Eksklusif Arsitek Cosmas D Gozali: Anomali Sistem Pengamanan Museum & Galeri di Indonesia
19 September 2023 |
15:38 WIB
Intonasi Cosmas D. Gozali yang menggebu-gebu mencerminkan letupan kemarahan yang terpendam di batinnya saat membicarakan Museum Nasional dengan Hypeabis.id. Hatinya hanya bisa menangis saat mendengar sebagian bangunan bersejarah yang menyimpan benda-benda tak ternilai itu terbakar pada Sabtu, (16/9/2023).
Bagi kolektor seni rupa sekaligus arsitek itu, kebakaran yang menimpa museum yang terletak di Jalan Merdeka Barat itu mesti dievaluasi total. Kejadian ini tak boleh terulang kembali di semua museum atau galeri seni rupa di Indonesia.
Baca juga: Museum Nasional Terbakar, Sistem Anti Kebakaran Canggih di Getty Center Ini Bisa Ditiru
Kebakaran Museum Nasional Indonesia seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah mengevaluasi sistem keamanan dan perlindungan bangunan dan koleksi yang ada di museum-museum Indonesia.
Sebab, museum adalah garda terdepan dalam pengelolaan warisan budaya Indonesia yang sangat adi luhur. Maka dari itu, keberadaan museum maupun galeri mesti dijaga dengan sungguh-sungguh.
Dalam bahasa Cosmas, kerugian akibat kerusakan yang menimpa benda-benda bersejarah itu tak akan bisa terhitung lagi oleh angka. Benda tersebut adalah bagian dari jati diri dan proses sejarah manusia Indonesia. Kalau sampai rusak, hilang pula jati diri bangsa Indonesia.
Sayangnya, keseriusan menjaga museum maupun galeri yang ada di Indonesia ini masih penuh tanda tanya. Laman resmi DPR RI, misalnya, menyebut sejak 2020 tercatat ada 439 museum yang ada di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, hanya 39 museum atau 8 persen yang memenuhi standar sebagai museum tipe amat baik per Oktober 2020. Hampir setengah jumlah museum di Indonesia belum memenuhi standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.
Kepada Hypeabis.id, Cosmas berbagi pandangannya tentang standar pengamanan museum di Indonesia, masalah yang kerap muncul, dan pentingnya penguatan SDM untuk menjaga dan merawat bangunan tersebut.
Standar Keamanan Seperti apa Yang Ideal Diterapkan di Museum?
Ini kita bahas dari kebakaran dulu, ya. Sistem pengendalian terhadap kebakaran ini mesti dibuat dengan standar yang terukur, baik di bangunan baru maupun cagar budaya. Kalau di bangunan tua belum ada, mau tidak mau harus ditambahkan.
Kemudian, masalah kabel listrik juga harus jadi perhatian. Kabel itu punya jangka waktu pakai, istilahnya nanti dia akan jadi getah ya. Namun, sebelum masa pakai habis, benda ini juga berisiko rusak, bisa digigit hewan atau terkena masalah lain.
Oleh karena itu, secara berkala mesti dicek dan diperbaiki. Setiap tahun harus dilakukan pengetesan. Hal-hal seperti ini harus jadi prosedur. Pengelola atau pemerintah mesti punya anggaran untuk hal tersebut setiap tahunnya. Jadi, pemeliharaan itu bukan hanya fisik, seperti dicat, justru hal esensial lebih penting.
Selain itu, unsur pendukung lain, seperti lift jika bangunan bertingkat, juga perlu dicek berkala agar tetap aman bagi pengunjung. Pengecekan juga harus dilakukan oleh orang-orang kompeten di bidangnya.
Di sisi lain, potensi keamanan juga tidak hanya terjadi dari dalam, tetapi luar. Dalam hal ini, pengunjung yang
akan masuk mesti di cek, jangan sampai membawa barang-barang yang mudah terbakar. Bahkan, idealnya semua tas tidak boleh masuk agar menghindari risiko tersenggol atau pencurian.
Di Indonesia, masalah kemananan apa yang sering terjadi?
Masalah utama tentang keamanan itu kurangnya orang yang mengawasi. Coba berapa orang sih yang bekerja di dalam satu museum? Kalau di luar negeri, setiap ruangan akan ada satu orang yang mengawasi.
Fungsi petugas di tiap ruangan ini penting untuk memantau agar pengunjung bisa tertib, tidak menyentuh koleksi, bahkan jika ada kejadian luar biasa respons bisa lebih cepat. Mereka juga bisa mengatur alur pengunjung sehingga tidak ada kelebihan kunjungan di dalam satu ruangan.
Kecelakaan yang terjadi itu seringnya human error. Jadi, pekerja museum ini memang harus cukup jumlahnya. Mereka juga mesti punya pengetahuan dan pendidikan yang tepat tentang museum.
Sebagian museum adalah bangunan tua, apakah ini jadi masalah tersendiri ketika akan dibangun sistem pengamanan lebih kompleks?
Memang kan bangunannya sendiri itu objek juga, yang mana sebenarnya harus dijaga juga. Masalahnya, perawatan terhadap bangunan ini yang kadang kurang perhatian. Kalau terhadap bangunan aja kurang, apalagi koleksi di dalamnya.
Lagi-lagi, perlu ada anggaran yang cukup untuk meningkatkan keamanan dan pemeliharaan bangunan serta koleksi. Sebab, isi di dalam bangunan itu adalah kebudayaan yang sangat penting. Tanpa kebudayaan, apalah artinya kita. secara berkala harus diperiksa. Dari kabel, plafon, kebocoran, rayap, hingga engsel pintu sekali pun.
Penggunaan material idealnya seperti apa?
Oh, ya, pasti material yang dipilih harus tidak boleh yang beracun karena ini bangunan publik. Kemudian, tidak boleh juga memakai bahan yang bisa merambatkan api. Ada beberapa bahan yang bisa bertahan mesti dilahap api. Ini yang harus diprioritaskan.
Dengan demikian, penataan ulang tidak membahayakan. Di sisi lain, saat akan mulai ditata ulang, arsitek atau orang yang bertanggung jawab mesti punya sistem yang tegas dan terstruktur.
Misalnya, melarang melakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan percikan api di dalam bangunan, seperti pengelasan. Dia harus bisa menciptakan penataan baru yang sistemnya adalah harus bisa dipasang dan dibongkar. Nah, pada waktu dipasang di tempat, pakai sistem sekrup. Sehingga meminimalisir pengelasan. Kalau bisa tidak menyentuh bangunan cagar budayanya.
Lalu, pengamanan terhadap koleksi yang dipamerkan sendiri seberapa ketat? Apakah memungkinkan penggunaan teknologi khusus?
Kalau tentang kebakaran dan kebanjiran, ini harus diciptakan sistem dari bangunannya. Struktur, pemilihan bahan, dan desain mesti mendukung terciptanya sistem tahan api.
Kalau untuk risiko pencurian, sebenarnya ada banyak caranya juga. Pertama penggunaan alarm dan CCTV yang harus digalakkan di setiap sudut. Alarm juga bisa menggunakan sistem laser sehingga ketika ada potensi pergerakan koleksi, akan ada bunyi yang keluar.
Yang tidak boleh terlewat, semua sistem juga perlu ada backup sehingga ada banyak lapis keamanan. Di sisi lain, setiap koleksi juga bisa memakai sistem RFID, sehingga ketika hilang kita bisa melacaknya.
Perlu ada aturan khusus yang lebih tegas?
Undang-undang kita masih abu-abu. Masalahnya gini, bagaimana kita bisa bikin UU kalau orang ahlinya dikit. Apakah orang ahli itu diajak atau dalam focus group discussion (FGD) saja tapi pendapatnya tidak dipakai? Ini yang jadi pertanyaan juga.
Makanya departemen yang mengawasi ini harus mendapatkan dana yang cukup dan diisi orang yang tepat. Kalau tidak tepat, ya bagaimana mendapatkan peraturan yang baik.
Yang pasti, ini harus jadi momentum evaluasi besar. Hati saya berdarah dan menangis ketika dengar kejadian tersebut. Kalau orang bilang koleksinya bisa diselamatkan, tetapi bangunannya juga bagian yang berharga juga. Kerugiannya ini bukan soal nilai lagi.
Baca juga: 5 Kasus Kontroversial di Museum Nasional Indonesia, dari Kusni Kasdut hingga Si Jago Merah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bagi kolektor seni rupa sekaligus arsitek itu, kebakaran yang menimpa museum yang terletak di Jalan Merdeka Barat itu mesti dievaluasi total. Kejadian ini tak boleh terulang kembali di semua museum atau galeri seni rupa di Indonesia.
Baca juga: Museum Nasional Terbakar, Sistem Anti Kebakaran Canggih di Getty Center Ini Bisa Ditiru
Kebakaran Museum Nasional Indonesia seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah mengevaluasi sistem keamanan dan perlindungan bangunan dan koleksi yang ada di museum-museum Indonesia.
Sebab, museum adalah garda terdepan dalam pengelolaan warisan budaya Indonesia yang sangat adi luhur. Maka dari itu, keberadaan museum maupun galeri mesti dijaga dengan sungguh-sungguh.
Dalam bahasa Cosmas, kerugian akibat kerusakan yang menimpa benda-benda bersejarah itu tak akan bisa terhitung lagi oleh angka. Benda tersebut adalah bagian dari jati diri dan proses sejarah manusia Indonesia. Kalau sampai rusak, hilang pula jati diri bangsa Indonesia.
Sayangnya, keseriusan menjaga museum maupun galeri yang ada di Indonesia ini masih penuh tanda tanya. Laman resmi DPR RI, misalnya, menyebut sejak 2020 tercatat ada 439 museum yang ada di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, hanya 39 museum atau 8 persen yang memenuhi standar sebagai museum tipe amat baik per Oktober 2020. Hampir setengah jumlah museum di Indonesia belum memenuhi standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.
Kepada Hypeabis.id, Cosmas berbagi pandangannya tentang standar pengamanan museum di Indonesia, masalah yang kerap muncul, dan pentingnya penguatan SDM untuk menjaga dan merawat bangunan tersebut.
Standar Keamanan Seperti apa Yang Ideal Diterapkan di Museum?
Ini kita bahas dari kebakaran dulu, ya. Sistem pengendalian terhadap kebakaran ini mesti dibuat dengan standar yang terukur, baik di bangunan baru maupun cagar budaya. Kalau di bangunan tua belum ada, mau tidak mau harus ditambahkan.
Kemudian, masalah kabel listrik juga harus jadi perhatian. Kabel itu punya jangka waktu pakai, istilahnya nanti dia akan jadi getah ya. Namun, sebelum masa pakai habis, benda ini juga berisiko rusak, bisa digigit hewan atau terkena masalah lain.
Oleh karena itu, secara berkala mesti dicek dan diperbaiki. Setiap tahun harus dilakukan pengetesan. Hal-hal seperti ini harus jadi prosedur. Pengelola atau pemerintah mesti punya anggaran untuk hal tersebut setiap tahunnya. Jadi, pemeliharaan itu bukan hanya fisik, seperti dicat, justru hal esensial lebih penting.
Selain itu, unsur pendukung lain, seperti lift jika bangunan bertingkat, juga perlu dicek berkala agar tetap aman bagi pengunjung. Pengecekan juga harus dilakukan oleh orang-orang kompeten di bidangnya.
Di sisi lain, potensi keamanan juga tidak hanya terjadi dari dalam, tetapi luar. Dalam hal ini, pengunjung yang
akan masuk mesti di cek, jangan sampai membawa barang-barang yang mudah terbakar. Bahkan, idealnya semua tas tidak boleh masuk agar menghindari risiko tersenggol atau pencurian.
Di Indonesia, masalah kemananan apa yang sering terjadi?
Masalah utama tentang keamanan itu kurangnya orang yang mengawasi. Coba berapa orang sih yang bekerja di dalam satu museum? Kalau di luar negeri, setiap ruangan akan ada satu orang yang mengawasi.
Fungsi petugas di tiap ruangan ini penting untuk memantau agar pengunjung bisa tertib, tidak menyentuh koleksi, bahkan jika ada kejadian luar biasa respons bisa lebih cepat. Mereka juga bisa mengatur alur pengunjung sehingga tidak ada kelebihan kunjungan di dalam satu ruangan.
Kecelakaan yang terjadi itu seringnya human error. Jadi, pekerja museum ini memang harus cukup jumlahnya. Mereka juga mesti punya pengetahuan dan pendidikan yang tepat tentang museum.
Sebagian museum adalah bangunan tua, apakah ini jadi masalah tersendiri ketika akan dibangun sistem pengamanan lebih kompleks?
Memang kan bangunannya sendiri itu objek juga, yang mana sebenarnya harus dijaga juga. Masalahnya, perawatan terhadap bangunan ini yang kadang kurang perhatian. Kalau terhadap bangunan aja kurang, apalagi koleksi di dalamnya.
Lagi-lagi, perlu ada anggaran yang cukup untuk meningkatkan keamanan dan pemeliharaan bangunan serta koleksi. Sebab, isi di dalam bangunan itu adalah kebudayaan yang sangat penting. Tanpa kebudayaan, apalah artinya kita. secara berkala harus diperiksa. Dari kabel, plafon, kebocoran, rayap, hingga engsel pintu sekali pun.
Penggunaan material idealnya seperti apa?
Oh, ya, pasti material yang dipilih harus tidak boleh yang beracun karena ini bangunan publik. Kemudian, tidak boleh juga memakai bahan yang bisa merambatkan api. Ada beberapa bahan yang bisa bertahan mesti dilahap api. Ini yang harus diprioritaskan.
Dengan demikian, penataan ulang tidak membahayakan. Di sisi lain, saat akan mulai ditata ulang, arsitek atau orang yang bertanggung jawab mesti punya sistem yang tegas dan terstruktur.
Misalnya, melarang melakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan percikan api di dalam bangunan, seperti pengelasan. Dia harus bisa menciptakan penataan baru yang sistemnya adalah harus bisa dipasang dan dibongkar. Nah, pada waktu dipasang di tempat, pakai sistem sekrup. Sehingga meminimalisir pengelasan. Kalau bisa tidak menyentuh bangunan cagar budayanya.
Lalu, pengamanan terhadap koleksi yang dipamerkan sendiri seberapa ketat? Apakah memungkinkan penggunaan teknologi khusus?
Kalau tentang kebakaran dan kebanjiran, ini harus diciptakan sistem dari bangunannya. Struktur, pemilihan bahan, dan desain mesti mendukung terciptanya sistem tahan api.
Kalau untuk risiko pencurian, sebenarnya ada banyak caranya juga. Pertama penggunaan alarm dan CCTV yang harus digalakkan di setiap sudut. Alarm juga bisa menggunakan sistem laser sehingga ketika ada potensi pergerakan koleksi, akan ada bunyi yang keluar.
Yang tidak boleh terlewat, semua sistem juga perlu ada backup sehingga ada banyak lapis keamanan. Di sisi lain, setiap koleksi juga bisa memakai sistem RFID, sehingga ketika hilang kita bisa melacaknya.
Di Indonesia ada galeri/museum dengan sistem pengamanan mendekati ideal?
Ah, masih jauh. [Museum] kita tuh masih bayi baru merangkak. Makanya pendidikan terhadap bagaimana penanganan museum penting. Pemerintah perlu menyiapkan bujet untuk itu. Tanpa itu [sistem pengamanan], siapa yang mau mengerjakan? Pelatihan-pelatihan itu penting.
Perlu ada aturan khusus yang lebih tegas?
Undang-undang kita masih abu-abu. Masalahnya gini, bagaimana kita bisa bikin UU kalau orang ahlinya dikit. Apakah orang ahli itu diajak atau dalam focus group discussion (FGD) saja tapi pendapatnya tidak dipakai? Ini yang jadi pertanyaan juga.
Makanya departemen yang mengawasi ini harus mendapatkan dana yang cukup dan diisi orang yang tepat. Kalau tidak tepat, ya bagaimana mendapatkan peraturan yang baik.
Yang pasti, ini harus jadi momentum evaluasi besar. Hati saya berdarah dan menangis ketika dengar kejadian tersebut. Kalau orang bilang koleksinya bisa diselamatkan, tetapi bangunannya juga bagian yang berharga juga. Kerugiannya ini bukan soal nilai lagi.
Baca juga: 5 Kasus Kontroversial di Museum Nasional Indonesia, dari Kusni Kasdut hingga Si Jago Merah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.