Cara Berdamai dengan Inner Child Trauma untuk Hidup yang Lebih Tenang
09 October 2023 |
13:30 WIB
Istilah inner child berseliweran di media sosial dalam beberapa waktu terakhir. Banyak kata-kata motivasi yang disampaikan untuk menyembuhkan trauma dan luka pada masa kecil. Sejatinya inner child tidak selalu diasosiasikan dengan trauma. Namun, pengalaman traumatis masa kecil pasti pernah dirasakan banyak orang.
Dalam ilmu psikologis, inner child merupakan bagian dari diri manusia yang membentuk karakter seseorang dan bisa dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil.
Baca juga: Mengenal Inner Child Pain, Luka Masa Kecil yang Membayangi Kondisi Mental
“Tidak sama dengan trauma masa kecil, tetapi memang ada pengalaman atau trauma di masa kecil yang masih dibawa inner child kalau memang belum pernah kita pulihkan,” ujar Founder dan Facilitator dari Our Happiness Matters Bagia Saputra saat dihubungi, Jumat (6/10/2023).
Dia menerangkan setiap orang punya inner child. Mengalami masa perkembangan sebagai manusia, pada 12 tahun pertama kehidupan. Pengalaman pada masa golden age inilah yang terbawa sampai dewasa.
Ketika 12 tahun pertama hidup seseorang banyak mengalami trauma, kesedihan, kemarahan, kebingungan, kesepian, merasa bersalah, merasa malu, dan banyak emosi negatif lainnya, tentu saat dewasa dia hidup dengan banyak tantangan serta kesulitan.
“Entah mulai dari relationship sama dia sendiri, rasa percaya diri, harga diri dia. Juga akan terlihat pada relationship dia dengan orang sekitarnya, entah itu pasangan, keluarga, rekan kerja, atasan,” tutur Bagia.
Semua tergantung pada trauma masa kecil yang dirasakan. Apabila ketika saat kecil seseorang kurang mendapatkan validasi atau penerimaan dari orang tua, sering dikritik, tidak mendapat pujian, maka setelah dewasa biasanya orang tersebut akan mencari validasi dari orang lain.
“Dia akan berusaha menyenangkan orang lain agar bisa diterima. Ada banyak bentuk masalah di usia dewasa yang akan terlihat, tergantung luka di masa kecilnya seperti apa,” imbuhnya.
Berbeda jika saat kecil seseorang tumbuh di lingkungan yang sehat, mendapat kebahagiaan dan support system yang cukup dari lingkungan sekitar. Pada masa dewasa, orang tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan selalu merasa bahagia.
Oleh karena itu, bagi mereka yang mengalami pengalaman buruk di masa lalu, penting untuk menyembuhkan inner child yang dimilikinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan yakni melakukan pemulihan psikologis dengan teknik inner child healing atau mengasuh diri sendiri.
Ketika orang tua di masa kecil tidak sepenuhnya hadir, kurang mendapat kasih sayang, tidak mendapatkan yang seharusnya didapatkan saat kecil, pada usia dewasa, semua itu bisa dipenuhi. Caranya, menjadi orang tua buat diri kita sendiri.
“Teknik inner child healing ini bisa dilakukan dengan teknik mindfulness atau meditasi. Reparenting, mengasuh kembali diri kita sendiri,” jelas Bagia.
Untuk terapi inner child healing, menurutnya harus didampingi terapis atau fasilitator berpengalaman yang memastikan proses berlangsung aman. Butuh ruang yang aman dan nyaman karena nantinya akan digali luka atau trauma di masa lalu.
Pendamping berpengalaman penting supaya mereka bisa memitigasi efek trauma yang muncul. Dalam prosesnya, seseorang yang melakukan inner child healing biasanya akan menangis hingga marah. Sang terapis atau fasilitator harus bisa mendampingi dan memproses luka-luka tersebut. Dengan demikian, ketika terapi selesai, pasien akan merasa lebih tenang, punya kejernihan hati dan pikiran, serta penerimaan atas pengalaman yang pernah dirasakan ketika kecil.
Bagia menyebut terapi ini tidak memiliki batasan waktu. Namun di OHM, biasanya akan dilakukan melalui 4 tahapan tumbuh kembang. Mulai dari bayi, balita, anak-anak, hingga remaja.
Mereka yang melakukan terapi inner child healing lambat laun akan terampil untuk mengatasi dampak inner child yang pernah terluka, mengelolanya, dan berdamai. Hidup mereka akan jauh lebih baik.
Lantas bagaimana jika inner child yang mengalami luka atau trauma di masa kecil tidak diatasi?
Selain konflik di dalam diri yang muncul, Bagia berpendapat efek dari inner child yang tidak terkelola dengan baik akan berpengaruh pada kesehatan mental hingga fisik. “Masalah kesehatan yang selalu berulang, sebenarnya bisa kita telusuri awalnya dari masalah inner child,” jelasnya.
Bagia menyebut jika merasa ada masalah kesehatan maupun hidup yang secara tidak sadar selalu sama dan berulang, tidak tahu cara menyelesaikannya, itu bisa menjadi indikasi awal inner child yang terabaikan. Penting untuk memproses dan meredakannya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dalam ilmu psikologis, inner child merupakan bagian dari diri manusia yang membentuk karakter seseorang dan bisa dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil.
Baca juga: Mengenal Inner Child Pain, Luka Masa Kecil yang Membayangi Kondisi Mental
“Tidak sama dengan trauma masa kecil, tetapi memang ada pengalaman atau trauma di masa kecil yang masih dibawa inner child kalau memang belum pernah kita pulihkan,” ujar Founder dan Facilitator dari Our Happiness Matters Bagia Saputra saat dihubungi, Jumat (6/10/2023).
Dia menerangkan setiap orang punya inner child. Mengalami masa perkembangan sebagai manusia, pada 12 tahun pertama kehidupan. Pengalaman pada masa golden age inilah yang terbawa sampai dewasa.
Ketika 12 tahun pertama hidup seseorang banyak mengalami trauma, kesedihan, kemarahan, kebingungan, kesepian, merasa bersalah, merasa malu, dan banyak emosi negatif lainnya, tentu saat dewasa dia hidup dengan banyak tantangan serta kesulitan.
“Entah mulai dari relationship sama dia sendiri, rasa percaya diri, harga diri dia. Juga akan terlihat pada relationship dia dengan orang sekitarnya, entah itu pasangan, keluarga, rekan kerja, atasan,” tutur Bagia.
Semua tergantung pada trauma masa kecil yang dirasakan. Apabila ketika saat kecil seseorang kurang mendapatkan validasi atau penerimaan dari orang tua, sering dikritik, tidak mendapat pujian, maka setelah dewasa biasanya orang tersebut akan mencari validasi dari orang lain.
“Dia akan berusaha menyenangkan orang lain agar bisa diterima. Ada banyak bentuk masalah di usia dewasa yang akan terlihat, tergantung luka di masa kecilnya seperti apa,” imbuhnya.
Berbeda jika saat kecil seseorang tumbuh di lingkungan yang sehat, mendapat kebahagiaan dan support system yang cukup dari lingkungan sekitar. Pada masa dewasa, orang tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan selalu merasa bahagia.
Oleh karena itu, bagi mereka yang mengalami pengalaman buruk di masa lalu, penting untuk menyembuhkan inner child yang dimilikinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan yakni melakukan pemulihan psikologis dengan teknik inner child healing atau mengasuh diri sendiri.
Ketika orang tua di masa kecil tidak sepenuhnya hadir, kurang mendapat kasih sayang, tidak mendapatkan yang seharusnya didapatkan saat kecil, pada usia dewasa, semua itu bisa dipenuhi. Caranya, menjadi orang tua buat diri kita sendiri.
“Teknik inner child healing ini bisa dilakukan dengan teknik mindfulness atau meditasi. Reparenting, mengasuh kembali diri kita sendiri,” jelas Bagia.
Untuk terapi inner child healing, menurutnya harus didampingi terapis atau fasilitator berpengalaman yang memastikan proses berlangsung aman. Butuh ruang yang aman dan nyaman karena nantinya akan digali luka atau trauma di masa lalu.
Pendamping berpengalaman penting supaya mereka bisa memitigasi efek trauma yang muncul. Dalam prosesnya, seseorang yang melakukan inner child healing biasanya akan menangis hingga marah. Sang terapis atau fasilitator harus bisa mendampingi dan memproses luka-luka tersebut. Dengan demikian, ketika terapi selesai, pasien akan merasa lebih tenang, punya kejernihan hati dan pikiran, serta penerimaan atas pengalaman yang pernah dirasakan ketika kecil.
Bagia menyebut terapi ini tidak memiliki batasan waktu. Namun di OHM, biasanya akan dilakukan melalui 4 tahapan tumbuh kembang. Mulai dari bayi, balita, anak-anak, hingga remaja.
Mereka yang melakukan terapi inner child healing lambat laun akan terampil untuk mengatasi dampak inner child yang pernah terluka, mengelolanya, dan berdamai. Hidup mereka akan jauh lebih baik.
Lantas bagaimana jika inner child yang mengalami luka atau trauma di masa kecil tidak diatasi?
Selain konflik di dalam diri yang muncul, Bagia berpendapat efek dari inner child yang tidak terkelola dengan baik akan berpengaruh pada kesehatan mental hingga fisik. “Masalah kesehatan yang selalu berulang, sebenarnya bisa kita telusuri awalnya dari masalah inner child,” jelasnya.
Bagia menyebut jika merasa ada masalah kesehatan maupun hidup yang secara tidak sadar selalu sama dan berulang, tidak tahu cara menyelesaikannya, itu bisa menjadi indikasi awal inner child yang terabaikan. Penting untuk memproses dan meredakannya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.