Novelis Norwegia Jon Fosse Raih Penghargaan Nobel Sastra 2023
05 October 2023 |
22:36 WIB
Jon Fosse, penulis asal Norwegia yang dikenal dengan karya-karya minimalisnya berhasil menyabet penghargaan paling bergengsi di dunia sastra, yakni Nobel Sastra 2023. Penghargaan itu sebagai buah konsistensinya dalam mendalami dunia kepenulisan.
Dalam keterangan resmi yang diunggah di media sosial, Fosse dianugerahi penghargaan tersebut atas karya-kaya inovatifnya di bidang sastra. Hal ini terutama saat menyuarakan berbagai hal penting mengenai kehidupan sehari-hari yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah.
"Penghargaan Sastra 2023 #NobelPrize diberikan kepada penulis Norwegia Jon Fosse atas drama dan prosa inovatifnya yang menyuarakan hal-hal yang tidak dapat diungkapkan," cuit akun resmi @NobelPrize via (X) sebelumnya Twitter, Kamis, (5/10/23).
Ketua komite Nobel bidang sastra, Anders Olson menyatakan karya-karya Fosse banyak memadukan akar bahasa dan sifat latar belakang Norwegia. Terutama dengan teknik artistik setelah modernisme yang mencakup berbagai bentuk sastra dengan beragam genre.
Dia mengungkap, hal itu misalnya terangkum dalam novel-novelnya seri Septologi , Aliss at the Fire, Melancholy dan A Shining. Tak hanya itu, penulis berusia 64 tahun itu populer juga lewat gaya menulisnya yang kemudian dikenal sebagai 'minimalisasi Fosse'.
"Karyanya yang sangat besar, mencakup berbagai genre, terdiri dari sekitar 40 drama dan banyak novel, kumpulan puisi, esai, buku anak-anak, dan terjemahan,” kata Anders Olsson sebagaimana ditulis Guardian.
Adapun, karya-karya Fosse sebagian besar terinspirasi dari insiden mengerikan yang hampir merenggut nyawanya. Termasuk saat dia berusia 7 tahun hampir meninggal dalam sebuah kecelakaan parah hingga dia nyaris meninggal dunia.
Kejadian itulah menurutnya yang menjadi pengalaman paling penting dan memantik dirinya sebagai seorang penulis. Tak hanya itu, atas kecintaannya terhadap dunia kepenulisan dia pun akhirnya mempelajari sastra di Universitas Bergen dengan mengambil studi sastra komparatif.
Raudt Svart (Merah-Hitam) merupakan karya pertamanya yang dibuat pada tahun 1983 yang ditulis dengan standar bahasa Norwegia, Nynorsk. Menurut beberapa sumber resmi, novel tersebut banyak mengeksplorasi mengenai tema bunuh diri.
Baca juga: Menyelami Arsip Paus Sastra Lewat Pameran Ulang-alik Masa Lalu di PDS HB Jassin
Sementara itu, drama pertamanya Og aldri skal vi skiljast (Dan Never Shall We Part), juga sempat dipentaskan di Teater Nasional di Bergen pada tahun 1994. Bahkan, karyanya yang lain, seperti Nokon kjem til å komme (Seseorang Akan Datang) juga sempat dipentaskan sutradara Claude Régy di Nanterre, Prancis.
Dari sinilah perlahan Fosse dikenal sebagai penulis drama Norwegia yang paling berprestasi setelah Henrik Ibsen. Sampai saat ini dia telah menulis lebih dari 30 drama, termasuk Namnet (The Name), Vinter (Winter) dan Ein sommars dag (A Summer's Day).
Karyanya yang lebih panjang termasuk trilogi Septologi, di mana volume ketiganya masuk dalam nominasi Booker Prize internasional pada 2022. Adapun, karya tersebut berkisah tentang seorang pelukis tua, Asle, yang tinggal sendirian di pantai barat daya Norwegia dan merenungkan kehidupannya.
Namun, uniknya, di Bjørgvin, tinggal Asle lainnya, yang juga seorang pelukis tetapi berjuang dengan alkohol. Dari sinilah kemudian para doppelganger (pantulan dari diri sendiri yang terlihat nyata) termakan oleh pertanyaan eksistensial yang sama yakni tentang kematian, iman, dan cinta.
Selain dikenal sebagai penulis, Fosse juga masuk dalam daftar 100 orang paling jenius yang masih hidup versi The Daily Telegraph. Tak hanya itu, dia juga dianugerahi Grotten atau semacam rumah kehormatan dari Raja Norwegia pada 2011.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Roni Yunianto
Dalam keterangan resmi yang diunggah di media sosial, Fosse dianugerahi penghargaan tersebut atas karya-kaya inovatifnya di bidang sastra. Hal ini terutama saat menyuarakan berbagai hal penting mengenai kehidupan sehari-hari yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah.
"Penghargaan Sastra 2023 #NobelPrize diberikan kepada penulis Norwegia Jon Fosse atas drama dan prosa inovatifnya yang menyuarakan hal-hal yang tidak dapat diungkapkan," cuit akun resmi @NobelPrize via (X) sebelumnya Twitter, Kamis, (5/10/23).
BREAKING NEWS
— The Nobel Prize (@NobelPrize) October 5, 2023
The 2023 #NobelPrize in Literature is awarded to the Norwegian author Jon Fosse “for his innovative plays and prose which give voice to the unsayable.” pic.twitter.com/dhJgGUawMl
Ketua komite Nobel bidang sastra, Anders Olson menyatakan karya-karya Fosse banyak memadukan akar bahasa dan sifat latar belakang Norwegia. Terutama dengan teknik artistik setelah modernisme yang mencakup berbagai bentuk sastra dengan beragam genre.
Dia mengungkap, hal itu misalnya terangkum dalam novel-novelnya seri Septologi , Aliss at the Fire, Melancholy dan A Shining. Tak hanya itu, penulis berusia 64 tahun itu populer juga lewat gaya menulisnya yang kemudian dikenal sebagai 'minimalisasi Fosse'.
"Karyanya yang sangat besar, mencakup berbagai genre, terdiri dari sekitar 40 drama dan banyak novel, kumpulan puisi, esai, buku anak-anak, dan terjemahan,” kata Anders Olsson sebagaimana ditulis Guardian.
Profil Jon Fosse
Lahir pada 1959 di Haugesund di pantai barat Norwegia, Fosse dibesarkan di Strandebarm. Pria dengan rambut keperakan ini populer disebut sebagai penerus Henrik Ibsen, seorang dramawan asal Oslo yang banyak memengaruhi teaterawan dunia.Adapun, karya-karya Fosse sebagian besar terinspirasi dari insiden mengerikan yang hampir merenggut nyawanya. Termasuk saat dia berusia 7 tahun hampir meninggal dalam sebuah kecelakaan parah hingga dia nyaris meninggal dunia.
Kejadian itulah menurutnya yang menjadi pengalaman paling penting dan memantik dirinya sebagai seorang penulis. Tak hanya itu, atas kecintaannya terhadap dunia kepenulisan dia pun akhirnya mempelajari sastra di Universitas Bergen dengan mengambil studi sastra komparatif.
Raudt Svart (Merah-Hitam) merupakan karya pertamanya yang dibuat pada tahun 1983 yang ditulis dengan standar bahasa Norwegia, Nynorsk. Menurut beberapa sumber resmi, novel tersebut banyak mengeksplorasi mengenai tema bunuh diri.
Baca juga: Menyelami Arsip Paus Sastra Lewat Pameran Ulang-alik Masa Lalu di PDS HB Jassin
Sementara itu, drama pertamanya Og aldri skal vi skiljast (Dan Never Shall We Part), juga sempat dipentaskan di Teater Nasional di Bergen pada tahun 1994. Bahkan, karyanya yang lain, seperti Nokon kjem til å komme (Seseorang Akan Datang) juga sempat dipentaskan sutradara Claude Régy di Nanterre, Prancis.
Dari sinilah perlahan Fosse dikenal sebagai penulis drama Norwegia yang paling berprestasi setelah Henrik Ibsen. Sampai saat ini dia telah menulis lebih dari 30 drama, termasuk Namnet (The Name), Vinter (Winter) dan Ein sommars dag (A Summer's Day).
Karyanya yang lebih panjang termasuk trilogi Septologi, di mana volume ketiganya masuk dalam nominasi Booker Prize internasional pada 2022. Adapun, karya tersebut berkisah tentang seorang pelukis tua, Asle, yang tinggal sendirian di pantai barat daya Norwegia dan merenungkan kehidupannya.
Namun, uniknya, di Bjørgvin, tinggal Asle lainnya, yang juga seorang pelukis tetapi berjuang dengan alkohol. Dari sinilah kemudian para doppelganger (pantulan dari diri sendiri yang terlihat nyata) termakan oleh pertanyaan eksistensial yang sama yakni tentang kematian, iman, dan cinta.
Selain dikenal sebagai penulis, Fosse juga masuk dalam daftar 100 orang paling jenius yang masih hidup versi The Daily Telegraph. Tak hanya itu, dia juga dianugerahi Grotten atau semacam rumah kehormatan dari Raja Norwegia pada 2011.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.