia Tenggara memang tangguh. Para pemain kuncinya di bidang tersebut, katanya, telah melangkah menuju unit economics yang lebih sehat dan model bisnis yang berkelanjutan. Dia menilai ekonomi digital Indonesia tetap akan menjadi yang terbesar dan paling beragam di Asia Tenggara.
"Selain pasar pembayaran digital yang terus berkembang, kami percaya bahwa perilaku offline-to-online yang ada akan semakin menggenjot sektor layanan keuangan digital dan mendorong pertumbuhan yang signifikan di sektor pinjaman dan kekayaan,” ucapnya.
Baca juga: Tren Live Commerce & Masa Depan Perilaku Belanja Masyarakat Indonesia
'Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.