Hypereport: Cerdas dalam Memilah dan Memilih Makanan Demi Kesehatan Keluarga dan Anak
18 September 2023 |
01:29 WIB
Pangan olahan ultra menjadi makanan yang mengelilingi kehidupan manusia pada saat ini, baik dewasa maupun anak-anak. Kondisi tersebut mengharuskan individu untuk cerdas dalam memilih apa yang hendak dikonsumsi bagi diri sendiri ataupun anak. Jika tidak, sejumlah dampak buruk akan menghampiri, di mana salah satunya adalah potensi menderita kanker.
Sayangnya, entah disadari atau tidak, kita justru seringkali menjumpai beberapa jenis makanan yang bisa dikategorikan ultra proses itu disekitar kita. Seperti pengalaman saya beberapa waktu lalu, saat hendak membeli token listrik ke sebuah gerai ritel di dekat rumah saya.
Saat itu, ketika hendak melakukan pembayaran, sebuah makanan sosis panggang terpampang jelas di depan penglihatan saya yang begitu menggoda, karena tampak begitu nikmat untuk disantap. Selain sosis, beragam makanan lain dengan rasa manis dan asin juga dapat dengan mudah ditemukan di gerai ritel tersebut. Makanan-makanan itu kerap membuat pengonsumsinya tidak ingin berhenti melahap.
Ya, sosis atau makanan lainnya seperti biskuit, nugget, mi instan, dan sebagainya adalah contoh makanan ultra proses yang kerap ditemukan di banyak tempat. Rasa yang disajikan pembuatnya memiliki tujuan agar yang mengonsumsi datang kembali untuk menikmatinya.
Baca berita terkait lainnya: Hypereport: Kebugaran Fisik Tak Jamin Atlet Bebas dari Ancaman Penyakit Jantung
Dikutip dari laman Health Harvards, makanan olahan pada dasarnya dibuat dengan menambahkan garam, minyak, gula, atau zat lainnya, seperti ikan atau sayuran kaleng, buah-buahan dalam sirup, dan roti. Sebagian besar makanan olahan terdiri dari dua atau tiga bahan.
Sementara itu, makanan ultra proses kemungkinan besar memiliki banyak bahan tambahan seperti gula, garam, lemak, dan pewarna atau pengawet buatan. Pangan ultra proses sebagian besar terbuat dari zat yang diekstrak dai makanan, seperti lemak, pati, gula tambahan, dan lemak terhidrogenasi.
Makanan itu juga kemungkinan mengandung aditif seperti pewarna dan perasa buatan atau stabilisator. Contohnya adalah makanan beku, minuman ringan, hot dog, makanan cepat saji, kue kemasan, kue, dan makanan ringan asin.
Dokter Spesialis Anak Yoga Devaera mengatakan bahwa makanan ultra proses memiliki beragam tingkat jenis dan pengolahan yang berbeda, sehingga memiliki kandungan gizi yang juga berlainan antara satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, mi instan dan makanan pendamping ASI (MPASI) instan. Mi instan relatif memiliki kandungan bahan tambahan pangan yang tinggi, seperti garam. Sementara itu, makanan pendamping ASI instan memiliki batasan dalam bahan tambahan pangan dan kandungan zat gizi yang ada di dalamnya.
Lihat saja makanan dengan label MPASI dan makanan lainnya yang tidak. Jenis panganan ultra proses yang memiliki cap sebagai pendamping ASI akan memiliki komposisi dan kandungan yang berbeda jika dibandingkan dengan yang tidak mendapatkannya.
Dengan begitu, individu perlu memilah mana yang memiliki kandungan gizi yang baik dan tidak ketika hendak memberikannya kepada anak. “Caranya adalah dengan melihat komposisi dan tabel kandungan gizi yang ada di kemasan. Hal yang sama berlaku untuk produk minuman kemasan,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baca juga artikel terkait: Hypereport : Bahaya Ancaman Kesehatan Fisik dan Mental Akibat Gaya Hidup Rebahan
Langkah orang tua memeriksa kandungan gizi yang ada dalam kemasan makanan ultra proses perlu dilakukan untuk kebaikan sang buah hati. Bukan tanpa sebab, kebiasaan mengonsumsi gula dan garam yang tinggi atau lebih dari batasan aman dalam jangka panjang memiliki dampak yang tidak baik terhadap kesehatan.
Konsumsi kedua bahan tambahan itu dalam jumlah tinggi berhubungan dengan sejumlah risiko penyakit tidak menular, seperti hipertensi, kegemukan, penyakit gula, dan sebagainya.
Makanan olahan dengan kandungan penyedap rasa yang tinggi juga dapat memengaruhi selera anak dalam mengonsumsi panganan, sehingga kerap membuat sang buat hati menjadi sulit menerima makanan yang kurang gurih.
“Untuk bahan tambahan pangan, juga ada batas maksimal, jika dalam batas yang dianggap aman, risiko untuk kanker kecil. Namun konsumsi garam yang berlebihan juga meningkatkan beberapa jenis kanker,” tegasnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan panduan mengenai batasan bahan tambahan seperti gula dan garam. Organisasi memberikan panduan bahwa jumlah gula tambahan yang dianjurkan adalah maksimal 10 persen dari kebutuhan kalori. “Jika mungkin hanya 5 persen dari kebutuhan kalori,” katanya.
Sebagai, contoh maksimal gula yang dapat dikonsumsi oleh anak usia 2 tahun adalah 50 gram dalam satu hari. Jika memungkinkan, orang tua dapat memberikan gula hanya 25 gram dalam satu hari. Gula itu sudah termasuk gula tambahan dari sumber lain, seperti minuman.
Sementara terkait dengan garam, jumlahnya jauh lebih sedikit dari gula. WHO menganjurkan kurang dari 2 gram dalam satu hari. Dalam laman WHO yang dilihat Hypeabis.id, organisasi mengungkapkan bahwa mengurangi asupan natrium adalah salah satu langkah yang paling hemat guna meningkatkan kesehatan dan mengurangi beban penyakit tidak menular.
Untuk setiap US$1 yang diinvestasikan dalam meningkatkan intervensi pengurangan natrium, akan ada keuntungan setidaknya US$12. Mereka menuliskan bahwa beban pola makan yang tidak sehat merupakan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat dan pembangunan di seluruh dunia.
Semua pihak perlu bertindak guna mengubah kelebihan produksi dan konsumsi makanan dan minuman yang tidak memiliki profil gizi sehat, terutama makanan hasil industri. “Yang paling memprihatinkan adalah konsumsi berlebihan natrium, gula dan lemak tidak sehat, khususnya asam lemak trans (trans fats) dan asam lemak jenuh, serta rendahnya konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan,” tulis organisasi.
Di banyak negara berpendapatan tinggi, dan semakin meningkat di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebagian besar natrium dalam makanan berasal dari makanan olahan.
Natrium merupakan nutrisi penting yang diperlukan untuk pemeliharaan volume plasma, keseimbangan asam – basa, transmisi impuls saraf, dan fungsi sel normal. Orang yang sehat sangat kecil kemungkinannya kekurangan natrium.
Mereka memperkirakan terdapat 1,89 juta kematian setiap tahun akibat konsumsi terlalu banyak natrium, yang merupakan penyebab utama peningkatan tekanan darah dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Tidak jauh berbeda, WHO juga menyatakan asupan gula berlebih meningkatkan konsumsi terlalu banyak kalori yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. “Kedua kondisi ini berhubungan langsung dengan penyakit tidak menular termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, dan diabetes,” tulisnya.
Organisasi itu memiliki saran yang dapat dilakukan oleh banyak individu agar mengurangi garam, seperti makan panganan segar dan dengan olahan minimal. Kemudian, pilih produk rendah sodium.
Selain itu, masak dengan sedikit atau tanpa tambahan natrium atau garam. Gunakan juga bumbu dan rempah untuk memberikan rasa terhadap makanan, bukan garam. Kemudian, batasi penggunaan saus komersial, dressing, dan produk instan. “Batasi konsumsi makanan olahan,” tulisnya.
Terkait makanan ultra proses, pakar gizi dokter Tan Shot Yen pernah mengatakan bahwa seluruh makanan tradisional Indonesia baik bagi kesehatan karena menggunakan bumbu asli, tanpa produk ultra proses dan gorengan.
Bagi Tan, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh individu untuk membuat makanan tetap enak tanpa bahan ultra proses. Sebagai contoh, individu bisa menggunakan santan asli atau air kelapa untuk menghadirkan rasa gurih dalam makanan.
“Mana ada masakan minang pake produk kemasan. Itu bukti. dan masakan minang dikenal paling lezat dan nikmat, tanpa vetsin dan gula – apalagi saus-sausan,” tegasnya.
Baca juga artikel terkait: Hypereport: Rokok Elektrik hingga Kosmetik, Produk Gaya Hidup yang Mengancam Kesehatan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Puput Ady Sukarno
Sayangnya, entah disadari atau tidak, kita justru seringkali menjumpai beberapa jenis makanan yang bisa dikategorikan ultra proses itu disekitar kita. Seperti pengalaman saya beberapa waktu lalu, saat hendak membeli token listrik ke sebuah gerai ritel di dekat rumah saya.
Saat itu, ketika hendak melakukan pembayaran, sebuah makanan sosis panggang terpampang jelas di depan penglihatan saya yang begitu menggoda, karena tampak begitu nikmat untuk disantap. Selain sosis, beragam makanan lain dengan rasa manis dan asin juga dapat dengan mudah ditemukan di gerai ritel tersebut. Makanan-makanan itu kerap membuat pengonsumsinya tidak ingin berhenti melahap.
Ya, sosis atau makanan lainnya seperti biskuit, nugget, mi instan, dan sebagainya adalah contoh makanan ultra proses yang kerap ditemukan di banyak tempat. Rasa yang disajikan pembuatnya memiliki tujuan agar yang mengonsumsi datang kembali untuk menikmatinya.
Baca berita terkait lainnya: Hypereport: Kebugaran Fisik Tak Jamin Atlet Bebas dari Ancaman Penyakit Jantung
Dikutip dari laman Health Harvards, makanan olahan pada dasarnya dibuat dengan menambahkan garam, minyak, gula, atau zat lainnya, seperti ikan atau sayuran kaleng, buah-buahan dalam sirup, dan roti. Sebagian besar makanan olahan terdiri dari dua atau tiga bahan.
Sementara itu, makanan ultra proses kemungkinan besar memiliki banyak bahan tambahan seperti gula, garam, lemak, dan pewarna atau pengawet buatan. Pangan ultra proses sebagian besar terbuat dari zat yang diekstrak dai makanan, seperti lemak, pati, gula tambahan, dan lemak terhidrogenasi.
Makanan itu juga kemungkinan mengandung aditif seperti pewarna dan perasa buatan atau stabilisator. Contohnya adalah makanan beku, minuman ringan, hot dog, makanan cepat saji, kue kemasan, kue, dan makanan ringan asin.
Dokter Spesialis Anak Yoga Devaera mengatakan bahwa makanan ultra proses memiliki beragam tingkat jenis dan pengolahan yang berbeda, sehingga memiliki kandungan gizi yang juga berlainan antara satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, mi instan dan makanan pendamping ASI (MPASI) instan. Mi instan relatif memiliki kandungan bahan tambahan pangan yang tinggi, seperti garam. Sementara itu, makanan pendamping ASI instan memiliki batasan dalam bahan tambahan pangan dan kandungan zat gizi yang ada di dalamnya.
Lihat saja makanan dengan label MPASI dan makanan lainnya yang tidak. Jenis panganan ultra proses yang memiliki cap sebagai pendamping ASI akan memiliki komposisi dan kandungan yang berbeda jika dibandingkan dengan yang tidak mendapatkannya.
Dengan begitu, individu perlu memilah mana yang memiliki kandungan gizi yang baik dan tidak ketika hendak memberikannya kepada anak. “Caranya adalah dengan melihat komposisi dan tabel kandungan gizi yang ada di kemasan. Hal yang sama berlaku untuk produk minuman kemasan,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baca juga artikel terkait: Hypereport : Bahaya Ancaman Kesehatan Fisik dan Mental Akibat Gaya Hidup Rebahan
Langkah orang tua memeriksa kandungan gizi yang ada dalam kemasan makanan ultra proses perlu dilakukan untuk kebaikan sang buah hati. Bukan tanpa sebab, kebiasaan mengonsumsi gula dan garam yang tinggi atau lebih dari batasan aman dalam jangka panjang memiliki dampak yang tidak baik terhadap kesehatan.
Konsumsi kedua bahan tambahan itu dalam jumlah tinggi berhubungan dengan sejumlah risiko penyakit tidak menular, seperti hipertensi, kegemukan, penyakit gula, dan sebagainya.
Makanan olahan dengan kandungan penyedap rasa yang tinggi juga dapat memengaruhi selera anak dalam mengonsumsi panganan, sehingga kerap membuat sang buat hati menjadi sulit menerima makanan yang kurang gurih.
“Untuk bahan tambahan pangan, juga ada batas maksimal, jika dalam batas yang dianggap aman, risiko untuk kanker kecil. Namun konsumsi garam yang berlebihan juga meningkatkan beberapa jenis kanker,” tegasnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan panduan mengenai batasan bahan tambahan seperti gula dan garam. Organisasi memberikan panduan bahwa jumlah gula tambahan yang dianjurkan adalah maksimal 10 persen dari kebutuhan kalori. “Jika mungkin hanya 5 persen dari kebutuhan kalori,” katanya.
Sebagai, contoh maksimal gula yang dapat dikonsumsi oleh anak usia 2 tahun adalah 50 gram dalam satu hari. Jika memungkinkan, orang tua dapat memberikan gula hanya 25 gram dalam satu hari. Gula itu sudah termasuk gula tambahan dari sumber lain, seperti minuman.
Sementara terkait dengan garam, jumlahnya jauh lebih sedikit dari gula. WHO menganjurkan kurang dari 2 gram dalam satu hari. Dalam laman WHO yang dilihat Hypeabis.id, organisasi mengungkapkan bahwa mengurangi asupan natrium adalah salah satu langkah yang paling hemat guna meningkatkan kesehatan dan mengurangi beban penyakit tidak menular.
Untuk setiap US$1 yang diinvestasikan dalam meningkatkan intervensi pengurangan natrium, akan ada keuntungan setidaknya US$12. Mereka menuliskan bahwa beban pola makan yang tidak sehat merupakan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat dan pembangunan di seluruh dunia.
Semua pihak perlu bertindak guna mengubah kelebihan produksi dan konsumsi makanan dan minuman yang tidak memiliki profil gizi sehat, terutama makanan hasil industri. “Yang paling memprihatinkan adalah konsumsi berlebihan natrium, gula dan lemak tidak sehat, khususnya asam lemak trans (trans fats) dan asam lemak jenuh, serta rendahnya konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan,” tulis organisasi.
Di banyak negara berpendapatan tinggi, dan semakin meningkat di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebagian besar natrium dalam makanan berasal dari makanan olahan.
Natrium merupakan nutrisi penting yang diperlukan untuk pemeliharaan volume plasma, keseimbangan asam – basa, transmisi impuls saraf, dan fungsi sel normal. Orang yang sehat sangat kecil kemungkinannya kekurangan natrium.
Mereka memperkirakan terdapat 1,89 juta kematian setiap tahun akibat konsumsi terlalu banyak natrium, yang merupakan penyebab utama peningkatan tekanan darah dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Tidak jauh berbeda, WHO juga menyatakan asupan gula berlebih meningkatkan konsumsi terlalu banyak kalori yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. “Kedua kondisi ini berhubungan langsung dengan penyakit tidak menular termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, dan diabetes,” tulisnya.
Organisasi itu memiliki saran yang dapat dilakukan oleh banyak individu agar mengurangi garam, seperti makan panganan segar dan dengan olahan minimal. Kemudian, pilih produk rendah sodium.
Selain itu, masak dengan sedikit atau tanpa tambahan natrium atau garam. Gunakan juga bumbu dan rempah untuk memberikan rasa terhadap makanan, bukan garam. Kemudian, batasi penggunaan saus komersial, dressing, dan produk instan. “Batasi konsumsi makanan olahan,” tulisnya.
Terkait makanan ultra proses, pakar gizi dokter Tan Shot Yen pernah mengatakan bahwa seluruh makanan tradisional Indonesia baik bagi kesehatan karena menggunakan bumbu asli, tanpa produk ultra proses dan gorengan.
Bagi Tan, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh individu untuk membuat makanan tetap enak tanpa bahan ultra proses. Sebagai contoh, individu bisa menggunakan santan asli atau air kelapa untuk menghadirkan rasa gurih dalam makanan.
“Mana ada masakan minang pake produk kemasan. Itu bukti. dan masakan minang dikenal paling lezat dan nikmat, tanpa vetsin dan gula – apalagi saus-sausan,” tegasnya.
Baca juga artikel terkait: Hypereport: Rokok Elektrik hingga Kosmetik, Produk Gaya Hidup yang Mengancam Kesehatan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.