Bibiana Lee, Perupa yang Memihak Kaum Minoritas
12 September 2023 |
17:00 WIB
Lewat karya seni, Bibiana Lee menyuarakan kegelisahaannya. Terutama terhadap mereka yang selama ini terpinggirkan, baik itu secara sosial maupun kultural. Kersehannya itu pun dia tumpahkan dalam karya dwimatra dan trimatra.
Selain itu, keprihatinan mengenai represi orang terpinggir, dan rasialisme terhadap masyarakat China di Indonesia juga kerap menjadi inspirasi karya-karyanya dalam memaknai realitas. Hal ini juga berangkat dari pengalaman pribadi sang seniman yang lahir sebagai seorang peranakan Tionghoa.
Baca juga: Seniman Filipina Maria Taniguchi Hadirkan Koleksi Brick Painting di ROH Projects Jakarta
Sebagai seniman daya kreativitas memang dipicu dengan berbagai masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Terutama sejak isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali meletup di Indonesia pada 2017 saat Pilgub DKI Jakarta banyak melahirkan konflik di masyarakat.
Senarai mengenai isu tersebut juga terus didalami oleh perupa jebolan Curtin University, Australia jurusan ekonomi manajemen itu saat pageblug melanda dunia. Terutama mengenai diskriminasi ras hingga xenophobia terhadap orang Asia lewat maraknya tagar Asian hate di Amerika.
Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan seni rupa, tapi Bibiana sempat mengikuti lokakarya seni di berbagai tempat dan seniman terkenal. Termasuk Akademi Seni Rupa Nanyang (NAFA), Nritylaya Aesthetics Society, Bilik3Dharma Studio Teguh Ostenrik, Barli Sasmitawinata, hingga Zhang Xihua.
Dalam berkesenian, Bibiana kerap menampilkan kara-karya berbasis riset yang ketat. Perupa yang berkarya dengan berbagai media dan teknik itu memang berusaha membangkitkan kesadaran yang lebih kritis, berdasarkan penelitian mengenai peristiwa-peristiwa aktual di dunia.
"Untuk berkarya saya memang memulainya dari riset, dengan membaca sejarah, media sosial, berita yang beredar di internet dan televisi. Kebanyakan karya saya memang dilandasi kejadian yang ada di masyarakat," katanya pada Hypeabis.id belum lama ini.
Bereksperimen dengan berbagai jenis medium, Bibiana juga menghasilkan keragaman kreasi yang mengantarkannya dalam penghargaan bergengsi. Termasuk menjadi finalis dalam Kompetisi Instalasi Erlangga bersama instalasi Indonesia, Poros Maritim Dunia dengan menggunakan teknik Augmented Reality (AR) di 2022.
Seniman paruh baya itu juga sempat menerima Honorable mention oleh Indonesian Heritage Society untuk lukisan The Professionals II pada 2009. Bahkan, salah satu karyanya yang berbentuk desain perangkat makan juga terpilih di Indonesian Goods Design Selection (IGDS 2005).
Selama malang melintang di dunia seni, Bibiana juga telah melakukan pameran baik tunggal dan kolektif di berbagai galeri terkenal. Seperti Pameran Tunggal ‘Scream’, Galeri Millenium, Jakarta (2007), dan Duo Solo Pameran: Percept-See Cemara 6 Galeri-Museum, Jakarta (2015).
Ada juga Duo Solo Pameran: ‘id: Sengkarut Identitas’, Galeri Nasional Indonesia (2019), Indonesian Women Artists #3: ‘Infusions into Contemporary Art’, Galeri Nasional Indonesia (2022), dan Artjog 2023 Motif: Lamaran (2023). Belum lama ini sang perupa juga menggelar pameran tunggal bertajuk Sum, absence, and the shades di galeri Rubanah Underground Hub, Jakarta.
Baca juga: Seniman Erianto: Pendidikan dan Seni Saling Mempengaruhi
Editor: Dika Irawan
Selain itu, keprihatinan mengenai represi orang terpinggir, dan rasialisme terhadap masyarakat China di Indonesia juga kerap menjadi inspirasi karya-karyanya dalam memaknai realitas. Hal ini juga berangkat dari pengalaman pribadi sang seniman yang lahir sebagai seorang peranakan Tionghoa.
Baca juga: Seniman Filipina Maria Taniguchi Hadirkan Koleksi Brick Painting di ROH Projects Jakarta
Sebagai seniman daya kreativitas memang dipicu dengan berbagai masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Terutama sejak isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali meletup di Indonesia pada 2017 saat Pilgub DKI Jakarta banyak melahirkan konflik di masyarakat.
Senarai mengenai isu tersebut juga terus didalami oleh perupa jebolan Curtin University, Australia jurusan ekonomi manajemen itu saat pageblug melanda dunia. Terutama mengenai diskriminasi ras hingga xenophobia terhadap orang Asia lewat maraknya tagar Asian hate di Amerika.
Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan seni rupa, tapi Bibiana sempat mengikuti lokakarya seni di berbagai tempat dan seniman terkenal. Termasuk Akademi Seni Rupa Nanyang (NAFA), Nritylaya Aesthetics Society, Bilik3Dharma Studio Teguh Ostenrik, Barli Sasmitawinata, hingga Zhang Xihua.
Dalam berkesenian, Bibiana kerap menampilkan kara-karya berbasis riset yang ketat. Perupa yang berkarya dengan berbagai media dan teknik itu memang berusaha membangkitkan kesadaran yang lebih kritis, berdasarkan penelitian mengenai peristiwa-peristiwa aktual di dunia.
"Untuk berkarya saya memang memulainya dari riset, dengan membaca sejarah, media sosial, berita yang beredar di internet dan televisi. Kebanyakan karya saya memang dilandasi kejadian yang ada di masyarakat," katanya pada Hypeabis.id belum lama ini.
Bereksperimen dengan berbagai jenis medium, Bibiana juga menghasilkan keragaman kreasi yang mengantarkannya dalam penghargaan bergengsi. Termasuk menjadi finalis dalam Kompetisi Instalasi Erlangga bersama instalasi Indonesia, Poros Maritim Dunia dengan menggunakan teknik Augmented Reality (AR) di 2022.
Seniman paruh baya itu juga sempat menerima Honorable mention oleh Indonesian Heritage Society untuk lukisan The Professionals II pada 2009. Bahkan, salah satu karyanya yang berbentuk desain perangkat makan juga terpilih di Indonesian Goods Design Selection (IGDS 2005).
Selama malang melintang di dunia seni, Bibiana juga telah melakukan pameran baik tunggal dan kolektif di berbagai galeri terkenal. Seperti Pameran Tunggal ‘Scream’, Galeri Millenium, Jakarta (2007), dan Duo Solo Pameran: Percept-See Cemara 6 Galeri-Museum, Jakarta (2015).
Ada juga Duo Solo Pameran: ‘id: Sengkarut Identitas’, Galeri Nasional Indonesia (2019), Indonesian Women Artists #3: ‘Infusions into Contemporary Art’, Galeri Nasional Indonesia (2022), dan Artjog 2023 Motif: Lamaran (2023). Belum lama ini sang perupa juga menggelar pameran tunggal bertajuk Sum, absence, and the shades di galeri Rubanah Underground Hub, Jakarta.
Baca juga: Seniman Erianto: Pendidikan dan Seni Saling Mempengaruhi
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.