Cek Beberapa Penyebab Klaim Asuransi Kesehatan Bisa Gagal Klaim
07 November 2023 |
11:36 WIB
Besarnya biaya penanganan kesehatan kerap mencekik kantong bagi beberapa pasien dan keluarga. Pasalnya, penyakit yang sudah pada tahap lanjut mungkin membutuhan penanganan rawat inap hingga tes atau pemeriksaan khusus laboratorium dengan biaya yang mahal.
Untuk mengantisipasinya, salah satu langkah yang kerap diambil pasien dalam menangani persoalan biaya ini adalah dengan mengikuti asuransi kesehatan baik melalui badan penyelenggara jaminan sosial dari pemerintah atau swasta.
Baca juga: Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Membeli Asuransi Kesehatan
Sebagian besar penyakit yang diakibatkan dari buruknya gaya hidup berujung pada jenis-jenis penyakit degeneratif. Beberapa contoh penyakit dengeratif antara lain hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung, stroke dan lainnya.
Bagi pasien dengan jaminan BPJS, penyakit demikian sudah masuk dalam tanggungan BPJS. Namun untuk jenis penyakit spesifik lainnya, tak jarang individu memilih jenis asuransi kesehatan dari pihak swasta yang juga disesuaikan dengan kebutuhan.
Beberapa pihak asuransi pun mengambil konsentrasi besar melihat pada biaya penanganan penyakit degeneratif yang mahal. Pengamat Asuransi dari Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahju Rohmanti mengatakan, saat ini tidak banyak asuransi yang memiliki produk askes yang menangani penyakit kritis. Wahju berpendapat, biasanya premi untuk penyakit-penyakit kritis yang diakibatkan dari gaya hidup memiliki biaya yang cukup mahal dan didesain sebagai paket askes untuk satu keluarga.
Apalagi, saat ini Wahju melihat dugaan tren gaya hidup generasi muda di tengah menjamurnya makanan instan dan kenaikan level stres yang signifikan pada era disrupsi ekonomi. “Saya melihat ada tren kejangkitan kanker, diabetes, gagal ginjal, dan penyakit kritis pada usia di bawah 40 tahun. Namun karena masih usia muda tingkat survival mereka sampai sembuh juga tinggi, didukung pula oleh jaminan BPJS Kesehatan,” ujar Wahju.
Melihat pada Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi jenis penyakit seperti kanker, stroke, dan jantung telah menyasar kelompok usia produktif dari usia 25-44 tahun. Prevalensinya telah mencapai 1,4% pada usia 25-34 tahun dan 3,7% pada usia 35-44 tahun per 1.000 penduduk Indonesia.
Dengan peningkatan angka penyakit degeneratif ini, klaim asuransi untuk penyakit berisiko tinggi pun makin tinggi. Wahju menyebut, biasanya klaim asuransi untuk jenis penyakit ini tak menemui masalah berarti. Sebab, biasanya produk ini di-bundling dengan produk perbankan, bekerja sama dengan rumah sakit dengan klasifikasi tertentu baik rumah sakit dalam negeri atau luar negeri. Selain itu proses underwriting-nya dilakukan melalui prosedur medical check up.
Senior Executive Vice President PT Asuransi Cakrawala Proteksi Azuarini Diah mengatakan, jumlah penyakit kritis yang bisa ditanggung tiap perusahaan asuransi bisa berbeda-beda mulai dari 66 jenis hingga 117 jenis penyakit. Saat ini, jenis penyakit yang paling banyak menerima klaim asuransi berkaitan dengan pasien gangguan pada jantung.
“Ada juga perusahaan masih bisa menerima kondisi penyakit tersebut dengan syarat tertentu misalnya menerima apabila penyakit yang sudah diderita oleh calon tertanggung dianggap penyakit ringan yang tidak memberikan dampak lanjutan di masa depan,” jelas AZuarini.
Beberapa pertimbangan lainnya misalnya menerima dengan pengecualian (exception), berarti perlindungan asuransi tetap diberikan pada tertanggung akan tetapi untuk penyakit yang sudah diderita sebelum mendapatkan asuransi atau tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Sementara, menerima dan menanggung dengan syarat tertentu (substandard) yaitu menetapkan premi yang lebih mahal daripada kondisi tanpa penyakit sebelumnya. Bisa saja perusahaan asuransi juga menolak permohonan asuransi karena penyakit yang sudah ada tersebut sulit untuk ditanggung risikonya. Biasanya yang ditolak adalah seseorang dengan penyakit kronis seperti kanker, kelainan jantung, dan lain sebagainya.
Azuarini menambahkan, ada beberapa kondisi yang bisa saya menyebabkan klaim asuransi kesehatan gagal. Pertama, Pre-existing Condition yaitu diagnosa penyakit sudah terjadi sebelum penerbitan polis. Contohnya memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sebelum memiliki asuransi kesehatan.
Kedua, Non-Disclosure yaitu kondisi penyakit tidak diungkapkan pada saat pengajuan asuransi. Contoh: merahasiakan riwayat kesehatan pada saat survei risiko pengajuan asuransi, hal ini tidak sesuai dengan prinsip itikad baik (utmost good faith) dalam asuransi.
Ketiga, Not-Meet Criteria yaitu kondisi atau keadaan atau penyakit yang tidak sesuai dengan definisi yang ditentukan dalam polis. Contohnya adalah hasil diagnosis dokter tidak masuk dalam penyakit yang ditanggung polis. Keempat, Policy Exclusion yaitu keadaan atau kondisi penyakit yang dikecualikan dalam polis. Contohnya cedera akibat percobaan bunuh diri.
Baca juga: Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Asuransi Jiwa yang Tepat
Terakhir, Exclusion Specific Illness atau diagnosa penyakit termasuk dalam kategori penyakit khusus yang dikecualikan untuk waktu tertentu atau selamanya sesuai dengan ketentuan dalam polis. Contohnya terjadi saat awal pandemi Covid-19, di mana jenis penyakit ini dikecualikan dalam waktu tertentu.
Editor: Fajar Sidik
Untuk mengantisipasinya, salah satu langkah yang kerap diambil pasien dalam menangani persoalan biaya ini adalah dengan mengikuti asuransi kesehatan baik melalui badan penyelenggara jaminan sosial dari pemerintah atau swasta.
Baca juga: Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Membeli Asuransi Kesehatan
Sebagian besar penyakit yang diakibatkan dari buruknya gaya hidup berujung pada jenis-jenis penyakit degeneratif. Beberapa contoh penyakit dengeratif antara lain hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung, stroke dan lainnya.
Bagi pasien dengan jaminan BPJS, penyakit demikian sudah masuk dalam tanggungan BPJS. Namun untuk jenis penyakit spesifik lainnya, tak jarang individu memilih jenis asuransi kesehatan dari pihak swasta yang juga disesuaikan dengan kebutuhan.
Beberapa pihak asuransi pun mengambil konsentrasi besar melihat pada biaya penanganan penyakit degeneratif yang mahal. Pengamat Asuransi dari Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahju Rohmanti mengatakan, saat ini tidak banyak asuransi yang memiliki produk askes yang menangani penyakit kritis. Wahju berpendapat, biasanya premi untuk penyakit-penyakit kritis yang diakibatkan dari gaya hidup memiliki biaya yang cukup mahal dan didesain sebagai paket askes untuk satu keluarga.
Apalagi, saat ini Wahju melihat dugaan tren gaya hidup generasi muda di tengah menjamurnya makanan instan dan kenaikan level stres yang signifikan pada era disrupsi ekonomi. “Saya melihat ada tren kejangkitan kanker, diabetes, gagal ginjal, dan penyakit kritis pada usia di bawah 40 tahun. Namun karena masih usia muda tingkat survival mereka sampai sembuh juga tinggi, didukung pula oleh jaminan BPJS Kesehatan,” ujar Wahju.
Melihat pada Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi jenis penyakit seperti kanker, stroke, dan jantung telah menyasar kelompok usia produktif dari usia 25-44 tahun. Prevalensinya telah mencapai 1,4% pada usia 25-34 tahun dan 3,7% pada usia 35-44 tahun per 1.000 penduduk Indonesia.
Dengan peningkatan angka penyakit degeneratif ini, klaim asuransi untuk penyakit berisiko tinggi pun makin tinggi. Wahju menyebut, biasanya klaim asuransi untuk jenis penyakit ini tak menemui masalah berarti. Sebab, biasanya produk ini di-bundling dengan produk perbankan, bekerja sama dengan rumah sakit dengan klasifikasi tertentu baik rumah sakit dalam negeri atau luar negeri. Selain itu proses underwriting-nya dilakukan melalui prosedur medical check up.
Senior Executive Vice President PT Asuransi Cakrawala Proteksi Azuarini Diah mengatakan, jumlah penyakit kritis yang bisa ditanggung tiap perusahaan asuransi bisa berbeda-beda mulai dari 66 jenis hingga 117 jenis penyakit. Saat ini, jenis penyakit yang paling banyak menerima klaim asuransi berkaitan dengan pasien gangguan pada jantung.
“Ada juga perusahaan masih bisa menerima kondisi penyakit tersebut dengan syarat tertentu misalnya menerima apabila penyakit yang sudah diderita oleh calon tertanggung dianggap penyakit ringan yang tidak memberikan dampak lanjutan di masa depan,” jelas AZuarini.
Beberapa pertimbangan lainnya misalnya menerima dengan pengecualian (exception), berarti perlindungan asuransi tetap diberikan pada tertanggung akan tetapi untuk penyakit yang sudah diderita sebelum mendapatkan asuransi atau tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Sementara, menerima dan menanggung dengan syarat tertentu (substandard) yaitu menetapkan premi yang lebih mahal daripada kondisi tanpa penyakit sebelumnya. Bisa saja perusahaan asuransi juga menolak permohonan asuransi karena penyakit yang sudah ada tersebut sulit untuk ditanggung risikonya. Biasanya yang ditolak adalah seseorang dengan penyakit kronis seperti kanker, kelainan jantung, dan lain sebagainya.
Azuarini menambahkan, ada beberapa kondisi yang bisa saya menyebabkan klaim asuransi kesehatan gagal. Pertama, Pre-existing Condition yaitu diagnosa penyakit sudah terjadi sebelum penerbitan polis. Contohnya memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sebelum memiliki asuransi kesehatan.
Kedua, Non-Disclosure yaitu kondisi penyakit tidak diungkapkan pada saat pengajuan asuransi. Contoh: merahasiakan riwayat kesehatan pada saat survei risiko pengajuan asuransi, hal ini tidak sesuai dengan prinsip itikad baik (utmost good faith) dalam asuransi.
Ketiga, Not-Meet Criteria yaitu kondisi atau keadaan atau penyakit yang tidak sesuai dengan definisi yang ditentukan dalam polis. Contohnya adalah hasil diagnosis dokter tidak masuk dalam penyakit yang ditanggung polis. Keempat, Policy Exclusion yaitu keadaan atau kondisi penyakit yang dikecualikan dalam polis. Contohnya cedera akibat percobaan bunuh diri.
Baca juga: Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Asuransi Jiwa yang Tepat
Terakhir, Exclusion Specific Illness atau diagnosa penyakit termasuk dalam kategori penyakit khusus yang dikecualikan untuk waktu tertentu atau selamanya sesuai dengan ketentuan dalam polis. Contohnya terjadi saat awal pandemi Covid-19, di mana jenis penyakit ini dikecualikan dalam waktu tertentu.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.