Bisa Hasilkan Panen Lebih Optimal, Simak Pola Penerapan Teknologi Smart Farming di Indonesia
26 October 2023 |
09:00 WIB
1
Like
Like
Like
Geliat perubahan teknologi dan penyempitan lahan dalam beberapa dekade telah mengubah pola dan cara kerja masyarakat. Termasuk dalam konsep pola kerja pertanian pintar (smart farming) dan teknik pemasarannya hingga sampai di tangan konsumen.
Berangkat dari problematika global inilah akhirnya penerapan smart farming di sektor pertanian semakin berkembang pesat di Indonesia. Kendati masih dalam tahap awal pengadopsian, konsep tersebut juga sudah mulai terintegrasi dengan bentuk pemasaran yang efisien.
Ya, penerapan teknologi smart farming memang digadang dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas. Terlebih jika metode pemasarannya dilakukan dengan tepat, sehingga dapat meminimalisir permasalahan pasokan sayur di pasar.
Baca juga: Mengenal Smart Farming, Konsep Bertani Efisien dengan Teknologi Canggih
Adapun, tujuan utama dari smart farming adalah meningkatkan efisiensi produksi pertanian, mengurangi biaya operasional, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dan meningkatkan kualitas hasil panen. Salah satunya dengan menggunakan sensor dan perangkat Internet of Things (IoT) untuk mengukur kondisi tanah, suhu, kelembaban udara, dan lainnya.
Chief Executive Officer EdenFarm, David Setyadi Gunawan mengatakan, konsep smart farming saat ini memang mulai banyak diterapkan di Tanah Air. Hal itu salah satunya karena disebabkan adanya perubahan iklim yang berimbas pada proses pertanian yang masih mengikuti siklus musiman.
Selain itu, proses pemasaran produk pertanian Indonesia juga masih menghadapi beberapa lapis perantara atau middleman, termasuk tengkulak sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen. Para perantara inilah yang menyebabkan terciptanya volatilitas harga dan inkonsistensi rantai pasokan pangan nasional.
"Dengan menggunakan teknologi smart farming para petani bisa meraih pendapatan lebih dari 180 persen yang mereka hasilkan sebelumnya saat bertani dengan cara konvensional," katanya belum lama ini pada Hypeabis.id.
Sementara, PR dan Media Manager Sayurbox, Kristo Hananto mengatakan, perbedaan dasar antara traditional farming (pertanian konvensional) dan smart farming (pertanian cerdas atau berbasis teknologi) adalah terletak pada pendekatan dan efisiensi kerja yang dilakukan petani.
Dia mencontohkan misalnya, dalam pertanian konsep pertanian tradisional para petani lebih mengandalkan pengalaman yang diturunkan secara turun-temurun. Sedangkan, smart farming menggabungkan data dari berbagai sumber, seperti sensor, drone, dan perangkat IoT, untuk mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang lebih konkrit.
"Sejauh ini kami juga mengkombinasikan elemen-elemen dari kedua pendekatan tersebut di sektor pertanian. Dengan artian, kami mencoba menghubungkan petani lokal dengan konsumen, sehingga memungkinkan petani untuk menjual produk mereka secara online," katanya.
Lebih lanjut, dia mengungkap salah satu cara untuk mengelola pasokan produk pertanian adalah dengan menjalin kemitraan bersama petani-petani binaan. Selain itu, mereka juga melakukan perencanaan pertanian yang lebih terstruktur dengan para petani agar suplai pasokan tetap tersedia.
"Dalam hal ini kami juga menggunakan data dan analisis smart farming untuk menentukan jenis tanaman yang akan ditanam, kapan tanam, dan berapa banyak yang harus ditanam oleh petani," katanya.
Kristo mengungkap, lewat kolaborasi tersebut, para petani akhirnya dapat mengelola ketersediaan produk pertanian secara lebih konsisten. Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk merespons permintaan konsumen yang tersebar di berbagai daerah.
"Jika dilihat, pasar e-grocery terus berkembang di Indonesia. Pengelolaan rantai pasokan yang baik adalah salah satu kuncinya dalam memastikan ketersediaan produk yang konsisten dan pengiriman yang tepat waktu kepada konsumen," jelasnya.
Baca juga: Banyak Manfaat Tapi Belum Banyak Digarap, Pakar IPB Ungkap Tantangan Smart Farming
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Berangkat dari problematika global inilah akhirnya penerapan smart farming di sektor pertanian semakin berkembang pesat di Indonesia. Kendati masih dalam tahap awal pengadopsian, konsep tersebut juga sudah mulai terintegrasi dengan bentuk pemasaran yang efisien.
Ya, penerapan teknologi smart farming memang digadang dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas. Terlebih jika metode pemasarannya dilakukan dengan tepat, sehingga dapat meminimalisir permasalahan pasokan sayur di pasar.
Baca juga: Mengenal Smart Farming, Konsep Bertani Efisien dengan Teknologi Canggih
Adapun, tujuan utama dari smart farming adalah meningkatkan efisiensi produksi pertanian, mengurangi biaya operasional, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dan meningkatkan kualitas hasil panen. Salah satunya dengan menggunakan sensor dan perangkat Internet of Things (IoT) untuk mengukur kondisi tanah, suhu, kelembaban udara, dan lainnya.
Chief Executive Officer EdenFarm, David Setyadi Gunawan mengatakan, konsep smart farming saat ini memang mulai banyak diterapkan di Tanah Air. Hal itu salah satunya karena disebabkan adanya perubahan iklim yang berimbas pada proses pertanian yang masih mengikuti siklus musiman.
Selain itu, proses pemasaran produk pertanian Indonesia juga masih menghadapi beberapa lapis perantara atau middleman, termasuk tengkulak sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen. Para perantara inilah yang menyebabkan terciptanya volatilitas harga dan inkonsistensi rantai pasokan pangan nasional.
"Dengan menggunakan teknologi smart farming para petani bisa meraih pendapatan lebih dari 180 persen yang mereka hasilkan sebelumnya saat bertani dengan cara konvensional," katanya belum lama ini pada Hypeabis.id.
Kelompok Wanita Tani Seroja memanen cabai di Desa Lubuk Cuik Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, Rabu (18/10/2023). (sumber gambar JIBI/Eusebio Chrysnamurti )
Dia mencontohkan misalnya, dalam pertanian konsep pertanian tradisional para petani lebih mengandalkan pengalaman yang diturunkan secara turun-temurun. Sedangkan, smart farming menggabungkan data dari berbagai sumber, seperti sensor, drone, dan perangkat IoT, untuk mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang lebih konkrit.
"Sejauh ini kami juga mengkombinasikan elemen-elemen dari kedua pendekatan tersebut di sektor pertanian. Dengan artian, kami mencoba menghubungkan petani lokal dengan konsumen, sehingga memungkinkan petani untuk menjual produk mereka secara online," katanya.
Lebih lanjut, dia mengungkap salah satu cara untuk mengelola pasokan produk pertanian adalah dengan menjalin kemitraan bersama petani-petani binaan. Selain itu, mereka juga melakukan perencanaan pertanian yang lebih terstruktur dengan para petani agar suplai pasokan tetap tersedia.
"Dalam hal ini kami juga menggunakan data dan analisis smart farming untuk menentukan jenis tanaman yang akan ditanam, kapan tanam, dan berapa banyak yang harus ditanam oleh petani," katanya.
Kristo mengungkap, lewat kolaborasi tersebut, para petani akhirnya dapat mengelola ketersediaan produk pertanian secara lebih konsisten. Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk merespons permintaan konsumen yang tersebar di berbagai daerah.
"Jika dilihat, pasar e-grocery terus berkembang di Indonesia. Pengelolaan rantai pasokan yang baik adalah salah satu kuncinya dalam memastikan ketersediaan produk yang konsisten dan pengiriman yang tepat waktu kepada konsumen," jelasnya.
Baca juga: Banyak Manfaat Tapi Belum Banyak Digarap, Pakar IPB Ungkap Tantangan Smart Farming
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.