Lebih dari 200 Karya Yusuf Susilo Hartono akan dipamerkan di Museum Nasional
05 October 2022 |
16:11 WIB
Seniman lukis sekaligus wartawan Yusuf Susilo Hartono (YSH) akan melakukan pameran tunggal di Museum Nasional, Jakarta pada 9-14 November 2022 mendatang. Kegiatan ini merupakan bentuk rasa syukur sang seniman setelah 40 tahun melakukan proses kreatif.
Mengangkat tajuk Among Jiwo: Retrospeksi 40 Tahun Berkarya, seniman asal Bojonegoro, Jawa Timur itu akan menggelar karya-karya seperti lukisan, gambar, sktesa, ilustrasi dan video yang menandai perjalanan kreatifnya selama lima windu.
Pameran ini juga akan dilengkapi dengan berbagai dokumentasi manuskrip, memorabilia, jurnalistik, dan karya sastra Yusuf yang bisa dinikmati publik secara langsung. Diketahui, kiprahnya memang tak hanya sebatas di dunia lukis, tetapi juga di bidang sastra.
Baca juga: Seniman Yusuf Susilo Hartono Akan Gelar Pameran Tunggal di Museum Nasional
Menurut, pameran tersebut merupakan bentuk rasa syukurnya setelah 40 tahun lebih menggeluti bidang kreatif sebagai pelukis, jurnalis, dan penyair. Dia mengungkap usia perjalanan kreatif tersebut adalah waktu yang tepat untuk mawas diri dan melakukan retrospeksi.
Yusuf mengatakan, dalam pameran ini juga akan ada tiga kata kunci yang mewakili proses pengkaryaannya, yakni tri among jiwo yang terdiri dari religiuisitas, alam, dan kebudayaan dan menjadi kredo kerja kreatifnya selama ini.
"Di dalam among ini juga saya pecah lagi, misalnya di kebudayaan itu ada kesenian, tradisi, warisan budaya, dan yang lain. Tapi payungnya ya tiga besar tadi, saya berkutat di wilayah tri among tadi," paparnya saat ditemui Hypeabis.id baru-baru ini.
Sementara itu, Anna Sungkar, kurator pameran mengatakan, proses berkarya bagi YSH merupakan suatu cara untuk mensyukuri bakat yang telah diberikan Tuhan, sehingga harus di-among (dirawat) agar bakat tersebut semakin terasah.
"Mas Yusuf ini adalah seorang maestro drawing kontemporer terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Hampir seluruh gaya sudah dicobakan dalam karyanya, hal itu tercermin dari lebih 500-an karya yang telah saya lihat," kata Anna.
Bagi Anna, karya-karya Yusuf yang akan dipamerkan merupakan sebuah catatan perjalanan hidup, kesan-kesan, renungan, pemikiran, hingga respons sang seniman terhadap masalah sosial yang ada di Indonesia.
Beberapa karya itu antara lain adalah karya-karya sketsa yang dibuatnya saat melakukan perjalanan ke berbagai daerah. Di mana umumnya orang menggunakan media kamera untuk merekam objek, tapi oleh Yusuf diabadikan dalam bentuk sketsa.
Misalnya, Tembok Cina (2003), Beijing (2003), Harajuku (1997), Brisbane (1994), Prambanan (2022), dan Borobudur (2003), yang menurut Anna menunjukkan jalan pikiran, kekaguman, dan passion Yusuf yang terpancar dari guratan garisnya.
Hal yang sama juga biasa dilakukan sang seniman saat menonton pertunjukan, baik karya yang dibuat langsung on the spot seperti Semar–Bagong Kussudihardjo (1996),Suku Naga Bengkel Teater Rendra (1990), hingga karya yang dipindahkan dalam bentuk kanvas besar, Gallery of Kisses (2002).
Tak hanya itu, proses kerja kreatif YSH menurut Anna juga merupakan sebuah dokumentasi sejarah yang bernilai tinggi bagi bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dalam serial Reformasi dan Demokarsi (1998), ada juga Tentara Berjaga di Atas Panser (1998), Mahasiswa Tuntut Sidang Istimewa (1998), Shalat Berjamaah di tengah Demo (1998), hingga Sepasang Kekasih (1998).
"Sketsa-sketsa itu mencatat banyak kegiatan yang berhubungan dengan demonstrasi mahasiswa saat menurunkan Suharto [pada tahun 1998]. Hal inilah yang menjadikan karya-karya Mas Yusuf sebagai catatan perjalanan bangsa," kata Anna.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Mengangkat tajuk Among Jiwo: Retrospeksi 40 Tahun Berkarya, seniman asal Bojonegoro, Jawa Timur itu akan menggelar karya-karya seperti lukisan, gambar, sktesa, ilustrasi dan video yang menandai perjalanan kreatifnya selama lima windu.
Pameran ini juga akan dilengkapi dengan berbagai dokumentasi manuskrip, memorabilia, jurnalistik, dan karya sastra Yusuf yang bisa dinikmati publik secara langsung. Diketahui, kiprahnya memang tak hanya sebatas di dunia lukis, tetapi juga di bidang sastra.
Baca juga: Seniman Yusuf Susilo Hartono Akan Gelar Pameran Tunggal di Museum Nasional
Menurut, pameran tersebut merupakan bentuk rasa syukurnya setelah 40 tahun lebih menggeluti bidang kreatif sebagai pelukis, jurnalis, dan penyair. Dia mengungkap usia perjalanan kreatif tersebut adalah waktu yang tepat untuk mawas diri dan melakukan retrospeksi.
Yusuf mengatakan, dalam pameran ini juga akan ada tiga kata kunci yang mewakili proses pengkaryaannya, yakni tri among jiwo yang terdiri dari religiuisitas, alam, dan kebudayaan dan menjadi kredo kerja kreatifnya selama ini.
Sketsa "Aku dengan Ikan-ikanMu," 2016, (sumber gambar dokumentasi pribadi Yusuf Susilo Hartono)
Sementara itu, Anna Sungkar, kurator pameran mengatakan, proses berkarya bagi YSH merupakan suatu cara untuk mensyukuri bakat yang telah diberikan Tuhan, sehingga harus di-among (dirawat) agar bakat tersebut semakin terasah.
"Mas Yusuf ini adalah seorang maestro drawing kontemporer terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Hampir seluruh gaya sudah dicobakan dalam karyanya, hal itu tercermin dari lebih 500-an karya yang telah saya lihat," kata Anna.
Karya-karya YSH yang akan Dipamerkan di Museum Nasional
Menurut Anna, dari 570 karya seni yang telah dia kurasi, nantinya akan ada sekitar 200-an karya dari Yusuf yang diperlihatkan ke publik yang sesuai dengan tajuk pameran yang akan digelar bulan depan.Bagi Anna, karya-karya Yusuf yang akan dipamerkan merupakan sebuah catatan perjalanan hidup, kesan-kesan, renungan, pemikiran, hingga respons sang seniman terhadap masalah sosial yang ada di Indonesia.
Beberapa karya itu antara lain adalah karya-karya sketsa yang dibuatnya saat melakukan perjalanan ke berbagai daerah. Di mana umumnya orang menggunakan media kamera untuk merekam objek, tapi oleh Yusuf diabadikan dalam bentuk sketsa.
Ilustrasi kolase karya YSH (sumber dokumentasi pribadi seniman)
Misalnya, Tembok Cina (2003), Beijing (2003), Harajuku (1997), Brisbane (1994), Prambanan (2022), dan Borobudur (2003), yang menurut Anna menunjukkan jalan pikiran, kekaguman, dan passion Yusuf yang terpancar dari guratan garisnya.
Hal yang sama juga biasa dilakukan sang seniman saat menonton pertunjukan, baik karya yang dibuat langsung on the spot seperti Semar–Bagong Kussudihardjo (1996),Suku Naga Bengkel Teater Rendra (1990), hingga karya yang dipindahkan dalam bentuk kanvas besar, Gallery of Kisses (2002).
Tak hanya itu, proses kerja kreatif YSH menurut Anna juga merupakan sebuah dokumentasi sejarah yang bernilai tinggi bagi bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dalam serial Reformasi dan Demokarsi (1998), ada juga Tentara Berjaga di Atas Panser (1998), Mahasiswa Tuntut Sidang Istimewa (1998), Shalat Berjamaah di tengah Demo (1998), hingga Sepasang Kekasih (1998).
"Sketsa-sketsa itu mencatat banyak kegiatan yang berhubungan dengan demonstrasi mahasiswa saat menurunkan Suharto [pada tahun 1998]. Hal inilah yang menjadikan karya-karya Mas Yusuf sebagai catatan perjalanan bangsa," kata Anna.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.