Ilustrasi membatik (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Perayaan Hari Batik Nasional, Regenerasi Perajin Batik Jadi Sorotan

02 October 2023   |   10:19 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Sebagai salah satu kain wastra Indonesia, batik menjadi warisan budaya yang mesti terus dijaga eksistensinya. Sayangnya, minat anak muda untuk melanjutkan tongkat estafet regenerasi perajin atau pengrajin batik tak tinggi. Di sisi lain, usia perajin saat ini terus bertambah tua.

Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia Komarudin Kudiya mengatakan bahwa isu regenerasi perajin batik kini memang jadi sorotan. Sebab, perajin batik punya peran penting dalam menjaga warisan budaya Indonesia itu terus eksis.

Persoalan regenerasi ini memang cukup pelik. Selain usia perajin yang sudah menuju senja, industri ini juga bisa bilang masih mengalami efek lanjutan dari pandemi Covid-19. Memang, saat ini pandemi telah mereda dan mobilitas dibuka, tetapi tidak semudah itu kembali ke era-era sebelum terjadinya wabah tersebut. 

Baca juga: 30 Twibbon Unik & Kreatif untuk Memeriahkan Hari Batik Nasional & Cara Memasangnya

Kehidupan industri batik sangat terpuruk saat pandemi melanda Indonesia tiga tahun lalu. Omzet para pelaku ekonomi batik turun drastis. Komarudin menyebut penurunannya hingga 80 persen. Tak berhenti sampai di situ, penurunan omzet memberikan efek domino. Tidak hanya membuat sebagian para perajin batik gulung tikar, tetapi mereka kini juga beralih profesi.

Dia melanjutkan, efek pandemi yang membuat perajin pindah profesi masih belum kembali total. Meski kini industri batik sudah berangsur normal, hal itu tak lantas membuat mantan perajin balik lagi.

“Dahulu sebelum pandemi ada 131.568 orang perajin batik. Ketika pandemi melanda itu drop turun sampai di kisaran 27.000 orang. Ketika sekarang sudah normal dan menggeliat, mengembalikan ke kondisi semua itu tidak bisa lagi. Kalau sudah beralih profesi dan kita tarik lagi, itu susah,” ungkapnya.
 

Ilustrasi pengrajin batik (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha)

Ilustrasi perajin batik (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha)

Komarudin mengaku pihaknya tidak bisa mengatur dan mengendalikan para perajin yang sudah beralih profesi. Sebab, saat urusannya sudah soal perut, tentu apa saja akan dilakukan demi tetap menghasilkan penghasilan.

Jika masalah ini tidak segera ditangani, tentu efeknya ialah soal regenerasi ke depan. Dia khawatir tradisi batik tidak lagi memiliki para perajin baru dan bisa membuatnya jadi punah. Sebab, budaya batik hanya bisa dilestarikan dengan tetap mempertahankan pelaku atau perajinnya secara terus menerus.

“Di beberapa daerah sudah terjadi. Ketika perajin batik hilang, budaya batiknya pun hilang juga. Jadi, contohnya begini, di Pekalongan ada daerah namanya Wiradesa. Di sana setiap rumah ada perajin batik dengan jumlah sekitar 5-10 orang per rumah. Nah, kemarin saat kami datang ke sana perajin di masing-masing rumah hanya  tinggal 2 orang,” imbuhnya.

Hari Batik sudah semestinya tidak hanya jadi perayaan semata. Menurut dia, melestarikan batik tidak hanya bisa dilakukan dengan mencintai saja. Akan tetapi, juga membeli karya-karya batik asli produksi perajin lokal. Dengan cara itu, mereka akan tetap tumbuh dan warisan leluhur ini bisa tetap terjaga.

“Semoga semua warga negara Indonesia memakai batik dan terus mencintai batik asli, bukan batik tiruan,” katanya. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

5 Kota Batik Paling Populer & Besar di Indonesia

BERIKUTNYA

Melihat Potensi Batik di Pasar Ekspor Mancanegara

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: