Mengenal Inner Child dan Cara Mengatasinya
14 March 2023 |
15:22 WIB
1
Like
Like
Like
Setiap orang tumbuh dewasa dengan berbagai kejadian yang berbeda-beda. Namun, ada kalanya seseorang memiliki pengalaman masa kecil yang terasa menyakitkan, belum terselesaikan, dan terus terbawa hingga usianya dewasa. Hasil sekumpulan peristiwa itu turut juga berpengaruh pada kepribadian seseorang.
Perasaan belum selesai yang terjadi di masa lalu dan masih membekas hingga dewasa ini kemudian lebih dikenal dengan inner child. Setiap orang hampir selalu memiliki suatu permasalahan di masa lalu yang membuatnya belum move on hingga hari ini.
Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani Sani Budiantini mengatakan tidak ada yang salah dengan inner child. Wajar-wajar saja jika orang dewasa memiliki inner child. Namun, ada baiknya inner child tersebut mulai dikenali, dipelajari, dan diterima.
Baca juga: Mengenali & Mengatasi Depresi dalam Buku Merawat Luka Batin
Inner child kerap menggambarkan sifat kekanak-kanakan yang dimiliki oleh seseorang. Namun, sifat tersebut berbeda satu dengan yang lain. Hal ini terbentuk dari pengalaman mereka masing-masing ketika masih anak-anak.
Menurut Sani, inner child dapat digambarkan sebagai bagian dari diri seseorang yang tidak ikut bertambah dewasa seiring dengan umur seseorang. Bagian tersebut terus menetap dan bersembunyi dalam diri seseorang.
Menurut Sani, orang yang memiliki inner child cenderung memiliki perasaan marah yang mendalam. Sebab, ada kejadian di masa lalu yang membuatnya belum bisa berdamai dengan hal tersebut. Dampaknya, orang ini jadi sulit mencintai diri sendiri.
Dalam beberapa kasus, efeknya juga memengaruhi hubungan dirinya dengan orang lain. Misalnya, orang jadi selalu merasa rendah diri dan tidak percaya diri. Dia juga jadi kesulitan membangun interaksi dengan orang lain.
Hal itu makin diperparah dengan munculnya perasaan cemas ketika dihadapkan pada hal-hal baru. Luka batin pada masa kecil membuat kewaspadaan atau kecurigaan terhadap orang lain makin besar. Ujung-ujungnya, orang jadi memiliki trust issue tertentu.
Misalnya, orang yang masih belum ingin menikah, biasanya ada proteksi diri karena ada persepsi yang buruk soal pernikahan yang ia dapatkan pada masa lalu. “Hal itulah yang kemudian membuat emosi-emosi negatif muncul. Ini akan sangat personal dan kasus atau trigger-nya berbeda-beda,” imbuhnya.
Inner child adalah bagian dari masa kecil yang natural. Setiap orang memiliki penyebab yang berbeda-beda. Namun, Inner child bisa menjadi mengkhawatirkan jika masa kecil penyebabnya berisi pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dan traumatis.
“Misalnya, jika seseorang mendapatkan kekerasan sewaktu kecil, pengalaman itu akan membentuk perspektif bahwa dirinya tidak berdaya dan sebagainya,” ucap Astrid kepada Hypeabis.id.
Astrid mengatakan inner child bisa diatasi ketika seseorang bisa lebih mengenal dirinya. salah satu langkah yang bisa dilakukan ialah dengan menerima apa yang telah terjadi. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Sebab, hal itu justru makin merumitkan masalah yang ada.
Dibanding mencari siapa pihak yang salah, alangkah baiknya seseorang menjadikan pengalaman masa lalunya sebagai media untuk belajar. Pahamilah bahwa sesuatu yang telah terjadi pada masa lalu tidak akan bisa berubah. Tugas kita sekarang adalah menerima hal itu.
Astrid juga mengatakan manusia tidak ada yang sempurna. Setiap orang pasti memiliki kesulitan dan kekurangannya masing-masing. Setiap orang bisa berbuat salah. Cobalah untuk tidak denial terhadap diri sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa menerima luka batin pada masa lalu.
Tidak perlu terburu-buru melakukannya, Astrid menyebut penyembuhan adalah upaya jangka panjang. Hal yang perlu dilakukan ialah dengan tetap menumbuhkan motivasi dan kepercayaan diri agar bisa melalui ini dengan baik. Tidak ada salahnya juga untuk mencoba terbuka dengan orang lain yang dipercayai. Saling berbagi kasih sayang dengan orang lain akan membuat proses penyembuhan jadi berjalan lebih mulus.
Baca juga: Awas, Generasi Sandwich Rentan Burnout hingga Depresi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Perasaan belum selesai yang terjadi di masa lalu dan masih membekas hingga dewasa ini kemudian lebih dikenal dengan inner child. Setiap orang hampir selalu memiliki suatu permasalahan di masa lalu yang membuatnya belum move on hingga hari ini.
Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani Sani Budiantini mengatakan tidak ada yang salah dengan inner child. Wajar-wajar saja jika orang dewasa memiliki inner child. Namun, ada baiknya inner child tersebut mulai dikenali, dipelajari, dan diterima.
Baca juga: Mengenali & Mengatasi Depresi dalam Buku Merawat Luka Batin
Inner child kerap menggambarkan sifat kekanak-kanakan yang dimiliki oleh seseorang. Namun, sifat tersebut berbeda satu dengan yang lain. Hal ini terbentuk dari pengalaman mereka masing-masing ketika masih anak-anak.
Menurut Sani, inner child dapat digambarkan sebagai bagian dari diri seseorang yang tidak ikut bertambah dewasa seiring dengan umur seseorang. Bagian tersebut terus menetap dan bersembunyi dalam diri seseorang.
Orang yang memiliki inner child kerap membuatnya jadi punya kepribadian yang kurang matang. Ada beberapa dampak yang perlu diwaspadai dari adanya inner child yang tidak dikendalikan dengan baik.“Inner child yang masih dimiliki hingga dewasa dapat memengaruhi kondisi emosi seseorang. Di sisi lain, perkembangan mental orang tersebut juga kerap terhambat,” kata Sani kepada Hypeabis.id.
Menurut Sani, orang yang memiliki inner child cenderung memiliki perasaan marah yang mendalam. Sebab, ada kejadian di masa lalu yang membuatnya belum bisa berdamai dengan hal tersebut. Dampaknya, orang ini jadi sulit mencintai diri sendiri.
Dalam beberapa kasus, efeknya juga memengaruhi hubungan dirinya dengan orang lain. Misalnya, orang jadi selalu merasa rendah diri dan tidak percaya diri. Dia juga jadi kesulitan membangun interaksi dengan orang lain.
Hal itu makin diperparah dengan munculnya perasaan cemas ketika dihadapkan pada hal-hal baru. Luka batin pada masa kecil membuat kewaspadaan atau kecurigaan terhadap orang lain makin besar. Ujung-ujungnya, orang jadi memiliki trust issue tertentu.
Misalnya, orang yang masih belum ingin menikah, biasanya ada proteksi diri karena ada persepsi yang buruk soal pernikahan yang ia dapatkan pada masa lalu. “Hal itulah yang kemudian membuat emosi-emosi negatif muncul. Ini akan sangat personal dan kasus atau trigger-nya berbeda-beda,” imbuhnya.
Tips Mengatasi Inner Child
Psikolog Keluarga dan Anak Klinik PION Clinician Astrid WEN mengatakan bahwa inner child biasanya adalah term yang mengacu pada bagian diri yang terbentuk pada masa kecil. Sering kali tanpa sadar inner child tersebut ikut terlibat dalam pengambilan keputusan, cara berpikir, dan perasaan seseorang hingga dewasa.Inner child adalah bagian dari masa kecil yang natural. Setiap orang memiliki penyebab yang berbeda-beda. Namun, Inner child bisa menjadi mengkhawatirkan jika masa kecil penyebabnya berisi pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dan traumatis.
“Misalnya, jika seseorang mendapatkan kekerasan sewaktu kecil, pengalaman itu akan membentuk perspektif bahwa dirinya tidak berdaya dan sebagainya,” ucap Astrid kepada Hypeabis.id.
Astrid mengatakan inner child bisa diatasi ketika seseorang bisa lebih mengenal dirinya. salah satu langkah yang bisa dilakukan ialah dengan menerima apa yang telah terjadi. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Sebab, hal itu justru makin merumitkan masalah yang ada.
Dibanding mencari siapa pihak yang salah, alangkah baiknya seseorang menjadikan pengalaman masa lalunya sebagai media untuk belajar. Pahamilah bahwa sesuatu yang telah terjadi pada masa lalu tidak akan bisa berubah. Tugas kita sekarang adalah menerima hal itu.
Astrid juga mengatakan manusia tidak ada yang sempurna. Setiap orang pasti memiliki kesulitan dan kekurangannya masing-masing. Setiap orang bisa berbuat salah. Cobalah untuk tidak denial terhadap diri sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa menerima luka batin pada masa lalu.
Tidak perlu terburu-buru melakukannya, Astrid menyebut penyembuhan adalah upaya jangka panjang. Hal yang perlu dilakukan ialah dengan tetap menumbuhkan motivasi dan kepercayaan diri agar bisa melalui ini dengan baik. Tidak ada salahnya juga untuk mencoba terbuka dengan orang lain yang dipercayai. Saling berbagi kasih sayang dengan orang lain akan membuat proses penyembuhan jadi berjalan lebih mulus.
Baca juga: Awas, Generasi Sandwich Rentan Burnout hingga Depresi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.