Ilustrasi perundungan (Sumber gambar: Freepik)

Bukan Hanya Korban, Perilaku Bullying Juga Berdampak Negatif Bagi Pelaku

03 October 2023   |   13:33 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Fenomena perundungan atau bullying belakangan kembali marak terjadi. Lingkungan akademik yang seharusnya jadi ruang yang aman bagi siswa dan siswi belajar nyatanya kembali dihebohkan aksi perundungan yang dilakukan sesama pelajar.

Baru-baru ini, sebuah video yang memperlihatkan aksi perundungan oleh siswa SMP di Kabupaten Cilacap viral di media sosial. Mirisnya, video berdurasi 4 menit 14 detik itu tidak hanya mempertontonkan perilaku bullying saja, tetapi bahkan sudah mengarah ke penganiayaan.

Baca juga: Warning! Total 16 Kasus Bullying di Sekolah Sejak Januari 2023, Paling Banyak di SD

Apa yang viral saat ini bisa jadi hanya menjadi puncak dari gunung es. Sebab, pada 2022 lalu, KPAI mencatat ada 226 kasus kekerasan fisik dan psikis yang terjadi pada anak-anak, termasuk di dalamnya adalah bullying.

Jika dilihat secara lebih jauh lagi, fenomena perundungan ini rupanya sudah mengakar. Hasil kajian
Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter pada 2014 melaporkan hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying.

Beberapa berupa perundungan verbal dan mental. Namun, sisanya mengarah ke penganiayaan, seperti kasus senior menggencet junior. Tindakan ini tentu bisa memberikan dampak jangka panjang, baik bagi korban maupun pelakunya.

Ya, perundungan ini seperti lingkaran setan. Semua akan terkena imbasnya. Bukan hanya korban saja, sebenarnya pelaku atau bahkan orang yang menyaksikan perundungan juga akan terkena pengaruh negatif.

Menurut Kemenpppa, pelaku perundungan  cenderung akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, terutama seusai melancarkan aksi perundungan. Hal ini membawa dampak negatif berupa sifat agresif yang makin menjadi dan bisa mengarah ke tindak kekerasan.

 

Buku Saku

Buku Saku Stop Perundungan/Bullying. (Sumber: Kemendikbudristek)

 Pelaku juga bisa berubah menjadi berwatak keras, mudah marah, impulsif, dan punya rasa toleransi yang rendah. Pelaku juga akan cenderung memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan tampil superior.

Dia akan jadi orang yang tak suka berempati pada orang lain. Mereka yang pernah melakukan bullying pun cenderung akan melakukan hal yang sama lagi agar tetap merasa berkuasa.

Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentukanya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lain

Sementara itu, buku saku Stop Perundungan/Bullying dari Kemendikbudristek juga mengungkapkan dampak senada. Perilaku perundungan ini bisa jadi akan berulang. Sebab, pelaku akan belajar bahwa tidak ada risiko apa pun jika mereka melakukan kekerasan atau agresi terhadap anak lain.

“Ketika dewasa, pelaku memiliki potensi lebih besar untuk menjadi pelaku kriminal dan akan bermasalah fungsi sosialnya,” tulis buku saku Stop Perundungan/Bullying dari Kemendikbudristek, dikutip Hypeabis.id Selasa (3/10).


Pencegahan Bullying

Untuk melakukan pencegahan, ada beberapa program yang bisa dilakukan. Cara dari Kemenpppa ini mesti dijalankan dan mencakup beberapa stakeholder sekaligus. Sebab, masalah perundungan tidak hanya soal korban dan pelaku saja.

Pertama, pencegahan melalui anak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberdayakan anak agar mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying. Lalu, anak juga mesti mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya.

Selain itu, anak juga mesti mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi. Baik dengan melerai, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan, atau melaporkan pihak sekolah atau lainnya.

Kedua, pencegahan dari keluarga. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan. Misalnya, dengan menanamkan nilai keagamaan dan cinta kasis seama, memperlihatkan cara berinteraksi yang baik, hingga membangun rasa kepercayaan diri.

Orang tua sebaiknya juga mendampingi anak dalam menyerap informasi, utamanya yang bersumber dari media televisi, internet, atau media elektronik lain. Lalu, yang terpenting ialah ajarkan etika terhadap sesama.

Ketiga, pencegahan melalui sekolah. Hal ini bisa terjadi ketika sekolah mampu merancang program
pencegahan berisi pesan anti bullying yang bisa diterima dengan baik oleh siswa. Lalu, membangun komunikasi efektif antara guru dan murid.

Sekolah juga perlu menciptakan suasana lingkungan yang aman dan nyaman, membantu murid yang terkena bully, dan melakukan pertemuan berkala dengan orang tua.

Keempat, pencegahan melalui masyarakat. Hal ini bisa terwujud dengan cara membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak, dimulai dari tingkat desa  hingga seterusnya. Misalnya, membentuk Perlindungan Anak Terintegrasi Berbasis Masyarakat atau PATBM.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Kembali Dihelat, MIFF 2023 Siap Rayakan Keberagaman Lewat Festival Film

BERIKUTNYA

Daftar Lengkap Film & Sineas Indonesia yang Berpartisipasi di Busan International Film Festival 2023

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: