Profil Seniman TuTu, Berkarya & Besar dari Seni Jalanan
09 October 2023 |
17:43 WIB
1
Like
Like
Like
Seniman Age Airlangga atau yang lebih dikenal dengan nama TuTu tentu tak asing lagi di dunia seni grafiti dan street art Indonesia. Konsistensi karya, perjalanan artistik yang panjang, dan bahasa artistik yang kuat setidaknya menjadi beberapa indikator bagaimana namanya cukup tersohor dalam dunia street art khususnya di Jakarta.
Sejak 2000-an, TuTu aktif menggambar di ruang-ruang publik dan terlibat dalam sejumlah ajang street art nasional hingga internasional. Namun, sebagai seniman, TuTu juga ingin karyanya dapat dinikmati lebih detail dengan pesan yang lebih personal.
Hal itu dituangkan ke dalam pameran tunggal bertajuk Future Wisdom yang digelar di Can's Gallery hingga 8 November 2023. Pameran ini menjadi momentum kembalinya TuTu menggelar pameran tunggal setelah 8 tahun. Kala itu, dia mengadakan pameran bertajuk Barbuk di Gardu House Jakarta pada 2015.
Baca juga: Melihat Karya-karya Retrospektif Seniman TuTu dalam Pameran Future Wisdom
TuTu lahir dan besar di Jakarta. Sebagai seniman yang lahir pada awal tahun 70-an, kehidupan personal dan sosialnya dikelilingi hal-hal seperti animasi, sejarah, kartun, dan hal-hal yang berbau science fiction.
Kegemarannya mengoleksi barang-barang jadul dan mengulik sejarah serta teknis pembuatan barang-barang lawas tersebut, membuatnya selalu berproses secara metodis, yaitu dengan memetakan narasi dan kegelisahannya, membuat riset untuk mempelajari material sebuah medium, termasuk bagaimana menentukan metode berkarya yang sesuai untuk menyampaikan narasinya.
Masa remaja TuTu juga erat dengan dunia musik, ilustrasi/iklan, kartun dan game. Saat itu, musik banyak direkam menggunakan format kaset, sehingga sebagai anak muda 80-an, TuTu juga mengamati gambar di cover-cover kaset. Misalnya, musik heavy metal tahun 80-an yang sedang hits adalah band Judas Priest, yang banyak menggunakan teknik airbrush dalam penggambaran cover kasetnya.
Dalam dunia ilustrasi periklanan, teknik airbrush juga sedang memasuki masa jayanya. Teknik airbrush yang mengedepankan kesan warna gradasi ataupun efek mengkilatnya logam/ kaca dari benda-benda yang digambar dapat mencapai detail yang mengagumkan, termasuk penggunaan metode stencil yang akan menghasilkan efek kontras.
Penerapan efek tumpukan gradasi warna dalam ilustrasi cover kaset maupun ilustrasi majalah menjadikan kesan bahwa citra yang dibuat memiliki beberapa lapisan tumpukan bidang. Rupanya hal inilah yang sangat membekas di dalam memori TuTu, sehingga sampai sekarang teknik tumpukan lapisan ini sering dijumpai dalam karya-karyanya.
Karena akrab dengan menonton kartun serta permainan game sejak tahun 1980-an, TuTu sangat hafal dengan tokoh, gestur dan cerita dari film kartun dan game tersebut. Ketika mengekplorasi gambar dengan tokoh kartun sebagai objeknya, TuTu sudah tidak begitu terikat dengan bentuk sosok asli tokoh kartun tersebut. Dia bisa dengan luwes mengubah bentuknya tanpa menghilangkan ciri khas yang ada.
Pada saat menjadi mahasiswa Desain Komunikasi Visual ITB, ketertarikan pada respons pembaca atau publik termasuk bercanda secara kreatif juga dilakukan TuTu ketika membuat zine untuk pasar seni ITB tahun 1992. Bersama temannya, TuTu mendesain dan membuat ilustrasi secara mandiri zine itu, bahkan semua teks ditulis secara manual dengan beberapa gambar ilustrasi dan kolase foto dari majalah.
Dari zine pasar seni ITB inilah selera humor dan plesetan ala TuTu terbentuk dimana itu lekat dengan karya-karyanya sekarang, terutama karya instalasi yang dibentuk dengan menggabungkan bermacam benda. Setelah lulus dari Desain Komunikasi Visual ITB, TuTu pun mulai berkarier sebagai animator konvensional dan illustrator freelance.
Sejak tahun 2000, TuTu mulai menekuni ketertarikannya kepada grafiti dan street art atau seni jalanan. Hal itu ditekuninya lantaran dia tertarik melihat respons publik terhadap karyanya. Telah banyak event street art dan pameran baik nasional ataupun internasional yang dijalaninya, hingga dimuat ke dalam beberapa media nasional dan internasional. Bahkan, profilnya juga dimuat di beberapa buku yang dirilis secara internasional.
Secara konsep, karya-karya street art dan grafiti TuTu banyak terinspirasi dengan kesehariannya yang tinggal di Jakarta, terutama kehidupan sosial antara penghuninya di mana banyak perubahan nilai-nilai kehidupan yang terjadi di dalamnya.
Setelah menggelar pameran tunggal pada 2015, TuTu ingin karyanya dapat dinikmati lebih detail dengan narasi personal yang lebih mendalam. Dia pun mengembangkan dan mendalami materi konsep dan visual tanpa meninggalkan komponen sejarah yang dilewatinya. Semenjak itu juga, TuTu banyak diminta menggambar pada produk otomotif maupun fesyen.
TuTu memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam bahasa visualnya dibandingkan dengan kebanyakan street artist lainnya. Sang seniman gemar mengeksplorasi garis, warna, serta volume kedalaman ruang. Berbagai elemen dibuat dengan teliti, teratur, dan terukur.
Berbeda dengan sebagian street artist yang mengandalkan tarikan-tarikan garis dinamis dan fluiditas pada cat semprot, yang dilakukan TuTu adalah mengkalkulasi bidang. Dia tidak hanya bermain dengan garis dan ruang, tetapi melakukan eksplorasi terhadap waktu. Berapa lama yang akan dia habiskan untuk membuat satu gambar.
Apapun media yang digunakan, TuTu akan tetap menampilkan garis-warna-ruang yang lalu menjadi andalannya, sembari di saat yang bersamaan bekerja dengan menggunakan gagasan dari hal-hal yang terjadi di lingkungannya.
Di samping itu, karya-karya TuTu juga memvisualkan keseimbangan antara semua elemen yang non kaidah geometrik klasik pada umumnya, penjabaran bentuk mikroskopik, dan penggabungan teknik visual yang berbeda, yang diracik dalam gaya fiksi ilmiah dan fantasi (science fiction) pada sebuah medium.
Dalam karyanya sering muncul visual dengan makna tersembunyi seperti meninggalkan potongan teka-teki yang harus dipecahkan. Dengan membawa bentuk abstraksi geometris dan terkesan retro tapi juga futuristik, karyanya seakan membuka suatu dunia baru yang eksis tapi tidak nyata. Hal ini disebut sebagai gaya retrofuturistik deco realism.
Dari jalanan, karya-karya TuTu telah dipamerkan di sejumlah eksibisi baik dalam maupun luar negeri seperti Jepang, Singapura, Filipina, Hong Kong, Taiwan, China, Prancis, hingga Amerika Serikat.
Kendati begitu, TuTu tidak menampik bahwa street art sampai saat ini masih dipandang sebelah mata terutama dari sisi harga. Namun, di sisi lain, street art juga menurutnya menjadi salah satu bidang seni yang membuka banyak peluang kolaborasi dengan berbagai bidang lainnya.
Terbukti, meski berangkat dari latar belakang seni jalanan, TuTu kini bisa berkarya seperti seniman pada umumnya dan menggelar pameran-pameran baik tunggal maupun kolektif. Dia ingin membuktikan bahwa karyanya juga bisa menghubungkan dirinya sebagai seniman dengan kalangan kolektor yang lebih luas.
"Gue ingin orang lain tahu versi gue yang pure itu seperti apa sih, yang merepresentasikan gue sebagai seniman. Bagaimana gue membawa dan menghubungkan karya-karya dengan pemikiran orang lain sebagai kolektor, menurut gue itu yang penting," katanya.
Ke depan, TuTu mengatakan dirinya masih akan berkolaborasi dengan beberapa brand. Selain itu, dia juga akan menggelar pameran tunggal di Singapura pada 2024.
Baca juga: Eksklusif Profil Alfredo & Isabel Aquilizan: Menciptakan Seni yang Dekat & Memberdayakan Masyarakat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Sejak 2000-an, TuTu aktif menggambar di ruang-ruang publik dan terlibat dalam sejumlah ajang street art nasional hingga internasional. Namun, sebagai seniman, TuTu juga ingin karyanya dapat dinikmati lebih detail dengan pesan yang lebih personal.
Hal itu dituangkan ke dalam pameran tunggal bertajuk Future Wisdom yang digelar di Can's Gallery hingga 8 November 2023. Pameran ini menjadi momentum kembalinya TuTu menggelar pameran tunggal setelah 8 tahun. Kala itu, dia mengadakan pameran bertajuk Barbuk di Gardu House Jakarta pada 2015.
Baca juga: Melihat Karya-karya Retrospektif Seniman TuTu dalam Pameran Future Wisdom
TuTu lahir dan besar di Jakarta. Sebagai seniman yang lahir pada awal tahun 70-an, kehidupan personal dan sosialnya dikelilingi hal-hal seperti animasi, sejarah, kartun, dan hal-hal yang berbau science fiction.
Kegemarannya mengoleksi barang-barang jadul dan mengulik sejarah serta teknis pembuatan barang-barang lawas tersebut, membuatnya selalu berproses secara metodis, yaitu dengan memetakan narasi dan kegelisahannya, membuat riset untuk mempelajari material sebuah medium, termasuk bagaimana menentukan metode berkarya yang sesuai untuk menyampaikan narasinya.
Masa remaja TuTu juga erat dengan dunia musik, ilustrasi/iklan, kartun dan game. Saat itu, musik banyak direkam menggunakan format kaset, sehingga sebagai anak muda 80-an, TuTu juga mengamati gambar di cover-cover kaset. Misalnya, musik heavy metal tahun 80-an yang sedang hits adalah band Judas Priest, yang banyak menggunakan teknik airbrush dalam penggambaran cover kasetnya.
Seniman TuTu saat ditemui di acara pembukaan pameran Future Wisdom di Can's Gallery, Sabtu (7/10/2023). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Penerapan efek tumpukan gradasi warna dalam ilustrasi cover kaset maupun ilustrasi majalah menjadikan kesan bahwa citra yang dibuat memiliki beberapa lapisan tumpukan bidang. Rupanya hal inilah yang sangat membekas di dalam memori TuTu, sehingga sampai sekarang teknik tumpukan lapisan ini sering dijumpai dalam karya-karyanya.
Karena akrab dengan menonton kartun serta permainan game sejak tahun 1980-an, TuTu sangat hafal dengan tokoh, gestur dan cerita dari film kartun dan game tersebut. Ketika mengekplorasi gambar dengan tokoh kartun sebagai objeknya, TuTu sudah tidak begitu terikat dengan bentuk sosok asli tokoh kartun tersebut. Dia bisa dengan luwes mengubah bentuknya tanpa menghilangkan ciri khas yang ada.
Pada saat menjadi mahasiswa Desain Komunikasi Visual ITB, ketertarikan pada respons pembaca atau publik termasuk bercanda secara kreatif juga dilakukan TuTu ketika membuat zine untuk pasar seni ITB tahun 1992. Bersama temannya, TuTu mendesain dan membuat ilustrasi secara mandiri zine itu, bahkan semua teks ditulis secara manual dengan beberapa gambar ilustrasi dan kolase foto dari majalah.
Dari zine pasar seni ITB inilah selera humor dan plesetan ala TuTu terbentuk dimana itu lekat dengan karya-karyanya sekarang, terutama karya instalasi yang dibentuk dengan menggabungkan bermacam benda. Setelah lulus dari Desain Komunikasi Visual ITB, TuTu pun mulai berkarier sebagai animator konvensional dan illustrator freelance.
Sejak tahun 2000, TuTu mulai menekuni ketertarikannya kepada grafiti dan street art atau seni jalanan. Hal itu ditekuninya lantaran dia tertarik melihat respons publik terhadap karyanya. Telah banyak event street art dan pameran baik nasional ataupun internasional yang dijalaninya, hingga dimuat ke dalam beberapa media nasional dan internasional. Bahkan, profilnya juga dimuat di beberapa buku yang dirilis secara internasional.
Secara konsep, karya-karya street art dan grafiti TuTu banyak terinspirasi dengan kesehariannya yang tinggal di Jakarta, terutama kehidupan sosial antara penghuninya di mana banyak perubahan nilai-nilai kehidupan yang terjadi di dalamnya.
Setelah menggelar pameran tunggal pada 2015, TuTu ingin karyanya dapat dinikmati lebih detail dengan narasi personal yang lebih mendalam. Dia pun mengembangkan dan mendalami materi konsep dan visual tanpa meninggalkan komponen sejarah yang dilewatinya. Semenjak itu juga, TuTu banyak diminta menggambar pada produk otomotif maupun fesyen.
TuTu memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam bahasa visualnya dibandingkan dengan kebanyakan street artist lainnya. Sang seniman gemar mengeksplorasi garis, warna, serta volume kedalaman ruang. Berbagai elemen dibuat dengan teliti, teratur, dan terukur.
Berbeda dengan sebagian street artist yang mengandalkan tarikan-tarikan garis dinamis dan fluiditas pada cat semprot, yang dilakukan TuTu adalah mengkalkulasi bidang. Dia tidak hanya bermain dengan garis dan ruang, tetapi melakukan eksplorasi terhadap waktu. Berapa lama yang akan dia habiskan untuk membuat satu gambar.
Apapun media yang digunakan, TuTu akan tetap menampilkan garis-warna-ruang yang lalu menjadi andalannya, sembari di saat yang bersamaan bekerja dengan menggunakan gagasan dari hal-hal yang terjadi di lingkungannya.
Di samping itu, karya-karya TuTu juga memvisualkan keseimbangan antara semua elemen yang non kaidah geometrik klasik pada umumnya, penjabaran bentuk mikroskopik, dan penggabungan teknik visual yang berbeda, yang diracik dalam gaya fiksi ilmiah dan fantasi (science fiction) pada sebuah medium.
Dalam karyanya sering muncul visual dengan makna tersembunyi seperti meninggalkan potongan teka-teki yang harus dipecahkan. Dengan membawa bentuk abstraksi geometris dan terkesan retro tapi juga futuristik, karyanya seakan membuka suatu dunia baru yang eksis tapi tidak nyata. Hal ini disebut sebagai gaya retrofuturistik deco realism.
Dari jalanan, karya-karya TuTu telah dipamerkan di sejumlah eksibisi baik dalam maupun luar negeri seperti Jepang, Singapura, Filipina, Hong Kong, Taiwan, China, Prancis, hingga Amerika Serikat.
Kendati begitu, TuTu tidak menampik bahwa street art sampai saat ini masih dipandang sebelah mata terutama dari sisi harga. Namun, di sisi lain, street art juga menurutnya menjadi salah satu bidang seni yang membuka banyak peluang kolaborasi dengan berbagai bidang lainnya.
Terbukti, meski berangkat dari latar belakang seni jalanan, TuTu kini bisa berkarya seperti seniman pada umumnya dan menggelar pameran-pameran baik tunggal maupun kolektif. Dia ingin membuktikan bahwa karyanya juga bisa menghubungkan dirinya sebagai seniman dengan kalangan kolektor yang lebih luas.
"Gue ingin orang lain tahu versi gue yang pure itu seperti apa sih, yang merepresentasikan gue sebagai seniman. Bagaimana gue membawa dan menghubungkan karya-karya dengan pemikiran orang lain sebagai kolektor, menurut gue itu yang penting," katanya.
Ke depan, TuTu mengatakan dirinya masih akan berkolaborasi dengan beberapa brand. Selain itu, dia juga akan menggelar pameran tunggal di Singapura pada 2024.
Baca juga: Eksklusif Profil Alfredo & Isabel Aquilizan: Menciptakan Seni yang Dekat & Memberdayakan Masyarakat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.