Simak Pedoman Utama Dalam Parenting Agar Siap Menjadi Orang Tua
15 October 2023 |
13:36 WIB
Banyak yang bilang, menjadi orang tua merupakan pekerjaan seumur hidup. Sayangnya, tak ada pedoman khusus yang bisa menjelaskan bagaimana langkah mulus menekuni pekerjaan seumur hidup ini sehingga para orang tua harus belajar sambil melakoni parenting yang tepat bagi anak-anaknya.
Dengan sumber informasi parenting yang beragam, media sosial menjadi salah satu ladang mencari ilmu parenting di tengah era digital saat ini. Media sosial juga memberikan tawaran informasi yang bisa diakses dengan mudah. Meski praktis, kemudahan ini justru membuat orang tua harus memilah kebenaran informasi dengan baik.
Baca juga: Tren Organic Parenting, Gaya Pengasuhan Ramah Lingkungan yang Populer di Skandinavia
CEO Parentalk.id Nucha Bachri mengatakan kehadiran media sosial harus dibarengi dengan literasi orang tua untuk menentukan informasi yang akurat, terutamanya dalam hal parenting. Jika orang tua mendapat sumber informasi yang tepat mengenai pola asuh anak, maka media sosial justru bisa mendorong para orang tua saling bertukar pengalaman nyata hingga berbagi saran dan masukan tentang jerih payah menjadi orang tua.
Menurutnya, literasi hanyalah sebagian indikator kecil dari apa yang dikatakan sebagai siap menjadi orang tua. Sebab, kesiapan orang tua bukan hanya dapat dimulai sebelum menjadi orang tua, tetapi terus beriringan dengan proses setelah pasangan memiliki anak, bahkan hingga tua nanti.
Berbicara tentang siap, Nucha mengaku tidak ada tolok ukur yang tepat untuk menjadi orang tua yang siap sedia. Sebab, menjadi orang tua artinya mendampingi anak pada setiap kisi-kisi hidupnya. Untuk itu, diperlukan adaptasi dalam memperhatikan anak dari bayi hingga dewasa.
“Ketika anak sudah lahir misalnya, pasti proses yang dihadapi dan dirasakan akan berbeda, karena orang tua butuh menyesuaikan dengan karakter anak seiring dia bertumbuh yang bisa jadi tidak sesuai dengan bayangan kita,” kata Nucha.
Namun, Nucha menyarankan baik kepada calon orang tua atau yang sudah menjadi orang tua untuk melihat indikatornya dari kulit terluar. Misalnya, kesiapan secara finansial yang jelas bisa diukur, atau status pekerjaan dan penghasilan yang sudah stabil, hingga cara manusia mengelola emosi dan menyelesaikan masalah.
“Awareness juga bisa dilihat, apakah bisa mengontrol emosi, perbuatan, atau perilaku cenderung destruktif. Ini jadi tolok ukur juga yang nantinya akan berpengaruh pada kesiapan menghadapi anak,” jelas Nucha. Semetara untuk sisanya, Nucha berpendapat biarkan semuanya mengalir bersama dengan proses.
Communication Practitioner & Certified Professional Coach Dea Rizkita menjelaskan bahwa banyak calon orang tua yang masih ragu dengan keputusan memulai keluarga karena merasa ‘belum selesai’ dengan dirinya. Misalnya, ketakutan berlebihan akan ketidaksiapan mengurus anak karena memiliki segudang masalah bertumpuk yang belum selesai.
Dea berpendapat, sebetulnya menjadi orang tua merupakan proses yang bisa dilalui sembari menyelesaikan masalah pribadi ini. Tentu bukan hal yang mudah. Dibutuhkan kesadaran dan rasa penghargaan terhadap diri sendiri yang cukup ekstra untuk bisa menyelesaikan perkara dengan diri sendiri sembari menjadi orang tua.
Menurutnya, setiap manusia tidak akan pernah selesai dengan perkaranya masing-masing. Maka selesai atau tidak selesai dengan permasalahan bukanlah menjadi tolok ukur untuk berani memulai keluarga atau membuat keluarga yang lebih baik.
Baca juga: Lebih Fleksibel & Permisif, Apa Dampak dari Pola Asuh Jellyfish Parenting?
“Tapi ini adalah sebuah perjalanan. Kita mempunyai status baru, menjalani hidup baru, mengambil keputusan-keputusan baru, dan semua perjalanan ini akan kita pertanyaan setiap saat. Dan itu bukan masalah. Sebab tidak semua pekerjaan rumah harus kita selesaikan dan kumpulkan saat ini juga,” jelas Dea.
Editor: Fajar Sidik
Dengan sumber informasi parenting yang beragam, media sosial menjadi salah satu ladang mencari ilmu parenting di tengah era digital saat ini. Media sosial juga memberikan tawaran informasi yang bisa diakses dengan mudah. Meski praktis, kemudahan ini justru membuat orang tua harus memilah kebenaran informasi dengan baik.
Baca juga: Tren Organic Parenting, Gaya Pengasuhan Ramah Lingkungan yang Populer di Skandinavia
CEO Parentalk.id Nucha Bachri mengatakan kehadiran media sosial harus dibarengi dengan literasi orang tua untuk menentukan informasi yang akurat, terutamanya dalam hal parenting. Jika orang tua mendapat sumber informasi yang tepat mengenai pola asuh anak, maka media sosial justru bisa mendorong para orang tua saling bertukar pengalaman nyata hingga berbagi saran dan masukan tentang jerih payah menjadi orang tua.
Menurutnya, literasi hanyalah sebagian indikator kecil dari apa yang dikatakan sebagai siap menjadi orang tua. Sebab, kesiapan orang tua bukan hanya dapat dimulai sebelum menjadi orang tua, tetapi terus beriringan dengan proses setelah pasangan memiliki anak, bahkan hingga tua nanti.
Berbicara tentang siap, Nucha mengaku tidak ada tolok ukur yang tepat untuk menjadi orang tua yang siap sedia. Sebab, menjadi orang tua artinya mendampingi anak pada setiap kisi-kisi hidupnya. Untuk itu, diperlukan adaptasi dalam memperhatikan anak dari bayi hingga dewasa.
“Ketika anak sudah lahir misalnya, pasti proses yang dihadapi dan dirasakan akan berbeda, karena orang tua butuh menyesuaikan dengan karakter anak seiring dia bertumbuh yang bisa jadi tidak sesuai dengan bayangan kita,” kata Nucha.
Namun, Nucha menyarankan baik kepada calon orang tua atau yang sudah menjadi orang tua untuk melihat indikatornya dari kulit terluar. Misalnya, kesiapan secara finansial yang jelas bisa diukur, atau status pekerjaan dan penghasilan yang sudah stabil, hingga cara manusia mengelola emosi dan menyelesaikan masalah.
“Awareness juga bisa dilihat, apakah bisa mengontrol emosi, perbuatan, atau perilaku cenderung destruktif. Ini jadi tolok ukur juga yang nantinya akan berpengaruh pada kesiapan menghadapi anak,” jelas Nucha. Semetara untuk sisanya, Nucha berpendapat biarkan semuanya mengalir bersama dengan proses.
Communication Practitioner & Certified Professional Coach Dea Rizkita menjelaskan bahwa banyak calon orang tua yang masih ragu dengan keputusan memulai keluarga karena merasa ‘belum selesai’ dengan dirinya. Misalnya, ketakutan berlebihan akan ketidaksiapan mengurus anak karena memiliki segudang masalah bertumpuk yang belum selesai.
Dea berpendapat, sebetulnya menjadi orang tua merupakan proses yang bisa dilalui sembari menyelesaikan masalah pribadi ini. Tentu bukan hal yang mudah. Dibutuhkan kesadaran dan rasa penghargaan terhadap diri sendiri yang cukup ekstra untuk bisa menyelesaikan perkara dengan diri sendiri sembari menjadi orang tua.
Menurutnya, setiap manusia tidak akan pernah selesai dengan perkaranya masing-masing. Maka selesai atau tidak selesai dengan permasalahan bukanlah menjadi tolok ukur untuk berani memulai keluarga atau membuat keluarga yang lebih baik.
Baca juga: Lebih Fleksibel & Permisif, Apa Dampak dari Pola Asuh Jellyfish Parenting?
“Tapi ini adalah sebuah perjalanan. Kita mempunyai status baru, menjalani hidup baru, mengambil keputusan-keputusan baru, dan semua perjalanan ini akan kita pertanyaan setiap saat. Dan itu bukan masalah. Sebab tidak semua pekerjaan rumah harus kita selesaikan dan kumpulkan saat ini juga,” jelas Dea.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.